Catatan Denun | Pesan Kemanusiaan dari Aksi Penyelamatan Agam Rinjani

  • Whatsapp
Ilustrasi Agam Rinjani dan senyum Juliana Marins (Pelakita.ID)

Karena kadang, gunung sejati yang kita daki adalah hati nurani kita sendiri.

PELAKITA.ID – Rustan Rewa tokoh Kerukunan Keluarga Sulsel di Tolitoli kirim pesan dua hari lalu. Sampaikan ke Daeng Manye, Agam ini anak Takalar. Di grup WAG Alumni Unhas, Apli Mappabali ketua IKA Unhas Samarinda menyebut Unhas pantas bangga dan seutas ucapan dari Rektorat pasti akan diapresiasi publik.

Saya kira kedua kawan kita itu benar, penulis yakin kedua sosok yang dimaksud pasti berterima kasih dan sedang menyiapkan data dan informasi untuk kemudian disarikan jadi ‘Terima Kasih Agam.” Tunggumi.

Pembaca sekalian, kita memang pantas berdecak kagum. Ketika kabar menyebar bahwa seorang pendaki asal Brasil, Juliana de Souza Pereira Marins[, berhasil dievakuasi dari tebing curam Gunung Rinjani oleh seorang pendaki asal Makassar bernama Agam – tentu dia tidak sendirian – ada tim di sana, dan fakta bahwa dia yang membawa jenazah naik ke atas itu yang membuatnya Istimewa dan heroik di tengah kondisi medan nan berat.

Aksi Agam membuat dunia melupakan tensi Iran-Israel. Kabar dari Indonesia itu, membuat dunia sejenak diam. Bukan karena tragedi, melainkan karena sebuah tindakan kemanusiaan yang tulus dan menginspirasi.

Nama Agam Rinjani melesat sebagai penolong sekaligus penghantar jenazah yang nyaris tak bisa dibawa pulang ke Brasil.

Agam, bukan hanya sebagai pendaki, tetapi sebagai simbol kepedulian yang melampaui batas negara dan budaya. Aksinya membawa pesan yang dalam, tak hanya untuk dunia pendakian, tetapi juga bagi kita semua.

Yang paling menonjol dari tindakan Agam adalah pesan kemanusiaan yang universal.

Di tengah dunia yang kerap terbelah oleh perbedaan politik, ras, dan kewarganegaraan, Iran atau Israel, Latin atau Afrika, Trump atau Khamaeni, Yahudi atau Islam, Agam mengingatkan kita bahwa naluri untuk menolong dan menyelamatkan nyawa adalah nilai yang melampaui batas.

Juliana bukan kerabatnya, bahkan bukan pula teman minum kopinya di Tamalanrea atau di Selong. Tapi dalam situasi genting, yang ia lihat bukanlah identitas, melainkan seorang manusia yang membutuhkan pertolongan.

Itulah wajah sejati kemanusiaan—tulus, cepat tanggap, dan tanpa pamrih.

Mengharumkan Almamater dan Semangat Kolektif

Lulusan Departemen Antropologi Universitas Hasanuddin itu mengharumkan nama Unhas. Terima kasih Prof Tasrifin Tahara, Prof Munsi Lampe, dkk. Terima kasih Unhas atas ajian kawah candradimuka pendidikanmu.

Tidak bisa ditampik. Pasti, sikap dan tindakannya di medan berat Rinjani mencerminkan nilai-nilai yang dipupuk selama masa kuliahnya—empati, ketangguhan, nalar kritis, dan penghargaan terhadap kehidupan.

Aksinya merupakan penghormatan bagi para dosennya, rekan-rekannya, dan almamaternya yang telah membentuk karakter dan integritasnya. Tak kalah penting, penyelamatan ini juga menunjukkan arti penting kerja sama tim dan kepercayaan.

Di balik keberhasilan evakuasi, ada koordinasi yang baik, dukungan dari rekan, dan semangat gotong royong. Gunung memang menantang kekuatan fisik seseorang, tapi ia juga menjadi arena ujian bagi kekompakan dan solidaritas dan kemanusiaan!

Pesan Penting untuk Para Pendaki

Bagi para pendaki di seluruh dunia, kisah Agam adalah pengingat tentang pentingnya kesiapan, kerendahan hati, dan rasa saling menjaga.

Gunung adalah ruang yang sakral dan tak terduga, yang harus dihormati. Apa yang dialami Juliana bisa menimpa siapa saja. Karena itu, setiap pendaki perlu memastikan dirinya benar-benar siap secara fisik, mental, dan memiliki pendamping atau pemandu yang berpengalaman.

Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab antar sesama pendaki. Di alam ekstrem seperti pegunungan, keselamatan tidak hanya bergantung pada perlengkapan, tapi juga pada sesama pendaki yang siap bertindak dalam situasi darurat.

Agam memberi contoh bahwa dalam dunia pendakian, solidaritas bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati.

Panggilan untuk Otoritas dan Pengelola Gunung

Bagi para pemangku kebijakan, pengelola taman nasional, dan pelaku wisata alam, peristiwa ini menyampaikan pesan yang tak kalah penting: penyelamatan dan keselamatan pendaki harus menjadi prioritas.

Popularitas wisata petualangan di gunung seperti Rinjani membawa manfaat ekonomi, tetapi juga risiko tinggi. Karena itu, investasi dalam infrastruktur penyelamatan, pelatihan petugas, serta sistem komunikasi darurat adalah kebutuhan yang mendesak.

Agam memang berhasil karena pengalaman dan kemampuannya. Tapi dalam situasi lain, kita tak bisa selalu mengandalkan keberanian individu. Sistem harus disiapkan agar penyelamatan bisa dilakukan secara cepat dan efisien tanpa mengandalkan keberuntungan atau kebetulan.

Sosodara, Agam Rinjani menunjukkan makna tertinggi dari mendaki bukanlah mencapai puncak, melainkan nilai-nilai yang kita bawa saat naik dan turunkan saat kembali. Keputusannya untuk bertindak bukan dilandasi keinginan mencari sorotan, tetapi lahir dari kesadaran akan pentingnya nyawa dan tanggung jawab sebagai sesama manusia.

Biarkan kisah ini bergema di kalangan pendaki, kampus-kampus, dan para pengelola wisata alam. Biarkan ia menjadi pengingat bahwa puncak tertinggi yang bisa kita raih bukan diukur dalam meter, tetapi dalam makna.

Karena kadang, gunung sejati yang kita daki adalah hati nurani kita sendiri.

_
Denun, Tamarunang 2 Juni 2025

Kunjungi kami di Pelakita.ID