PELAKITA. ID – Data perikanan tuna merupakan salah satu parameter kunci dalam mengukur keberhasilan pengelolaan perikanan tuna.
Data perikanan yang baik menjadi modal utama dalam menyusun rencana pengelolaan perikanan tuna sehingga mampu memberikan manfaat optimal bagi pertumbuhan ekonomi wilayah, kesejahteraan pelaku usaha dan perikanan tuna tetap lestari.
Sayangnya, beberapa lokasi, pendataan perikanan tuna belum menjadi prioritas dalam pengelolaan tuna sehingga menghasilkan kualitas data yang rendah dan belum up to date sehingga seringkali menyulitkan peneliti dan pemerintah dalam proses penyusunan kebijakan pengelolaan tuna.
Hal tersebut menjadi latar belakang mengapa Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Syaahril Abdul Raup, menggeledahnya melalui pengkajian demi mengetahui kesesuaian standar pengumpulan data perikanan tuna, kelengkapan data serta kualitas data yang dihasilkan.
Dia mengumpulkan data dari keempat jenis sumber data tersebut di sembulan pelabuhan perikanan yang tersebar di WPP 573.
Tujuan penelitian
Menurut Syahril, penelitian ini secara umum bertujuan mengevaluasi kebijakan dalam kegiatan pendataan perikanan tuna yang telah diterapkan di daerah penelitian dan dampak dari pelaksanaan kebijakan pendataan tersebut.
”Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, secara spesifik penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut: mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan pendataan perikanan tuna pada sistem pendataan perikanan tuna; memetakan jenis data yang dibutuhkan oleh stakeholder dalam perumusan bahan kebijakan pengelolaan perikanan tuna.
Termasuk menentukan pihak-pihak yang berwenang terhadap pelaksanaan pendataan perikanan tuna, beserta sumber data yang dikuasai; dan menyusun konsep pendataan perikanan tuna yang terintegrasi
Lokasi Penelitian
Penelitian yang berlangsung pada November 2021 hingga dengan Desember 2024 ini berlokasi pada 9 pelabuhan perikanan yang menjadi lokasi pendaratan Tuna di Wilayah Pengelolaan Perikanan 573.
Pada Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap, PPS Nizam Zachman Jakarta, Pelabuhan Umum (PU) Benoa, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, PPN Prigi.
Lalu di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Lombok, PPP Pondok Dadap, Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun dan PPI Kedonganan
Metodenya meliputi pengamatan kegiatan pendataan langsung dilakukan petugas pendataan, melakukan wawancara dengan petugas pendataan.
”Termasuk melakukan diskusi terfokus dengan para pihak yang terkait dengan kegiatan pendataan dan pelaku usaha/nelayan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kesenjangan data, analisis kebutuhan data, dan analisis integrasi pendataan perikanan tuna,” terang Syahril.
Hasil kajian
Pertama, identifikasi pendataan perikanan tuna di WPP 573 menunjukan bahwa standar operasional prosedur (SOP) pendataan logbook, Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) dan observer on board mengarahkan pada pengelolaan data perikanan yang sistematis dan terverifikasi.
Kedua, kepatuhan nelayan dalam pelaporan data logbook menunjukkan bahwa hanya 30 persen nelayan yang mematuhi prosedur pelaporan, sementara 70 persen tidak patuh, mengindikasikan adanya masalah dalam 3 proses pengumpulan data dan sistem pelaporan.
Sebaliknya, analisis pelaporan PIPP menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih baik, dengan 77,25 persen nelayan mematuhi prosedur, meskipun 22,75 persen masih tidak patuh, yang dapat mempengaruhi kelengkapan data.
Ketiga, perbandingan data produksi antara berbagai sumber menunjukkan bahwa data dari PIPP mencatat nilai produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan data logbook dan observer, serta mencatat upaya penangkapan dan produktivitas yang lebih besar
Keempat, kesenjangan data perikanan tuna yang bersumber dari tiga sistem pendataan utama yaitu logbook, PIPP, dan observer digambarkan oleh nilai covarian yang berkisar antara -8,24 hingga -0,01 untuk data produksi, rentang -2,42 hingga 0,14 untuk data upaya penangkapan, dan rentang -10,83 hingga -0,01 untuk data CPUE.
