JAKARTA, PELAKITA.ID – KKP menyebut sektor kelautan dan perikanan menunjukkan kinerja positif sepanjang tahun 2022. Itu ditandai peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang nilai sementaranya mencapai Rp1,79 triliun.
“Kami mencoba dengan kondisi yang ada, dan melakukan yang terbaik. Tahun ini PNBP perikanan meningkat mencapai Rp1,79 triliun,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam Bincang Bahari Edisi Spesial di Kantor Pusat KKP, Jakarta, Senin (26/12/2022).
Trenggono menyebutkan, perolehan PNBP sementara sebesar Rp1,79 triliun berasal dari sumber daya alam (SDA) perikanan sebanyak Rp1,1 triliun, non-SDA Rp611,8 miliar, serta BLU Rp44,3 miliar.
Perolehan itu, menurut Trenggono, mencetak sejarah sebagai PNBP terbesar KKP sejak berdiri tahun 1999.
Terkait PNBP itu, Trenggono menyebut volume produksi perikanan sampai triwulan III tahun 2022 mencapai 18,45 juta ton yang terdiri dari hasil tangkapan sebanyak 5,97 juta ton, hasil perikanan budidaya 5,57 ton, dan rumput laut sebanyak 6,9 juta ton.
“Tahun ini kampung-kampung budidaya juga sudah berjalan di beberapa daerah, seperti kampung budidaya patin, rumput laut. Ke depan kami ingin membuat kawasan budidaya berbasis kawasan yang modern untuk komoditas udang,” sebut Menteri Trenggono.
Rujukan pemberlakuan PNBP adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 85 tahun 2021 mengenai pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang kelautan dan perikanan.
PP 85 merupakan penyempurnaan atau penyederhanaan dari PP 75 tahun 2015. Terdapat banyak penyederhanaan dalam PP 85, termasuk dalam hal tarif.
Terdapat 4.936 tarif, di PP 85 semua tarif disederhanakan menjadi 1.671. Saat ini, jenis dan tarif hanya dikategorikan berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam.
Pencapaian KKP di atas melampaui target 2022 pada angka 1,67 T. Tahun depan diproyeksikan akan naik 2 kali lipat. Jadi jika diakumulasikan pada 2024 targetnya menjadi 12 T.
Tanggapan para pihak
Tanggapan pun mencuat. Salim, pengusaha rumput laut asal Makassar menilai hasil manis KKP itu jadi buah simalakama untuk pelaku usaha.
“Buah simalakama, PNBP ini buah simalakama sebab yang dibebani adalah pengusaha, pungutan di depan, di tengah situasi ketidakpastian berusaha dan persaingan ketat,” kata Salim, praktisi usaha rumput laut, kepada Pelakita.ID, 28/12/2022.
Menurutnya, kalau instansi teknis apalagi sektor pangan, harusnya lebih bijak membidik obyek pungut.
“Untuk apa PNBP tinggi kalau itu menyulitkan petani, nelaya.n. UMKM dalam meningkatkan daya saing global,” tuturnya.
Dia menyebut Pemerintah saat ini masih terlihat serampangan dalam menentukan objek pungut di berbagai sektor. Pungutan di depan ke pengusaha adalah beban bagi pelaku usaha di level terendah karena akan menjadi beban proses produksi yang akan menjadi beban pengusaha.
“Jika kesuksesan sebuah instansi teknis di ukur dari PNPB maka itu akan jadi beban bagi sektor swasta terutama swasta nasional yang modal dan skalanya pas pasan,” ucap alumni Perikanan Unhas ini.
Dia berharap para perencana dan pengambil kebijakan KKP ke depan mesti lebih memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan pelaku usaha.
“Masukan yang kita berikan sejauh ini menjadi buah simalakama sebab pada akhirnya membebani pelaku usaha. Di sisi lain, kalau sektor ekonomi kelautan dan perikanan, utamanya ekonomi kerakyatan yang hancur, akan makin banyak kebutuhan subsidi dan kerawanan sosial,” ujarnya.
“Semoga saja PNBP ini bukan menjadi sebab makin lebarnya kesenjangan ekonomi akibat penguasaan berbagai sektor oleh pemodal besar atau siapa yang mampu bayar dia yang bisa main. Jika ini yang terjadi maka pemain lama yang cilik cilik akan bergeser jadi penonton,” tandasnya.
