PELAKITA.ID – Forum inspiratif terkait realitas dan isu kemaritiman Indonesia telah diselenggarakn oleh Bro Rivai Center (BRC). Kegiatan daring yang bertajuk BRC WebTalk Series itu menyorot tema Quo Vadis Sumber Daya Maritim Indonesia Timur di Era COVID-19 pada 11 Juli 2020.
Pembicara yang hadir meski belum mewakili entitas Indonesia bagian timur secara administratif tetapi dapat disebut akomodatif dan mewakili level pemangku kepentingan.
Mereka di antaranya, Kadis Kelautan dan Perikanan Sulsel, Sulkaf S. Latief mewakili Gubernur Sulsel, lalu ada Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc, Pakar Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas yang sudah bergelut dengan isu ini sejak lebih 30 tahun terakhir dan juga merupakan salah satu anggota tim penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Narasumber lainnya adalah M. Zulficar Mochtar, S.T., M.Sc, Dirjen Perikanan Tangkap KKP yang berlatar LSM serta Dr. Ir. Herman Khaeron, M.Si, anggota DPR RI dari Partai Demokrat yang malang melintang pada isu kelautan dan perikanan sejak 8 tahun terakhir sebagai anggota legislatif dari Dapil Jawa Barat.
Poin-poin Prof JJ
Dalam paparannya, Prof Jamaluddin Jompa yang biasa disapa Prof JJ atau Jajo ini menyebut bahwa sektor perikanan merupakan pilar ekonomi nasional.
“Sektor perkanan adalah salah satu andalan atau pijakan kita. 30 persen, pendanaan, stimulus ekonomi didorong ke sini, di Indonesa timur lebih pentig karena adanya ketidak keseimbangan,” katanya.
Dia menyebut bahwa pada April 2020, produksi perikanan masih bisa tumbuh 11 persen, oleh karena itu sangat beralasan kalau stimulus Pemerintah bisa didorong ke agrikultur, khususnya perikanan, meliput dimensi budidaya, perikanan tangkap, teknologi, hingga garam.
“Di Indonesia timur adalah keniscayaan mendorong aspek kemaritim. Ini adalah urusan planet bumi. Di timur ada Coral Triangle atau CTI. Di timur ada kekayaan biodiversitas, timur adalah pusat biodiversitas, ada potensi pariwsta, budidaya dan perikanan,” ucapnya.
Prof JJ menggarisbawahi bahwa bagaimanapun, ke depan, sumber daya perikanan tidak bisa lagi ditangkap berlebihan. “Itu artinya, satu-satunya harapan kita ada budidaya. Kekuatan budidaya harus menjadi tulang punggung,” sarannya.
Menurutnya, di era pandemi, sebenarnya ini ada situasi dilematis, penangkapan ikan dijalankan tapi ada persoalan pada logistik. “Komoditas seperti kerapu, butuh kapal ikan dan berdampak ke daya beli,” ucapnya.
Dia menyatakan setuju dengan gagasan bahwa ke depan daerah harus mendorong beroperasi ke daerah ZEE. “Betul sekali, tidak bisa lagi pada pesisir, ke depan perlu bergeser ke zona ZEE, misi kita perlu ke perairan internasional,” katanya.
Prof JJ menambahkan poinnya bahwa tantangan kita terkait industri perikanan kita adalah pada processing. “Mau tidak mau industri pengolahan harus dikembangkan agar tidak bermasalah dengan harga,” lanjutnya.
Poin lain yang diutarakan adalah tentang perlunya fokus benih dan pakan untuk menyokong industri budidaya perikanan. “Perlu kerjasama semua pihak,” ujarnya.
Terkait pandemi covid, dia berharap bahwa yang terpapar covid bisa menjadi perhatian. Menurutnya, di masa tranisisi, perlu stimulus, pada pasca panen, sistem losgistik. Lebih dari itu dia menekankan agar program atau kegiatan kelautan dan perikanan harus bertumpu pada data dan informasi dan responsif pada kebutuhan rakyat.
“Penelitian harus terus diakukan, sektor kelautan dan perikanan tidak akan maju tanpa dukungan sains,” tutupnya.