PELAKITA.ID – Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari terus berupaya menyesuaikan strategi operasionalnya tanpa mengurangi layanan maupun target kinerja.
Beberapa penyesuaian dilakukan, seperti penggabungan titik pelayanan untuk efisiensi dan pengurangan fasilitas yang tidak esensial tanpa mengorbankan kualitas layanan kepada pengguna jasa.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala PPS Kendari Syahril A. Raup pada saat mengikuti Program SIDAK PELAKITA, Sharing Informasi dari Kawasan Pesisir dan Laut Nusantara yang digelar oleh portal berita maritim Pelakita.ID, Senin, 3/3/2025.
Fungsi PPS Kendari menurut Syahil adalah menjalankan visi misi Pemerintah dalam hal ini KKP dan punya 14 tugas dan fungsi, mulai dari pelayanana operasi kapal perikanan hingga pendataan dan evaluasi. Terutama penerapan penangkapan ikan terukur di area kerja PPS Kendari.
Tantangan dan Harapan dalam Pengelolaan Tuna Sirip Kuning
Salah satu yang menjadi atensinya adalah tentang ikan tuna madidihang. Menurutnya, pemanfaatan ikan madidihang jika tidak dikontrol dari sekarang, maka akan mengancam kelestarian sumber daya di masa yang akan datang.
Hasil penelusuran Pelakita.ID, di PPS Kendari telah dilaksanakan penelitian atas hasil tangkapan per upaya dan potensi maksimum lestari ikan madidihang yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nur Amin, Andi Irwan Nur dan Latifa Fekri, mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK, UHO, Kendari menunjukkan bahwa nilai CPUE ikan madidihang setara pole and line berfluktuasi dari tahun 2016-2022.
Tahun 2017 mengalami kenaikan dengan nilai 1.831 kg/trip dan tahun 2019 terjadi penurunan dengan nilai 624 kg/trip.
Hasil potensi maksimum lestari ikan madidihang menggunakan model Schaefer dan Fox nilai upaya tangkapan optimum (FMSY) sebesar 1.913 trip, 1.562 trip dan nilai tangkapan maksimum (CMSY) sebesar 2.459.467 kg/tahun atau 2.459 ton/tahun, 2.341.013 kg/tahun atau 2.341 ton/tahun. Mereka menyimpulkan, status stok ikan madidihang di Laut Banda mengalami tangkap lebih (overfishing) di tahun 2016, 2017, dan 2018.
Laut Banda adalah salah satu perairan di Indonesia yang sangat berpotensi untuk menjadi tempat penangkapan ikan tuna yang sangat besar.
Perairan ini memliki tiga jenis ikan tuna utama yang ditangkap yaitu cakalang, tuna mata besar, dan tuna madidihang (Bailey et al., 2012; Chodrijah & Nugraha, 2013; Damora & Baihaqi, 2016). Potensi ini jika ditingkatkan akan berdampak positif bagi industri peikanan (Ramlah et al., 2022).
Syahril menyebut itulah alasan mengapa Pemerintah mengeluarkan peraturan terkait tuna madidihang yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/PERMEN-KP/2020 Tahun 2020 tentang Larangan Penangkapan Ikan Madidihang (Thunnus Albacares) di Daerah Pemijahan Dan Daerah Bertelur Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 714 Pada Bulan Oktober–Desember
Terkait regulasi ikan tuna madidihang ini, Syahril mengungkapkan, sebagai salah satu wilayah strategis dalam industri perikanan, khususnya tuna sirip kuning.
”PPS Kendari menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan regulasi yang membatasi aktivitas penangkapan di lokasi pemijahan tuna, terutama di wilayah sekitar Pulau Buru. Hal ini berdampak pada nelayan, khususnya di wilayah Maluku dan sekitarnya,” kata dia.
“Penurunan jumlah pole and line yang berpangkalan di PPS Kendari salah satunya disebabkan karena kapal pindah pelabuhan pangkalan ke pelabuhan lain yaitu Pelabuhan Umbele di Sulawesi Tengah yang kemungkinan secara operasional lebih menguntungkan karena lebih dekat dengan daerah penangkapannya,” kata Syahril.
Meski demikian, menurutnya perlu lebih cermat terkait dugaan penurunan pole and line.
Menurutnuya, jumlah pole anda line secara keseluruhan di WPP 714 perlu dicek kembali, kalau turun, berapa banyak penurunannya, atau jangan-jangan hanya di Kendari yang berkurang, namun nambah di pelabuhan lain.
Ditambahkan, dalam diskusi terbaru yang diikuti tim PPS Kendari dan pihak terkait, dibahas mengenai penurunan jumlah kapal pole and line, alat tangkap yang dikenal lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan ini adalah semakin sulitnya mendapatkan umpan hidup yang biasa diperoleh dari bagan-bagan di sekitar pesisir.
