Oktavianty, mahasiswa program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Hasanuddin membagikan perspektifnya atas posisi utang Indonesia pada Lembaga-lembaga keuangan internasional. Simak yuk!
PELAKITA.ID – Utang luar negeri merupakan suatu bentuk pinjaman yang diadakan untuk membiayai kekurangan biaya-biaya yang digunakan untuk pembangunan yang tujuan akhirnya adalah untuk dapat memajukan berbagai sektor pembangunan.
Di tahun 2020, dijelaskan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia dalam publikasinya terkait strategi pembiayaan tahunan melalui utang, bahwa tujuan dari pembiayaan melalui utang di tahun 2020 di antaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan APBN.
Selain itu, membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang optimal dan risiko yang terkendali; dan kedua, mendukung penanganan pandemi corona virus disease (COVID-19) serta menjaga stabilitas perekonomian nasional atau sistem keuangan.
Utang luar negeri sendiri dapat diartikan sebagai modal yang diberikan oleh negara lain (luar negeri) yang digunakan untuk meningkatkan modal keperluan dalam negeri, pinjaman ini merupakan sumber pembiayaan alternatif yang digunakan dalam pembangunan dalam negeri.
Dalam menutup kekurangan yang dialami suatu negara terutama dalam hal pembangunan tentu saja pengadaan utang luar negeri merupakan salah satu cara yang ditempuh, pengadaan utang luar negeri didapatkan dengan menjalin hubungan kerjasama antar negara.
Berdasarkan statistik utang luar negeri (SULNI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia mencatat terdapat lebih dari 15 negara yang telah menjadi negara pemberi pinjaman yang menjalin kerjasama dengan Indonesia di antaranya Amerika dan Tiongkok, dan ini di luar dari negara yang masuk ke dalam Amerika lainnya, Eropa lainnya, Asia lainnya dan sindikasi negara-negara.
Pada akhir triwulan III 2021 tercatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar 423,1 miliar dolar AS atau tumbuh 3,7 persen (yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yakni sebesar 2,0 persen (yoy) pertumbuhan ini disebabkan pertumbuhan ULN sektor publik maupun swasta.
Secara umum di tahun 2021 utang luar negeri mengalami peningkatan tercatat di tahun 2020 utang luar negeri adalah sebesar 417,033 miliar dolar AS, peningkatan ini sesuai dengan laporan statistik utang luar negeri disebabkan oleh adanya peningkatan pada ULN pemerintah dan swasta, ULN pemerintah mengalami petumbuhan sebesar 4,1 persen (yoy) atau sebesar 205,5 milliar dolar AS di triwulan III 2021 yang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2021.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh lebih tingginya pembayaran pinjaman yang jatuh tempo dibandingkan dengan penarikan pinjaman, utang luar negeri juga digunakan oleh pemerintah sebagai upaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Dari sisi ULN swasta, ULN swasta dinilai meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yakni 0,2 persen (yoy) atau sebesar 208,5 milliar dolar AS di triwulan III 2021.
Dengan semua peningkatan posisi ULN ini, ULN Indonesia dinyatakan oleh bank Indonesia masih dalam kondisi sehat dan terkendali, hal ini dilihatnya dari rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebelumnya di tahun 2020 sebesar 39,37 persen menurun menjadi 36,98 persen di triwulan III 2021, rasio ini menunjukkan kemampuan suatu negara dalam membayar utang tanpa menimbulkan utang lebih lanjut yang terlaksana melalui kegiatan produksi dan penjualan barang dan jasa.
Adanya utang luar negeri sangat membantu suatu negara untuk terus mengembangkan dan mendukung perekonomian dalam negeri, sebagaimana fungsinya sebagai sumber pembiayaan alternatif apabila ULN dikelola dengan hati-hati maka peningkatannya akan dibarengi dengan peningkatan ekonomi di negara bersangkutan, kondisi ini juga tercermin di Indonesia seperti yang telah dijelaskan bahwa rasio utang terhadap PDB menurun.
BPS menyatakan adanya pertumbuhan ekonomi sebesar 3,51 persen (yoy) terutama di lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang pertumbuhan adalah 14,06 persen yang dinilai sebagai pertumbuhan terbesar di triwulan III 2021.
BPS juga menyatakan bahwa pertumbuhan ini terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali pada kelompok pulau bali dan nusa tenggara yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,09 persen.
Hal yang sama juga disampaikan oleh kepala departemen komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dijelaskan bahwa pertumbuhan tersebut ditopang oleh kinerja ekspor namun dengan adanya pembatasan mobilitas dalam upaya untuk menangani Covid-19 varian Delta, permintaan domestik tumbuh melambat, selain itu dijelaskan juga bahwa kinerja lapangan usaha seperti industri, perdagangan dan pertambangan tumbuh positif, sementara lapangan usaha yang terkait dengan mobilitas seperti penyediaan akomodasi dan makan minum, serta transportasi dan pergudangan mengalami kontraksi.
Pengadaan utang luar negeri dilakukan oleh Indonesia dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, pemanfaatan akan utang luar negeri ini tercermin dari pembangunan yang terus menerus dapat kita lihat.
Selain daripada itu hal seperti pengadaan utang ini memperkuat kerjasama antar negara dan organisasi-organisasi kenegaraan dan lembaga-lembaga keuangan dunia, pengelolaan utang yang tidak hati-hati dapat membawah suatu negara pada yang dinamakan debt trap, oleh karenanya berbagai jenis kebijakan yang dapat mendorong perekonomian terus diperbaharui sebagaimana sebuah negara dengan kemapuan produksi yang lebih besar juga akan lebih mendorong kemampuan negara dalam hal utang luar negeri.
Secara umum melihat dari adanya pertumbuhan ekonomi, dan menurunnya debt to GDP ratio menunjukkan kemampuan negara dalam melunasi utang luar negeri membaik, hal tersebut tentu mencerminkan kemampuan produksi sektor-sektor dalam negeri yang semakin meningkat sehingga mampu mengurangi rasio ULN terhadap PDB.
K. Azis