Merokok di Kalangan Remaja, Antara Gaya Hidup dan Risiko yang Besar

  • Whatsapp

Fenomena Remaja Merokok yang Kian Meningkat

PELAKITA.ID – Seorang remaja mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya, menyalakan sebatang, lalu menghembuskan asap ke udara dengan ekspresi santai.

Pemandangan seperti ini bukan lagi hal asing di sekitar kita. Di sudut-sudut sekolah, tempat nongkrong, hingga media sosial, merokok seolah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda.

Ironisnya, meskipun informasi tentang bahaya merokok sudah tersebar luas, angka perokok remaja justru terus meningkat.

Data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya berusia 10–18 tahun. Ini bukan sekadar angka, tetapi cerminan dari bagaimana lingkungan, pergaulan, dan kebiasaan hidup memengaruhi anak muda.

Tekanan Sosial dan Lingkungan sebagai Faktor Utama

Sebagian besar remaja yang mulai merokok sering kali melakukannya bukan karena kebutuhan, tetapi karena dorongan dari lingkungan sekitar. Tekanan teman sebaya menjadi salah satu faktor utama. Banyak remaja ingin merasa diterima dalam kelompoknya, sehingga mereka cenderung mengikuti kebiasaan teman-temannya, termasuk merokok.

Arya, seorang siswa SMA, mengakui bahwa ia pertama kali mencoba rokok karena teman-temannya merokok. “Awalnya hanya iseng, tapi lama-lama jadi kebiasaan.

Sekarang merokok bagi saya bisa mengurangi stres dari tugas sekolah,” katanya. Fenomena ini menunjukkan bahwa remaja kerap mencari pelarian dari tekanan akademik dan sosial dengan cara yang kurang sehat.

Peran Media dalam Membentuk Persepsi Remaja

Selain pengaruh teman sebaya, media juga berperan besar dalam membentuk persepsi remaja tentang rokok. Iklan rokok yang menampilkan sosok pria maskulin atau wanita independen menciptakan ilusi bahwa merokok adalah simbol kedewasaan dan kebebasan.

Tidak sedikit film dan serial yang menggambarkan merokok sebagai sesuatu yang keren, tanpa menampilkan konsekuensi jangka panjangnya.

Akibatnya, banyak remaja yang tanpa sadar mulai mengasosiasikan rokok dengan gaya hidup yang menarik, padahal faktanya, merokok membawa lebih banyak dampak buruk daripada manfaat.

Dampak Buruk Merokok bagi Kesehatan Remaja

Dampak merokok terhadap remaja sangat besar, terutama pada kesehatan mereka. Rokok mengandung lebih dari 7.000 zat beracun, termasuk nikotin, karbon monoksida, dan tar yang dapat merusak paru-paru, meningkatkan risiko penyakit jantung, dan menyebabkan kecanduan nikotin yang sulit dihentikan. World Health Organization (WHO) telah menyebutkan bahwa perokok muda memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit paru-paru kronis.

Sayangnya, banyak remaja yang tidak menyadari risiko ini atau bahkan mengabaikannya. Mereka lebih fokus pada kepuasan jangka pendek daripada konsekuensi jangka panjang.

Merokok juga dapat menurunkan daya tahan tubuh, menyebabkan gangguan pernapasan, dan menurunkan kemampuan berolahraga. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa meningkatkan risiko kanker dan berbagai penyakit serius lainnya.

Tidak hanya kesehatan yang terancam, merokok juga membawa dampak negatif terhadap berbagai aspek kehidupan remaja. Salah satunya adalah masalah keuangan.

Sebungkus rokok yang dibeli setiap hari bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah dalam sebulan—uang yang seharusnya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat seperti pendidikan atau pengembangan diri.

Selain itu, merokok juga berdampak pada prestasi akademik. Kandungan nikotin dalam rokok dapat mengganggu konsentrasi dan daya ingat, sehingga membuat remaja lebih sulit fokus saat belajar. Tidak jarang, perokok remaja mengalami penurunan prestasi di sekolah karena kebiasaan ini.

Pilihan Gaya Hidup Sehat untuk Remaja

Namun, tidak semua remaja terpengaruh oleh tren merokok. Ada banyak yang dengan sadar memilih untuk menjauhinya. Bima, seorang pemuda yang aktif dalam komunitas olahraga, dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak tertarik untuk merokok. “Saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan berolahraga dan mengembangkan hobi saya. Rasanya lebih sehat dan lebih menyenangkan,” ungkapnya.

Kisah seperti ini membuktikan bahwa ada banyak cara lain untuk mengatasi stres dan tetap tampil keren tanpa harus merokok. Remaja yang ingin tetap percaya diri bisa mencoba berbagai aktivitas positif seperti olahraga, seni, atau bergabung dalam komunitas yang mendukung pengembangan diri.

Merokok dan Kaitan dengan Sustainable Development Goals (SDGs)

Fenomena ini ternyata juga berkaitan erat dengan beberapa tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dicanangkan oleh PBB.

Pertama, dari sisi kesehatan (SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera), jelas bahwa rokok sangat merugikan. Remaja yang merokok berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit serius di usia muda, seperti gangguan paru-paru, jantung, bahkan kanker. Kalau kita ingin menciptakan generasi yang sehat dan kuat, maka mengurangi jumlah remaja perokok adalah langkah penting.

Kedua, merokok juga bisa mengganggu pendidikan (SDG 4: Pendidikan Berkualitas). Banyak penelitian menunjukkan bahwa remaja yang merokok cenderung mengalami penurunan konsentrasi, lebih sering bolos, dan prestasinya menurun. Sebaliknya, remaja yang tidak merokok biasanya lebih fokus belajar dan punya peluang lebih besar untuk meraih cita-cita.

Yang ketiga, jangan lupakan dampak rokok terhadap lingkungan (SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Produksi rokok menyumbang banyak limbah kimia dan polusi. Puntung rokok yang dibuang sembarangan bisa mencemari tanah dan laut, bahkan berbahaya bagi hewan. Jadi, rokok bukan hanya merusak tubuh, tapi juga merusak bumi.

Mengurangi kebiasaan merokok di kalangan remaja bukan sekadar isu kesehatan, tapi juga bagian penting dari gerakan global untuk membangun dunia yang lebih sehat, cerdas, dan berkelanjutan.

Saatnya Remaja Memilih Hidup Sehat

Pada akhirnya, merokok bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi stres atau terlihat keren. Ada banyak pilihan yang lebih sehat dan bermanfaat bagi masa depan. Remaja perlu memahami bahwa keputusan yang mereka ambil hari ini akan berdampak besar pada kehidupan mereka di masa depan.

Jadi, apakah merokok benar-benar sepadan dengan risikonya? Atau sudah saatnya mencari alternatif yang lebih positif untuk mengekspresikan diri?