Inspirasi Doktor Yayu Anugrah La Nafie, Pakar Lamun dari Unhas

  • Whatsapp
Foto kenangan tahun 2016, Yayu Anugrah La Nafie saat resmi menyandang gelar Doktor dari kampusnya di Belanda, turut hadir Prof Jamaluddin Jompa yang sekarang Rektor Unhas (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Ada fakta istimewa pada Serah Terima Hasil Pekerjaan Proyek Konservasi Penyu dari Tim FIKP Unhas kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang berlangsung di Unhas Convention Hotel Tamalanrea, 8/3/2024.

Dua tokoh dari dua provinsi hadir, mereka adalah Sekretaris Provinsi Sulbar, Dr Muhammad Idris dan Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa.

Keduanya mengaku hadir karena komitmen dan kecintaan pada Unhas sehingga event seperti ini tak terlewatkan.

Read More

“Saya ada sejumlah kegaitan pada saat yang sama namun karena ada kegiatan ini, saya geser semua,” kata Muhammad Idris yang juga ketua Ketua IKA Unhas Sulbar ini disambut tepuk tangan peserta pertemuan.

Idris ingin agar Unhas terus berkontribusi pada pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Sulbar.

“Kami berharap meski telah ada serah terima hasil proyek ini namun ke depan kerjasama terus berjalan,” kata dia yang datang lengkap bersama Camat Balabalakang, Kadis DKP Sulbar dan tokoh kebudayaan maritim Sulbar, Ridwan Alimuddin.

Dia juga mengharapkan agar Kadis Kelautan dan Perikanan Sulbar yang juga alumni Unhas, Suyuti Marzuki untuk mengawal dan segera menggelar fasilitasi tindak lanjut.

Yang juga Istimewa adalah terkuaknya informasi tentang betapa penting dan strategisnya peran ekosistem lamun (seagrass) untuk menopang keberlanjutan kehidupan ekosistem laut, bukan hanya di Perairan Sulbar tetapi seluruh perairan Nusantara.

Informasi tersebut disampaikan Dr Yayu Anugrah La Nafie, pakar lamun yang juga terlibat pada proyek Konservasi Penyu di Balabalakang, Sulawesi Barat yang menjadi fokus serah terima hasil proyek.

Dia bertanggungjawab untuk mempromosikan urgensi lamun pada keberlanjutan fungsi ekosistem laut termasuk pada konservasi penyu di Balabalakang.

Di depan peserta pertemuan, Yayu yang merupakan alumni Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas (sekarang FIKP) angkatan 90 sekaligus peraih gelar Doktor pada Radbound University, Department of Environmental Science, Nijmegen, Netherlands ini menyebut keberadaan ekosistem lamun adalah penentu keberlanjutan hewan laut penting seperti penyu hingga dugong.

Penyu, kata Yayu, bergantung pada karang dan habitat lamun untuk bertahan hidup.

“Kedua ekosistem ini memberi penyu makanan, tempat berlindung, dan tempat beranak pinak,” kata dia.

Proyek tersebut memetakan potensi, survei sosial ekonomi, asesmen area konservasi karang, lamun dan penyu di daerah tersebut. Lalu menggelar apa yang disebut transplantasi karang dan transplantasi lamun.

Dilaksanakan transplantasi lamun dengan mengambil lamun dari lokasi setempat dan juga dari pulau lain.

Disebutkan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan total area tutupan, harapannya dari 26 persen menjadi 30 hektar di satu lokasi dan dari 1,18 menjadi 2,5 hektar di lokasi kedua.

Pada proyek ini, anggota masyarakat setempat dilibatkan dan dilatih untuk membantu pemantauan, evaluasi dan pengelolaan tutupan lamun dan terumbu karang yang ditransplantasikan; baik cakupan maupun kondisinya.

Termasuk mendorong warga untuk meningkatkan mata pencaharian dengan usaha budidaya perikanan atau perikanan ramah lingkungan.

“Kita dorong warga untuk membudidayakan rumput laut juga memberikan mereka penghasilan selain dari menangkap ikan,” kata dia.

Yayu menyampaikan itu saat menjelaskan apa saja kegiatan yang dilaksanakan di bawah naung kerjasama proyek bernama “Establishment of Salissingan Island Marine Protected Area through Local Community Engagements in Coral Reef and Seagrass Ecosystems Management for Marine Turtles Conservation” yang dimulai pada Februari 2021 dan berakhir pada 29 Februari 2024.

Kegiatan tersebut, adalah kerjasama antara Marine Plastic Research Group (MPRG), FIKP Unhas dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat atas dukungan  grant dari Mubadala Petroleum melalui Mohamed bin Zayed Foundation Ltd (MBZ).

Yayu La Nafie (ujung kanan) bersama kolega seangkatan kuliah di ITK Unhas (dok: istimewa)

Yayu menambahkan, ekosistem laut Indonesia merupakan bagian penting dari warisan alam dunia, mewakili keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia dan mendukung produksi makanan laut terbesar kedua di dunia.

Dari pengalaman proyek di Salingsingan Balabalakang, lanjut Yayu, maka jelas sekali, lamun merupakan bagian penting dari dukungan keberlanjutan daya dukung lingkungan tersebut.

“Dukungan ekosistem lamun terhadap jasa ekosistem sangat nyata hanya saja luasan ekosistem ini semakin berkurang dari waktu ke waktu,” ucapnya.

Dia mengatakan, keberadaan, kondisi kesehatan lamun, merupakan akibat dari perubahan kondisi lingkungan yang sebagian besar disebabkan oleh pembangunan pesisir, reklamasi lahan, penangkapan ikan yang berlebihan hingga pembuangan sampah.