Kelima, nilai covarian yang rendah dan negatif tersebut menunjukkan penyebaran data sangat luas dan potensi data yang kurang representatif, mengindikasikan adanya ketidakseragaman dan inkonsistensi dalam data yang dikumpulkan
Keenam, ketersediaan data terkait alat penangkap ikan (90%), kapal penangkap ikan (93 persen), dan volume serta nilai produksi perikanan (92 persen) menunjukkan bahwa informasi ini terdokumentasi dengan baik.
Sedangkan data panjang dan berat ikan hasil tangkapan (73 persen) serta sebaran dan musim penangkapan ikan (66persen) memerlukan perbaikan dalam pengumpulan informasi tersebut.
Ketujuh, pemerintah merupakan pihak yang paling berperan dalam penyediaan pendataan perikanan tuna, dengan kontribusi mencapai 69,23 persen.
Kedelapan, kontribusi asosiasi perikanan cukup signifikan pada angka 20,98 persen, tetapi kontribusi dari akademisi, mahasiswa, NGO, dan peneliti relatif kecil, berkisar antara 1,40% hingga 2,80%.
Kesembilan, petugas pendataan sebagian besar (90 persen) mematuhi prosedur pendataan harian, terdapat ketidaksesuaian dalam pencatatan laporan pemindahan ikan, dengan hanya 48 persen yang melaporkan data tersebut.
Kesepuluh, mayoritas petugas observer menunjukkan kompetensi tinggi dalam pengumpulan data perikanan tuna, namun terdapat kekurangan dalam pencatatan data transhipment dan penggunaan form manual untuk data biologi ERS dan ETP.
Kesebelas, pelabuhan perikanan kelas A dan B telah menerapkan sistem pendataan perikanan secara komprehensif, mencakup pengumpulan data rinci mengenai kapal, alat tangkap, hasil tangkapan, dan aktivitas operasional.
Sementara itu, pendataan oleh observer di pelabuhan kelas A telah dilaksanakan termasuk informasi teknis terkait alat tangkap dan kondisi hasil tangkapan
Keduabelas, prioritas kebijakan dan strategi pengelolaan pendataan pendataan perikanan tuna yaitu pengembangan pusat data perikanan terintegrasi, diikuti dengan kebijakan lainnya yaitu sarana dan sistem informasi yang mudah diakses, menyediakan tenaga pendata yang berkualitas, merancang sistem pembiayaan non pemerintah, dan efektivitas sistem informasi dan teknologi pendataan.
Ketigabelas, prioritas alternatif kebijakan dan strategi pengelolaan pendataan pendataan perikanan tuna yaitu meningkatkan ketersediaan data, diikuti dengan alternatif lainnya yaitu mempercepat pemenuhan kebutuhan data, meningkatkan kapasitas dan kuantitas pendata, penguatan anggaran pendataan, dan pemanfaatan IT dan infrastruktur pendataan perikanan tuna.
Doktor di IPB
Putra Luwu Raya, Syahril Abd Raup yang merupakan alumni Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Unhas ini menyelesaikan studi Doktoral pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan di bawah Komisi Pembimbing Prof. Dr. Yonvitner, S.Pi., M.Si, Prof. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Dr. Ali Mashar, S.Pi., M.Si.
Pada Senin, 23 Desember 2024 telah melaksanakan ujian tutup di Ruang Diskusi Internasional dengan Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si. (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan Dr. Ir. Ridwan Mulyana, M.T. (Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Sidang Promosi Terbuka pada Rabu 5 Februari 2025 di Ruang Diskusi Senat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan denngan penguji Luar Komisi Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si dan Dr. Ir. Ridwan Mulyana, M.T. (Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Editor: Kamaruddin Azis