PELAKITA.ID – Hardin, Alumni Program Bekal Pemimpin 2021 UID adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja sebagai Kepala Bidang Perizinan dan Pengelolaan TPI Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi.
Dia juga Kepala Bidang Advokasi dan Pendampingan Pelaku Kelautan dan Perikanan, Pusat Kajian dan Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Pusaran KP).
Sosok alumni Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin tersebut mengikuti Program Bekal Pemimpin, wadah belajar dan berbagi pengetahuan yang diadakan oleh lembaga United in Diversity (UID) dan beberapa lembaga internasional lainnya.
Berikut kisahnya
Tujuan program ini sungguh luhur: mencita-citakan pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan dengan berakar pada nilai-nilai dan kearifan lokal yang telah menjaga planet kita dari generasi ke generasi – dengan berinvestasi pada manusia, tempat, dan potensi.
Saya mengikuti kegiatan tersebut melalui beberapa tahapan seleksi dari ratusan pendaftar dan akhirnya terpilih menjadi salah satu peserta program pada tahun 2021, mulai dari bulan Mei sampai September 2021 secara online dan melanjutkan program prototype kelompok sampai sekarang.
Pesertanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan mewakili dari berbagai lembaga pemerintah pusat, daerah dan lembaga non pemerintah.
Banyak hal yang sangat berharga saya dapatkan dan rasakan dalam program ini.
Saya berharap program ini terus berlangsung dan banyak lagi calon-calon pemimpin muda bisa ikut dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada dua hal yang saya rasakan yaitu bangga dan sedih.
Saya bangga karena bisa bergabung di program bekal pemimpin yang luar biasa dan bertemu dengan orang-orang hebat yang sepaham akan kebutuhan alam semesta dan dunia saat ini yaitu berkeadilan, berkelanjutan dan berkearifan lokal dalam berkontribusi dalam peradaban kehidupan ini.
Saya merasa sedih karena ternyata masih banyak PR besar dan tanggug jawab moral pribadi dan bersama untuk melakukan berbagai perubahan kehidupan lebih baik dengan berbagai macam tantangan dan hambatan.
Ternyata, kita semua tidak bisa sendiri untuk melakukannya tetapi harus bersama dan bergotong royong untuk membuat inovasi sistem yang tepat sebagai solusi permasalahan kehidupan.
Selain perasaan bangga dan sedih, juga berbagai nilai-nilai, wawasan dan pelajaran yang bisa dipetik dalam proses pembelajaran Bekal Pemimpin.
Pertama, Pemimpin masa depan ternyata membutuhkan keterbukaan untuk melakukan perubahan yang massive pada setiap sektor yang digeluti sebagai kontribusinya untuk merubah alam dan manusia lebih baik.
Bukan hanya itu, penting juga adalah komitmen harus selalu melekat pada setiap pemimpin masa depan sebagai agen pengubah diri sendiri, keluarga dan lingkungannya serta dunia.
Keterbukan dan komitmen adalah sebuah kunci pemimpin masa depan yang harus dilahirkan. Semoga melalui Program Bekal Pemimpin bisa terlahir.
Kedua, ada empat faktor kunci yang bisa menjadi motor penggerak dalam mencapai level berkelanjutan. Pertama, Terapan Ilmu pengetahuan dalam membuat setiap regulasi dan kebijakan. Kedua, Selalu memperhitungkan manfaat ekonomi dan biaya dalam melakukan implementasi program. Ketiga, Peran kelembagan harus clear dan proporsional serta professional. Keempat, Ada aturan dan aturan tersebut harus ditegakkan.
Selain itu, dalam mencari pokok permasalahan harus menggunakan teori gunung es yaitu menggali informasi mulai dari dasar, kolom dan permukaan sumber masalah sehingga jelas apa yang mau diintervensi dan tepat dan mendapatkan win win solution.
Ketiga, Masyarakat Hukum Adat (MHA) adalah Modal Kunci Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Berkelanjutan.
MHA didefinisikan sebagai sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada dalam MHA bisa menjadi ruang kontribusi dan peran dalam pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.
Keempat, mendengarkan itu nikmat. Belajar mendengarkan satu sama lain dengan memberikan kesempatan kepada lawan bicara untuk memberikan cerita atau gagasan dan sebaliknya akan membantu memahami makna.
Selain itu, mendengarkan seolah-olah menjadi pemilik ceritanya sehingga masuk dalam bingkai percakapan sehingga nikmat mendengarkan.
Kunci lainnya adalah membuka diri untuk mendapatkan masukan dan kepentingan orang lain yang mungkin tidak sepaham, biarkan mengalir bagaikan air sungai dan akan ada saatnya kita memberikan tanggapan yang sesuai, pilihlah waktu yang tepat hingga terasa nikmat.
Kelima, sebuah langkah merubah organisasi menjadi lebih baik adalah membangunan kesadaran kolektif. Membangun sebuah kesadaran kolektif untuk bisa merubah paradigma Ego-ral (Egoisme-Sektoral menjadi Eko-ral (Ekosistem-Sektoral) artinya Kita tinggalkan perasaan egoisme atau kepentingan sendiri atau kelompok dan mari kita membangun kesadaran untuk melihat kepentingan bersama dan ekosistem bersama sebagai sebuah kesatuan yang saling mendukung dan menguatkan untuk mencapai tujuan.
Keenam, kunci perubahan adalah dimulai dari diri sendiri menjadi teladan. Setiap individu harus bisa menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan harus mampu mengevaluasi diri untuk perbaikan sikap.
Dengan banyak mendengan dan banyak melakukan akan memberikan pesan positif dan contoh bagi orang sekitar kita. Selalu melakukan sharing pengetahuan dan informasi pada dunia sekitar kita.
Menjadi bagian dari perubahan dengan merasa bertanggung jawab dalam kehidupan sosial (Social Responsility/SR). Selalu melakukan hal-hal sederhana namun bernilai lebih dikomunitas kita dengan slogan; “Just Do It The Better Things”. Artinya jangan malu melakukan kebaikan sebagai orang pertama dan terakhir, lakukan lah semampunya dan kapan saja.
Ketujuh, salah satu kekuatan pembangunan berkelanjutan adalah Kearifan Lokal (Local Wisdom). Local Wisdom Power (LWP) atau The Power of Local Wisdom bisa menjadi kekuatan baru untuk mencapai tujuan pembangunan keberlanjutan.
Nilai-nilai kearifalan lokal yang sudah lama dimiliki oleh nenek moyong kita dimana didokumenkan dan dilestarikan melalui Masyarakat Hukum Adat (MHA) bisa dinternalisasi diera moderen dengan dukungan kebijakan pemerintah. Melalui transformasi pengetahuan ke pada generasi muda tentang nilai kearifan local akan menjadi modal kunci dalam perubahan mindset, prilaku dan moral peduli terhadap perubahan yang lebih baik.
Dengan demikian ketujuh highlights di atas akan menjadi pengingat pembelajaran buat saya dan mungkin buat orang lain.
Terkadang, kita perlu menjadi orang lain untuk merasakan dan memahami apa yang dirasakannya dan dialaminya sehingga bisa menjadi cerminan diri dan referensi perbaikan yang alami.
Melihat orang sebagai diri sendiri selalu punya nilai walaupun hanya sebutir pasir. Jangan berhenti belajar dari alam sekitar, jangan berhenti menulis dari apa yang dirasakan dan jangan berhenti berbagi dari apa yang telah didapatkan.
Bagi saya, wadah Bekal Pemimpin adalah holding space dan ruang pembelajaran yang terus berjalan dan tiada akhirnya, I hope that.
Editor: K. Azis