CSF, DFW dan IPB University paparkan hasil riset dampak ‘Ghost Gear’

  • Whatsapp
CSF, DFW dan IPB University paparkan dampak ghost gear di sekitar PPP Tegal (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Sudah menjadi kenyataan umum, usaha perikanan tidak semata memberi manfaat ekonomi tetapi juga dapat memberi implikasi buruk bagi keberlanjutan fungsi lingkungan laut sebagai penyokong usaha.

Selain rusaknya terumbu karang dan hutan mangrove karena destructive atau illegal fising seperti bom, bius dan perambahan mangrove untuk tambak, usaha perikanan juga telah menyisakan persoalan residu seperti sisa jaring atau limbah bahan bakar minyak seperti oli atau solar.

Sulitnya jaring terurai telah menimbulkan berbagai masalah di laut. Fenomena ini disebut sebagai Ghost Fishing. Ghost fishing adalah fenomena ketika hewan tertangkap oleh jaring bekas termasuk dalam kategori Abandoned, Derelict, Lost Fishing Gear (ADLFG.

Jaring ADLFG biasa dikenal dengan istilah Ghost Gear. Setiap tahun, diperkirakan 0,64 juta ton alat tangkap hilang ke laut, mengakibatkan sejumlah besar polusi plastik laut di seluruh dunia.

Data tersedia menyebutkan, ghost gear berdampak pada kehidupan nelayan secara langsung dan tak langsung. Setiap tahun, ghost gear menghilangkan 5 hingga 30 persen stok ikan global yang dapat dipanen, sehingga berpotensi mengancam ketahanan pangan lokal dan global.

Kota-kota pelabuhan perikanan dunia mengalami ancaman atas ghost gear ini, termasuk Tegal di Jawa Tengah.

Sebagai gambaran, Kota Tegal sebagai Kota Bahari adalah salah satu pusat industri perikanan utama di Indonesia. Kota ini memiliki banyak nelayan yang mencari nafkah dan penghidupannya sangat tergantung dari Laut Jawa. Fenomena ghost gear ini juga terjadi di Kota Tegal dan berdampak pada penghidupan nelayan skala besar hingga kecil.

Hal tersebut sangat menarik untuk diteliti mengingat ghost gear berdampak secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam jangka panjang. Khususnya terkait dampak ekonomi, ghost gear berpotensi menurunakan kesejahteraan nelayan kecil.

Lalu seperti apa implikasi atau dampak ghost gear di Tegal? Sebuah penelitian telah digelar berkaitan Ghost Gear di Kota Tegal dan didanai oleh Conservation Strategy Fund (CSF). Tim peneliti telah melakukan survei langsung pada 41 nelayan kecil di sekitar Muarareja dan Tegalsari.

Survei menujukkan bahwa nelayan kecil mayoritas pernah merasakan dampak dan juga berkontribusi pada akumulasi ghost gear di Laut Jawa.

Hasil riset

Pada hari Kamis, 6 Oktober 2022 tim peneliti yang terdiri dari Atrasina Adlina, Dr. Pini Wijayanti dan Dinda Ratnasari di bawah bimbingan Dr. Taryono telah melakukan diseminasi hasil penelitian : “Dampak Ekonomi Ghost Gear Pada Perikanan Skala Kecil, Study Kasus : Tegal, Jawa Tengah”

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Dr Pini Wijayanti ditemukan bahwa ghost gear berpotensi mebimbujlan biaya tabahan dan menurunkan pendapat nelayan skala kecil antara 11 sampai 58 persen.

“Kedua, menimbulkan kerugian akibat ghist gear lebih besar pad anelayan harian daripada nelayan mingguan,” kata Pini.

“Ketiga, abandoned dipengaruhi oleh karakteristik nelayan dan armada. Sedangkan discarded hanya dipengruahi oleh karakterristk armada,” tambahnya. Abandoned dan discarded yang dimaksud adalah ketika ada hasil tangkapan samping dibuang atau tak diharapkan.

“Keempat, sudah terdapat upaya mitigasi ghost gear yang sekaligus mendukung ekonomi sirkular khsusya dari jaring bekas namun kapasitasnya masih terbatas dan belum dikelola secara professional,” simpul Pini.

Terkait keempat kesimpulan itu, Pini menyarankan empat hal.

“Pertama, mitigasi dampak fishing gear diperlukan dari hulu hingga hilir dan multipihak, program berbasis insentif diperlukan agar nelayan tidak membuang alat tangkap ke laut. Kedua, kapasitas dan profesionalitas pengumpul dilakukan melalui fasilitasi pemerintah,” tambahnya.

“Saran ketiga, pelabuhan perikanan atau pelabuhan perlu menyediaakan fasilitas pembuangan, skema pembelian kembali  atau inisiatif penggunaan kembali atau daur ulang melalui rantai pasokan pengepul jaring bekas di Tegal,” ucapnya.

“Lalu keempat, pengembangan kerjasama dengan bisnis daur ulang untuk mengoptimalkan implementasi ekonomi sirkular,” sebutnya.

Terkait inisiatif lokal, Pini menyebut sudah ada meski terbatas seperti yang dilakukan Pak Syamhadi. “Luar biasa, punya usaha untuk mendaur ulang jaring bekas, ketika kami tanya, kenapa berminat, karena sampah di laut sudah luar biasa dan harus melakukan sesuatu,” sebutnya.

Berdasarkan paparan di atas, para penanggap mendukung agar upaya penngendalian Ghost Gear ini diintensifkan dan dijalankan di pelabuhan-pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia.

Contoh baik disampaikan pihak Pelabuhan Perikanan Tegal dimana telah ada inisiatif bersama DFW Indonesia dan Pemkot untuk penanganan sampah pelabuhan.

“Kami di Tegal ada program pengelolaan sampah, satu kapal memuat satu karung, satu kapal 1 kuintal,” sebut Ibu Tuti dari PPP Tegal.

 

Penulis: K. Azis

 

 

Related posts