Legasi Akbar Tahir pada proyek konservasi penyu dukungan Mohamed ‘MBZ’ bin Zayed di Balabalakang Sulbar

  • Whatsapp

DPRD Makassar

Prof Akbar Tahir adalah pakar mikorobiologi dan pencemaran laut. Sebelum meninggal, Prof Akbar terkenal sangat getol dalam mendorong parrtisipasi stakeholder dalam memerangi sampah yang merusak keseimbangan ekosostem pesisir dan laut.

PELAKITA.ID – Moḥamed bin Zāyed Āl Nahyān atau terkenal dengan sebutan MBZ adalah presiden ketiga Uni Emirat Arab. Dia pesohor dan penguasa tajir Abu Dhabi.

Dia putra ketiga dari Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, yang merupakan presiden pertama UEA dan penguasa Abu Dhabi.

Read More

Presiden pertama Zayed wafat pada November 2004 dan jabatannya digantikan putra sulungnya Sheikh Khalifa bin Zayed. Khalifa menderita stroke pada Januari 2014, sehingga MBZ menjadi penguasa de facto Abu Dhabi.

MBZ mengendalikan hampir setiap aspek pembuatan kebijakan UEA. Dia dipercayakan dengan sebagian besar pengambilan keputusan sehari-hari di emirat Abu Dhabi sebagai putra mahkota Abu Dhabi.

The New York Times menamainya sebagai penguasa Arab paling kuat dan salah satu orang paling berkuasa di Bumi. Dia dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Orang Paling Berpengaruh tahun 2019 versi Time.

MBZ pula yang telah menyetujui pendirian Yayasan yang berorientasi pada konservasi lingkungan termasuk ikut serta dalam membantu pelestarian ekosistem, pesisir laut dan spesies langka seperti penyu.

Informasi itu disampaikan oleh Dr Shinta Werorilangi, akademisi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas saat ditemui Pelakita.ID pada 4 Januari 2023 di ruang WD3 FIKP Unhas.

Legasi Prof Akbar Tahir

Shinta menyebut dukungan MBZ atau The Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund itu merupakan rintisan sekaligus legacy Putra Sulbar almarhum Prof Akbar Tahir, guru besar Mikrobiologi Laut Unhas yang juga pernah menjadi Kepala Bappeda Sulawesi Barat.

“Prof Akbar Tahir adalah sosok yang merintis kerjasama atau adanya dukungan MBZ ini,” kata Shinta terkait Akbar Tahir yang berpulang setahun lalu.

In memoriam Prof Akbar Tahir. Alfatihah. (credit: Yayu A La Nafie)

Akbar adalah pakar mikorobiologi laut dan pencemaran laut. Sebelum meninggal, Prof Akbar terkenal sangat getol dalam mendorong parrtisipasi stakeholder dalam memerangi sampah yang merusak ekosostem pesisir dan laut.

Beberapa proyek yang pernah ditanganinya adalah proyek prestisius pengelolaan terumbu karang COREMAP I, II dan III serta sejumlah proyek pengelolaan sampah plastik. Jaringannya dari Australia, Amerika hingga negara-negara Skandinavia.

Jaringannya yang luas memberinya banyak keleluasaan untuk bertemu banyak orang dan berbagi gagasan perubahan.

Menurut Shinta, The Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund  mendukung pengelolaan program yang sebagian tenaga intinya adalah dosen FIKP Unhas.

“Sejak berpulangnya Prof Akbar, yang menjadi team leader adalah Prof Jamaluddin Jompa, rektor Unhas kini,” ujar Shinta yang didapuk sebagai Project Manager.

“Sejak berpulangnya Prof Akbar memang sempat vakum, belum lagi pandemi sehingga perlu penyesuaian. Apalagi lokasi program ini cukup jauh yaitu di Bala-Balakang tepatnya di Pulau Salisingan dan Taka Durian, Sulawesi Barat, Kampung halaman Prof Akbar,” imbuhnya.

Shinta yang merupakan pakar pencemaran laut ini menyebut proyek ini membangun Kawasan Konservasi Laut untuk penyu di Sulawesi Barat, Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah Mamuju dan Sulawesi Barat.

“Penyu bergantung pada karang dan habitat lamun untuk bertahan hidup. Kedua ekosistem ini memberi penyu makanan, tempat berlindung, dan tempat beranak pinak,” jelasnya.

Program ini memberi prioritas pada upaya pelestarian, perlindungan.

“Kami telah melaksanakan survei untuk penentuan area konservasi karang, lamun dan penyu di daerah tersebut. Setelah itu menggelar apa yang disebut transplantasi karang dan transplantasi lamun,” lanjutnya.

Menurut salah seorang anggota tim untuk bidang lamun, Dr Yayu A. La Nafie, pihaknya telah melakukan transplantasi lamun dengan mengambil lamun dari lokasi setempat dan juga dari pulau lain.

“Lamun ditransplantasikan untuk meningkatkan total area tutupan, harapannya dari 26 persen menjadi 30 hektar di satu lokasi dan dari 1,18 menjadi 2,5 hektar di lokasi kedua,” jelasnya.

Yayu menyebut anggota masyarakat setempat dilibatkan dan dilatih untuk membantu pemantauan, evaluasi dan pengelolaan tutupan lamun dan terumbu karang yang ditransplantasikan; baik cakupan maupun kondisinya.

“Kita juga mendorong warga untuk meningkatkan mata pencaharian dengan usaha budidaya perikanan atau perikanan ramah lingkungan. Kita dorong warga untuk membudidayakan rumput laut juga memberikan mereka penghasilan selain dari menangkap ikan,” terangnya.

Menurut Shinta dan Yayu, program dukungan The Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund ini akan berlangsung hingga 2024 dan ke depan sudah ada beberapa rencana seperti perluasan kampanye pelestarian lamun, karang dan spesies langka seperti penyu.

“Tahun ini, selain monitoring hasil transplan karang dan lamun, juga monitoring jumlah penyu yang datang akibat transplan kami. Juga memulai perijinan di KKP dan diskusi intensif dengan Pemda Sulbar terkait Perda,” ucap Shinta.

“Harapan kita bukan hanya masyarakat di Bala-balakang tetapi seluruh Sulsel, Indonesia peduli pentingnya pelestarian penyu, dan itu hanya bis ajika kita lindungi terumbu karang dan lamun habitat mereka,” tegas Shinta.

Pada tingkat desa, pihaknya mendorong adanya peraturan desa, pengawasan bersama, peningkatan kapasitas usaha dan monitoring ekosistem.

“Termasuk kita sinergi dengan rencana pengembangan Kawasan Konservasi Perairan yang sedang dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah Provinsi di Bala-Balakang,” jelasnya.

Menurutnya, proyek istimewa dukungan MBZ dari Uni Emirat Arab dan dikerjasamakan dengan FIKP Unhas ini harapannya akan menghasilkan sebuah Peraturan Daerah untuk Kawasan Konservasi Penyu.

“Perda yang menjaga, mengelola, memanfaatkan dan mengawasi keberlanjutan kawasan Perairan Bala-Balakang dan sekitarnya, kawasan dimana penyu dan spesies lainnya menjadi masa depan Sulawesi Barat dan Indonesia,” terang Shinta.

“Saya bisa menyebut ini proyek rintisan Prof Akbar dan bisa menjadi motivasi bagi Unhas untuk perluas kerjasama dengan lembaga atau pemerintah dari Timur Tengah,” pungkas Shinta yang juga pengurus IKA Unhas Wilayah Sulawesi Selatan ini.

Editor: K. Azis

Related posts