PELAKITA.ID – Senyum menyungging di wajah Prof Aminuddin Salle Karaeng Patoto saat Pelakita.ID mengaktifkan aplikasi video di gadget.
“Bisa-ji kapang kita wawancara, direkam dan di-youtube-kan ya tetta?” tanya Pelakita.ID, 14 Oktober 2020.
Guru besar Ilmu Hukum Agraria Universitas Hasanuddin itu lalu bercerita tentang motivasi mengapa dia begitu telaten merawat dan mengembangkan Balla Barakka ri Galesong (BBrG).
BBrG menurutnya sebagai wahana edukasi bagi generasi Galesong dan masyarakat luas.
“Edukasi kebudayaan, tradisi, keagamaan, termasuk membuka memori bersama bahwa Galesong punya beragam keunikan-keunikan nilai, pesan moral, tradisi baik dan masih relevan dengan kondisi saat ini termasuk Sulapa Appa,” katanya seraya menunjukkan kreasinya tentang Sulapa Appa, simbol sekaligus sintesa nilai-nilai keagungan insaniah yang dicetuskannya.
Tulisan ini tidak menggeledah makna Sulapa Appa versi Prof Aminuddin Salle tetapi menyuarakan beberapa fakta, inspirasi dan agenda aksi yang perlu dilakukan secara bersama-sama setelah kunjungan Pelakita.ID ke kawasan Balla Barakka ri Galesong.
Hal-hal tersebut, sejatinya bertumpu pada spirit dan aksi dari Balla Barakka ri Galesong sebagai wahana pemberdayaan masyarakat Galesong dan sekitarnya serta memanggil aksi institusi Negara atau Pemerintah seperti Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten bahkan Provinsi untuk memberi atensi dan solusi.
Pertama, fakta sampah di sempadan dan badan sungai dan inisiatif warga.
“Sudah berkali-kali kita mengkampanyekan, aksi bersih sungai, bersih lingkungan, dengan Pemerintah Desa, Koramil, Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten namun warga masih terus buang sampah di sungai,” katanya.
“Beberapa waktu lalu ada warga yang sudah pasang jaring di dekat jembatan itu tetapi hanyut, jebol,” tambahnya.
Meski demikian, menurut Prof Aminuddin, spirit untuk meningkatkan kesadaran masyarakat harus terus dijaga.
“Mungkin kita perlu kerja bakti lagi, mengajak yang lain, Pemerintah Desa dan tokoh masyarakat untuk turun tangan,” katanya.
“Bagaimana kalau kita adakan penyuluhan atau sosialisasi terkait bank sampah seperti yang dijalankan Ibu Linda di Galesong Utara?” katanya setelah mengangkat isu sampah sebagai problematika pelik dan tak bisa diselesaikan sepihak.
“Bagaimana kalau kita undang masyarakat atau siapapun yang peduli untuk mendengarkan pengalaman Ibu Linda dalam mengembangkan bank sampah di Galesong Utara?” tanyanya.
Hal kedua yang berkembang adalah perlunya memanfaatkan badan sungai untuk dijadikan keramba jaring apung dengan membesarkan ikan lele.
“Dengan itu semoga warga tahu bahwa sungai adalah juga sumber penghidupan kita dan harus dijaga, tak lagi buang sampah sembarangan,” harapnya.
Prof Aminuddin mengaku menyiapkan sumber daya dari kantongnya sendiri hingga saat ini telah ada empat bangunan beratap yang bisa disebut gazebo di sempadan.
Terdapat pula tiga keramba, berikut instalasi hidroponik di atasnya.
“Pakai dana sendiri,” katanya saat ditanya Pelakita.ID
Ketiga, perlunya inisiatif dari bawah. Maksudnya, Pemerintah Desa sejatinya memang bisa terlibat untuk menyiapkan sumber daya seperti anggaran dan personalia untuk setidaknya mengkampanyekan ‘buang sampah’ pada tempatnya.
