PELAKITA.ID – Sahman Ahmad Tjambolong, alumni Fisip Unhas angkatan 1988 yang pernah tinggal di Jepang, tepatnya Prefektur Miyazaki membagikan pengalaman inspiratifnya ke pembaca sekalian.
Pengalaman inspiratif yang nampaknya ‘dibuang sayang’, ini perlu menjadi bahan refleksi atau perbandingan.
Sangat relevan dengan kondisi kita di Indonesia terutama Makassar yang masih berjibaku dengan sulitnya pola hidup teratur atau kerap terusik dengan persoalan sampah dan perparkiran.
Pertama, tata kelola sampah.
“Ketika ada event, tempat sampah seperti yang nampak di foto di atas itu yang disediakan oleh EO,” ucapnya.
“Ada yang khusus kaleng, botol minuman, sampah plastik, sampah organik dan sampah non organik,” terangnya.
Kata om Sahman, lain kali kalau sosodara gelar event, pastikan panitia menyiapkan wadah menampung sampah.
Jangan seperti selama ini, sampah berhamburan di lokasi event dan kita pulang ke rumah seperti merasa tidak bersalah.
Kedua, perparkiran.
“Lokasi parkir mobil kami, tertulis nomor rumah. Hanya satu kendaraan yang dibolehkan, jika lebih dari satu kendaraan silakan cari lokasi parkir berbayar,” ungkapnya.
Kata om Sahman, kalau punya mobil pastikan untuk ada halaman parkir tersedia, jangan mengambil jatah orang lain atau mengusik ketenteraman tetangga.
Ketiga, plat nomor. Dia menunjukkan contoh motor miliknya. “Ini pemberian dari teman kuliah (junior/Kohei) dari istri saya.
“Plat nomor hanya ada di bagian belakang. Lebih efisien katanya. Tidak perlu depan belakang, karena tidak ada kejahatan, ini aturan negara,” tambahnya.
Pesan om Om Sahman, kendaraan bisa aman, nyaman dikendarai jika sistem keamanan berjalan dengan baik, warga taat lalu lintas, menghormati satu sama lain di jalan raya. Pemerintah tidak ada pungli, tidak ada tekanan.
Keempat, pengumpulan sampah.
“Sampah rumah tangga itu dikumpulkan, dimana setiap RT ada tempat disediakan. Di dalamnya nampak terlihat selang air yang di gantung di kran air,” kata dia.
“Itu tujuannya untuk membersihkan jika ada sampah atau cairan yang tercecer,” terangnya.
Kata om Sahman, warga ditugaskan secara bergantian untuk mengontrol kebersihan tempat ini. Itulah kehidupan sosial yang sesungguhnya, dimana semua punya hak dan kewajiban.
“Pemutar kran airnya disimpan oleh koordinator, tujuannya untuk ketertiban, terhindar dari sifat iseng dan lain sebagainya,” ucapnya.
“Dibungkus oleh tali seperti jala gawang, tapi ukuran lubangnya kecil, ini untuk menghindari burung yang bisa mengoyak sampah yang ada jika belum ada mobil pengangkut sampah,” tambahnya.
Kelima, edukasi anak-anak. “Hasil karya anak TK di pajang di supermarket. Salah satu cara negara untuk memberikan apresiasi kepada anak-anak,” ucapnya.
“Kebijakan ini berlaku di seluruh Jepang. Secara tidak langsung memiliki efek ekenomi, tatkala hasil karya anak-anak dipajang, otomatis keluarganya berkunjung ke supermarket tersebut,” kata Sahman.
Sugoi!
Editor: K. Azis