Salim menyebut KKP saat ini adalah organisasi pemerintah yang memperoleh pendapatan di pra produksi.
Jadi intinya. KKP hanya memaksimalkan upaya di perizinan termasuk perizinan pengelolaan ruang laut yang saat ini semakin mudah dan cenderung mengabaikan kepentingan daerah.
Pelakita.ID mencatat, tahun lalu, di 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut melaporkan total PNBP pengelolaan ruang laut sebesar Rp27,26 miliar atau 399 persen di tahun 2021.
Realisasi tersebut ini melampaui target Rp6,82 miliar yang sebelumnya ditetapkan. bersumber dari beberapa kegiatan yaitu kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), pemanfaatan kawasan konservasi, pemanfaatan jenis ikan serta pemanfaatan pulau-pulau kecil.
Sementara di tahun yang sama, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melaporkan PNBP mencapai 694,53 milir per Desember 2021. Jauh lebih tinggi dari tahun 2020, 643 miliar, tahun 2019 sebesar 557 miliar, tahun 2018 sebesar 518 miliar.
***
Moh Abdi Suhufan, koordinator DFW Indonesia, satu organisasi masyarakat sipil yang geetol bicara advokasi masyarakat pesisir dan pulau menyebut PNBP memang merupakan salah satu instrumen penerimaan negara, termasuk sektor Kelautan dan Perikanan.
“Namun perlu ada penjelasan lebih rinci dari KKP apakah peningkatan ini berkorelasi dengan tumbuhnya dunia usaha kelautan dan perikanan dengan indikator peningkatan investasi tangkap, budidaya dan pemanfaatan ruang laut, serapan tenaga kerja dan tumbuhnya UMKM,” ujarnya.
Dia menyebut, KKP perlu menjamin penggunaan PNBP tersebut dipastikan dapat kembali ke masyarakat KP secara adil.
“Pendistribusian kembali PNBP tersebut penting untuk misalnya menambah bantalan perlindungan sosial nelayan yang selama ini agak terabaikan,” tegasnya.
“Jadi, hemat saya, KKP tidak boleh hanya puas pada capaian tersebut tapi menjamin bahwa peningkatan tersebut akan memberikan efek positif bagi pelaku usaha, nelayan dan pembudidaya,” ucapnya.
Menurut Abdi, PNBP bukan satu-satunyanya indikator kinerja kunci Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Perlu memastikan bahwa ada transfer kapasitas ke nelayan, atau pelaku usaha perikanan di tingkat bawah, demikian pula pelibatan pelaku usaha kelautan dan perikanan dan pemerintah daerah,” ucapnya.
Manfaat ke Pemda
Mujib Assoniwora, penggiat riset dan pemberdayaan masyarakat di Mataram, menilai pencapatan maksimal KKP ini merupakan dampak dari PKKPRL laut dan harusnya memberi dampak ke daerah juga.
Dia melaporkan kalau di NTB, ada perusahaan yang telah memberikan pemasukan mencapai 9 miliar. Perusahan tambang dan pertambakan yang membutuhkan ruang laut untuk pengembangan usaha.
Usaha pemanfaatan ruang laut di NTB semakin masif. Alumni Kelautan Unhas angkatan 2007 ini mengaku kerap mendapat order kajian dari perusahaan unutk usaha tambak.
“Di usaha tambak itu berlaku pula pungutan, perusahaan yang akan pasang fasilitas inlet atau oulet air ke tambah dikenakan pungutan sesuai ketentuan peraturan PNBP itu,” ujarnya saat dihubungi Pelakita.ID.
“Teman-teman di sini, di Pemda terutama bertanya, kalau sudah banyak pemasukan seperti itu, provinsi dapat apa, sebab ini kan masuk di zona 12 mili?” ucap tim kerja Kelola WP3K NTB yang saat ini tinggal di Mataram.
Dalam banyak kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan hingga 2024 mencapai Rp12 triliun.
“Kalau selama ini paling tinggi KKP dapat PNBP tahun 2020 hanya Rp600 miliar maka diharapkan dapat digenjot sampai 2024 mencapai Rp12 triliun,” kata Trenggono sebagaimana disampaikan juru bicara KKP Wahyu Muriadi pada Maret 2021 lalu di Belitung.
Menurut dia, guna mencapai target tersebut, KKP melakukan perbaikan terhadap beberapa Peraturan Menteri sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan dalam menjalankan usaha.
Editor: K. Azis