PELAKITA.ID – Ini tentang temuan tak disengaja di Selayar, Sulawesi Selatan, nun lampau. Tentang ditemukannya hewan sebangsa iguana yang kemudian memunculkan cerita-cerita unik. Semoga jadi perhatian bagi peneliti iguana atau biodiversitas bumi, pulau, seperti Selayar.
***
Beberapa hari setelah pulang dari Selayar pada bulan Mei sepuluh tahun lalu, saya, di Gowa, sesungguhnya tidak merasa telah mencatat satu temuan penting bagi ilmu ekologi atau kisah tentang ditemukannya spesies tak lazim di sana.
Bahkan saat Sarbini, sahabat saya di Kota Benteng mengirim sms tentang matinya “iguana” yang sempat menyita perhatian warga Selayar itu.
Padahal, saya telah berkunjung ke lokasi ditemukannya. Juga mewawancarai keluarga yang merawatnya serta mendokumentasikannya.
Hingga, saya merasa ini satu cerita penting tentang sisi lain pulau Selayar yang juga kaya fauna langka, yaitu ihwal ditemukannya satu hewan aneh menyerupai biawak tetapi lebih condong ke “iguana” dengan sisik yang mengagumkan.
Ukurannya juga lebih besar dari iguana kebanyakan. Hewan tak lazim ini di Selayar ini ditemukan pada tanggal 21 Mei 2010. Lalu mati beberapa hari kemudian.
Iguana Selayar, adakah?
Iya, ada. Pada sore tanggal 25 Mei 2010, saya datang ke rumah Hajjah Andi Patta Kati di daerah Padang, selatan Kota Benteng, ibu kota Selayar.
Andi Patta ditemani suaminya yang datang setelah kami menyaksikan si iguana di atas kasur.
Iguana diberi perlakuan khusus, di sisinya terletak bantal kepala warna oranye dan sarung batik. Dia mematung, terlihat jinak. Beberapa anak-anak yang datang menjaga jarak. Mereka takut. Satu persatu warga datang melihatnya.
Panjangnya sekitar 80 cm. warnanya hitam, dengan bintik-bintik putih cenderung keemasan. Di ekornya terdapat sirip keemasan selebihnya hitam pekat hingga ke ujung ekor. Ada yang kagum ada pula yang iba.
“Dia ditemukan sekitar pukul 11 siang sebelum orang pergi salat Jumat,” kata Ibu Andi.
Yang menemukannya adalah lelaki bernama Parman saat melintas pematang ke tambak di seberang jalan tidak jauh dari rumah Andi Patta.
Ditemukannya iguana ini mengingatkan Parman dan beberapa warga setempat yang dengan spontan memberitahu keluarga turunan Opu Karajeng di Padang. Ini terkait dengan adanya peristiwa kehamilan seorang ibu dari keluarga mereka yang konon saat usia kehamilan delapan bulan, perutnya menjadi kosong.
“Ada pula yang menceritakan upacara kematian di Pariangang dan hadirnya wujud turunan mereka dan dilihat oleh sepupu satu kalinya melintas di sekitar kerumunan warga,” kata Hajjah Andi.
Si Iguana kemudian dipindahkan ke meja ruang tamu bersama sarung batiknya. Dia tenang di depan Hajjah Andi dan suaminya. Saya pun ikut mengelus kulitnya.
“Sejak dia datang, ada beberapa peristiwa aneh,” kata Ibu Hajjah yang merawatnya.
Di rumah seperti ada bau amis. “Saya kira bau itu berasal dari kolam tempat dia berdiam setelah dicek ternyata tidak ada bau,” katanya lagi.
Juga, terasa saat subuh, sepertinya ada yang sedang bergegas meninggalkan rumah ini, seperti ada yang keluar rumah,” timpal suaminya.
“Di sekitar lokasi kolam yang ditanami kembang, terdengar seperti ada orang yang sedang menimba dan cuci kaki,” lanjutnya. Menurut pengakuannya, dari saluran pipa terasa ada air yang mengalir.
Lalu kenangan mereka pada kisah turun temurun tentang bayi yang dikandung lalu menghilang karena adanya bisikan yang mengatakan, “Saya ambil anakmu, karena kalau dilahirkan biasa dia akan mati”.
Tidak jelas kapan kejadiannya, namun mereka menyebut bahwa itu terjadi pada tahun sejak penjajahan Jepang.
Wanita yang mengandung itu adalah Sitti Badariah Karaeng Maona, istri pertama Abdul Karim Arif Patta Hajji sekaligus ibu tiri, Hj Andi.
Singkat cerita, ihwal kehamilan yang kosong itu, kemudian mengarah pada pengakuan bahwa sebenarnya anak bayinya tidak hilang tetapi pindah ke tempat lain menjadi kisah saja.
Hadirnya iguana dengan tampilan yang tak lazim ini mengarahkan mereka pada satu dugaan tentang kisah keluarga mereka. “Tapi ini baru dugaan saja ya. Bagaimana pun kita mesti menyayanginya,” kata Haji Andi.
Jika melihat penampakan iguana tersebut memang berbeda dari yang jamak terlihat. Ada sisik dengan warna emas, lidahnya seperti lidah manusia, merah.
Iguana itu ada di rumah Hajjah Andi sejak sore hari dan selama di rumah itu, iguana diberi makan telur ayam rebus.
“Tadi malam dia makan dua biji dan hari ini cuma satu,” ungkap Andi.
“Dia juga batuk-batuk seperti manusia,” akunya lagi. “Saya khawatir jika tidak dirawat atau diberi makan nanti ada yang aniaya.”
“Ada yang bilang dipulangkan saja ke habitatnya, namun menurut paranormal setempat hewan itu mesti dijaga, itulah mengapa kami menjaganya,” kata Andi.
Yang jelas, sejauh ini tidak ada informasi atau temuan lain di Selayar seperti gambaran iguana di atas.
Sarbini yang mencoba mencari referensi atau informasi tentang jenis iguana ini menyebut serupa spesies Soasoa, Hydrosaurus Amboinensis. Yang jelas hewan itu telah mati dan mungkin tidak ada lagi yang bertahan hidup di Selayar.
Entahlah…
Penulis: K. Azis