Meski saat ini sebagian dana desa telah dialokasikan untuk pencegahan penyebaran COVID-19 namun Plt Kepala Desa Galesong Kota, Ir Muhammad Amin Nigga menyebut gagasan untuk penyediaan sumber daya sarana prasarana tetap memungkinkan untuk pengelolaan sampah di sekitar Balla Barakka ri Galesong atau di seluruh desa.
Ide yang muncul dari pertemuan dengan Prof Aminuddin Salle, Plt Kades serta Nurlinda Daeng Taco. wanita inspiratif yang dicerita Prof Aminuddin – dia datang belakangan, adalah perlunya menggelar serangkaian kegiatan yang bisa menunjukkan atensi bersama bahwa pengelolaan sampah harus menyeluruh, dari hulu hilir.
Apa saja? Bahwa sampah yang mengalir di sungai, datang dari hulu sehingga perlu koordinasi dengan Pemerintah Desa lain, dengan Pemerintah Kecamatan bahkan antar Kabupaten.
Perlu sosilaliasasi, perlu aksi nyata untuk pengambil kebijakan untuk mengkampanyekan ‘Sungai Sehat’.
Lalu perlu dipikirkan untuk pengalokasian dana untuk pengadaan Viar atau motor pengangkut sampah kolektif.
Kemudian, rumah-rumah warga perlu disiapkan kantung plastik dan ada petugas yang berkala menjemput sampah.
“Kami di Jamarang, Galesong Utara sudah melakukan cara seperti itu, kami bikin Bank Sampah,” kata Linda.
Selain itu, menurut Linda, ada beberapa inisiatif yang terkait dan perlu disiapkan seperti pengelola, insentif bagi tenaga kerja dan administrasi.
“Kami di sana sudah menggaji petugas angkut sampah, dari 500 ribu perorang kemudian menjadi lebih 1 juta perorang tergantung beban kerjanya,” ungkapnya.
“Sampah-sampah pun sudah dikelola dengan baik, dipilih, dan dinilai dengan uang. Jadi enak juga. sampah yang kita hindari malah jadi uang bagi warga,” kata Linda.
Hal lain yang digagas adalah bagaimana memanfaatkan Balla Barakka ri Galesong sebagai simpul perjuangan atau gerakan bersih sungai, aksi pungut atau jemput sampah sebelum dibawa ke Tempat Pembuangan Sampah Takalar di timur kabupaten, di Polongbangkeng Selatan.
Yang juga tidak kalah menarik adalah bagaimana menjadikan sempadan dan ruas sungai sebagai alternatif wisata.
Keberadaan empat gazebo mini dan tiga keramba sudah direspon oleh Pemda Takalar dengan memberi bantuan 2500 ekor benih ikan lele.
“Ini langkah awal yang baik, jika ini berhasil, saya kira akan bisa menggugah warga untuk memanfaatkan sungai sebagai sumber income,” kata Prof Aminuddin.
Bukan hanya itu, jika sempadan bersih, ada tata kelola, ada penataan bangunan, bukan tidak mungkin akan menjadi destinasi wisata. Apalagi kita bisa merasakan sensasi sunset mesti hanya semburatnya dari barat Galesong.
Jadi jelas ya, sampah yang mencemari sungai adalah tantangan bersama bagi siapapun yang ingin melihat Galesong dan Takalar bersih, bukan hanya Prof Aminuddin Salle tetapi siapa saja.
Isu sampah adalah isu dunia, isu global yang butuh pendekatan dan solusi tepat.
Apa yang dilakukan Prof Aminuddin Salle di area Balla Barakka ri Galesong tidak akan efektif tanpa dukungan anda semua.
Nah, jika demikian adanya, jangan biarkan beliau, panutan kita berjuang sendiri. Mari dukungan dan ikut serta mengisi gap yang masih ditemukan saat ini.
Tak ada yang sulit jika kita bersama, sabar, dan bahu membahu berbagi sumber daya, berbagi tenaga dan pemikiran. Untuk masa depan lingkungan dan generasi kita.
Yuk!
Penulis: K. Azis