Diduga, faktor lingkungan, termasuk limbah dari industri tambang, turut mempengaruhi ketersediaan umpan hidup ini.
Terkait pole and line itu, Nilmawati, peneliti dan anggota tim Yayasan International Pole & Line Foundation (IPNLF) menyampaikan pihaknya memberi atensi dengan kondisi tersebut dengan mencoba melihat lebih dalam mengenai semakin berkurangnya aktivitas perikanan metode pole and line.
”Salah satu fokus utama adalah mencari alternatif umpan yang dapat menggantikan umpan hidup serta mengevaluasi kebijakan terkait alat tangkap dan zona penangkapan,” kata Nilmawati.
Merespon itu, Syahril menanggapi bahwa PPS Kendari bersama berbagai pihak, sebagaimana disampaikan Nilmawati, praktisi tuna Indonesia, termasuk Yayasan International Pole & Line Foundation (IPNLF) dan organisasi non-pemerintah lainnya, adalah mengupayakan solusi guna mendukung nelayan dan industri perikanan lokal termasuk keberadaan rumpon yang memang sejauh ini sudah dibatasi atau dilarang.
Menurut Syahril, Pemerintah juga telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan di WPP 714. Beberapa langkah strategis yang telah diambil antara lain pembatasan jumlah dan ukuran kapal (maksimal 30 GT).
”Lalu pelarangan penggunaan rumpon guna mencegah eksploitasi berlebih dan pengawasan ketat terhadap aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan tersebut,” sebutnya.
Namun, kata Syahril, tantangan utama yang masih dihadapi adalah efektivitas pengawasan di lapangan.
Untuk mengatasi hal ini, sudah ada penempatan armada pengawas di PPS Kendari guna meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi dan menjaga sumber daya ikan tetap lestari.
Ditambahkan Syahril, dalam mencapai target PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), PPS Kendari mengelola berbagai pelabuhan binaan yang tersebar di lima provinsi, termasuk Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.
“Pemantauan aktivitas perikanan di pelabuhan-pelabuhan ini menjadi tantangan tersendiri, terutama terkait pengawasan operasional dan akurasi data tangkapan,” ujarnya.
Untuk mengatasi kendala ini, PPS Kendari telah mengembangkan sistem pemantauan berbasis digital yang memungkinkan pemantauan secara real-time melalui dashboard kontrol.
”Masih diperlukan strategi lebih lanjut untuk memastikan koordinasi yang lebih efektif antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengumpulan dan pemanfaatan data perikanan,” sebutnya.
Mendorong Kolaborasi dan Transparansi Data
Salah satu isu krusial dalam SIDAK PELAKITA ini adalah bahwa dalam pengelolaan perikanan adalah keterbukaan data antara pemerintah daerah dan pusat.
“Banyak daerah yang masih enggan berbagi data tangkapan secara sukarela, padahal data ini sangat penting dalam pengambilan keputusan strategis terkait pengelolaan sumber daya ikan,” kata host Kamaruddin Azis, dariPelakita.ID.
Dia juga menyinggung perlunya breakthrough program di WPP 714 agar bisa menjadi wahana ekonomi atau sumber pendapatan negara dengan memperluas cakupan usaha, jenis komoditi dan pentingnya memastikan izin operasi kapal perikanan agar sesuai dengan lokasi peruntukannya.
Terkait itu, Syahril menanggapi bahwa sebagai langkah konkret, PPS Kendari secara rutin mengevaluasi kelengkapan data yang dikumpulkan dari berbagai daerah setiap tiga bulan sekali serta menggiatkan pemantauan lapangan.
Dia berharap agar ada dukungan dari Pemda terutama dalam memastikan tersedianya data dari pangkalan pendaratan ikan. Alasannya selain karena personil terbatas, juga karena rentang kendali yang luas sampai di Kalimantan.
“Harapannya, dengan kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah daerah, akademisi, serta organisasi non-pemerintah, data yang lebih akurat dan transparan dapat mendukung kebijakan perikanan yang lebih berkelanjutan,” tanggapnya.
:Dengan berbagai tantangan yang ada, PPS Kendari terus berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan di WPP 714. Melalui strategi efisiensi operasional, pengawasan yang lebih ketat,” sebut Syahril.
”Termasuk peningkatan transparansi data, diharapkan industri perikanan, khususnya tuna sirip kuning, dapat terus berkembang tanpa mengorbankan ekosistem laut,” ucap Syahril.
”Kolaborasi antara pemerintah, nelayan, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci utama dalam mencapai tujuan ini,” pungkasnya.