“Inisiatif pengelolaan yang didukung masyarakat menyediakan satu mekanisme untuk perlindungan lamun seperti yang dilakukan di Balabalakang melalui skema proyek ini,” kata dia.

“Yang dilakukan di sana adalah transplantasi lamun pada sejumlah ekosistem yang sebelumnya dianggap densitas tinggi,” ucapnya.

Ada juga donasi lamun, yaitu mengajak warga untuk berinisiatif menambal atau menyisip lamun pada ekosistem.

Dia menyarankan agar kerjasama pemerintah daerah dan pihak terkait untuk melindungi kawasan di maksud dengan regulasi dan pengawasan pemanfaatan, baik terhadap perikanan tangkap maupun budidaya laut.

“Pelaksanaan penanaman lamun selama proyek ini berjalan tidak mudah, selain karena kondisi medan yang berat juga karena masih rendahnya kesadaran warga untuk konservasi spesies dan ekosistem seperti lamun ini,” ucap Yayu.

Mengapa Lamun Penting

Pada Laporan Inventarisasi Jenis, Kelimpahan Dan Biomas Ikan di Padang Lamun Pulau Barranglompo Makassar yang ditulis Yayu A La Nafie bersama Supriadi dan Andi Iqbal Burhanuddin disebutkan, padang lamun sebagai salah satu ekosistem di perairan dangkal mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap produksi perikanan di Indonesia.

Banyak biota-biota laut ekonomis penting yang menjadikan padang lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan atau memijah seperti ikan, moluska dan sebagainya.

Ikan atau biota-biota penghuni padang lamun umumnya juga mempunyai status yang beragam dalam hal keberadaannya di padang lamun.

Ada ikan yang menetap secara penuh dan menjadikan padang lamun sebagai habitat untuk mencari makan dan berlindung.

Tak hanya itu, ditemukan juga ikan yang berada di padang lamun hanya sementara, dan umumnya ikan-ikan jenis ini menggunakan padang lamun sebagai tempat untuk mencari makan pada waktu-waktu tertentu.

Keberadaan ikan di padang lamun biasanya dipengaruhi oleh kondisi padang lamun dan kondisi ekosistem-ekosistem di sekitarnya seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang.

Hal tersebut pada ikan-ikan yang tinggal di kedua ekosistem tersebut tetapi menjadikan padang lamun sebagai tempat mencari makan.

Pada hasil penelitian mereka ditemukan, jumlah ikan yang ditemukan sebanyak 105 ekor yang berasal dari 19 jenis, mewakili 18 famili dengan total biomas mencapai 8.556,5 g.

Jenis yang memiliki biomas terbesar yaitu Plotosus anguilaris. Sebagian besar ikan yang ditemukan adalah jenis ikan karang yang mengunjungi padang lamun untuk sementara.

Ikan-ikan tersebut membentuk empat kelompok yang sebagian mengelompok secara spasial-temporal, namun sebagian tidak memiliki pola pengelompokan.

Pemerintah pun memandang perlu untuk mengidentifikasi potensi dan sebaran lamun ini.

Yayu La Nafie, keempat dari kiri bersama mahasiswa dan tenaga pengajar Ilmu Kelautan Unhas (dok: Abdul Haris/Istimewa)

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI pekan ini menandatangani kerjasama tentang Kegiatan National Seagrass Mapping Framework Development and Implementation Project in Indonesia dengan UGM, Pusat Riset Oseanografi BRIN, Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Ini bagian dari pencanangan program dan lima kebijakan implementasi ekonomi biru yang mengedepankan keseimbangan ekologi dan ekonomi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Kontribusi Jurnal

Selain penelitian di Pulau Barrang Lompo itu, ada beberapa kajian atau penelitian yang telah dibesut Yayu La Nafie.

Kepakaran Yayu pada lamun dapat dilihat pada penguasaannya pada aspek botani lamun.  Di antaranya, tentang Seagrass density correlates with burrow abundance and size in the Zebra Mantis Shrimp (Stomatopoda: Lysiosquillidae).

Kajian itu tentang hubungan kondisi lamun dan kelimpahan udang mantis.

Lalu ada kajian mengenai Local Ecological Knowledge Reveals Change in Seagrass Social–Ecological Systems. Juga tentang Restored seagrass beds support Macroalgae and Sea Urchin communities.

Berikutnya tentang stok karbon dan padang lamun dengan judul Seagrass carbon stock estimation in Panrangluhu coastal waters using remote sensing technology.

Juga tentang Changes in seagrass carbon stock: implications of decreasing area and percentage cover of seagrass beds in Barranglompo Island, Spermonde archipelago, South Sulawesi, Indonesia

Secara spesifik, Yayu adalah pakar tentang lamun pada dimensi marine science; marine botany; seagrass bio-ecology.

Dia juga aktif berkontribusi pada sejumlah jurnal via Scopus Elsevier bergenre Ekologi Kelautan.

Beberapa judul studinya di antaranya A comprehensive analysis of mechanical and morphological traits in temperate and tropical seagrass species dalam tahun 2016.

Dia menjadi kontributor bersama peneliti De los Santos, C.B.; Onoda, Y.; Vergara, J.J.; Pérez-Lloréns, J.L.; Bouma, T.J.;  Y.A.; Cambridge, M.L.; Brun, F.G.

Juga pada jurnal berjudul Uptake of nitrogen from compound pools by the seagrass Zostera noltii. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, dalam tahun 2014 bersama Van Engeland, T.; van Katwijk, M.M.; Bouma, T.J.

Lalu, Biomechanical response of two fast-growing tropical seagrass species subjected to in situ shading and sediment fertilization. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology,  2013 bersama de los Santos, C.B.; Brun, F.G.; Mashoreng, S.; van Katwijk, M.M.; Bouma, T.J.

 

Editor: K. Azis

Related posts