PELAKITA.ID – Bahar Makkutana, profesional pembangunan daerah yang bekerja di Luwu Utara Sulawesi Selatan membagikan cerita diri dan keluarganya saat mengawali Ramadan 1445 H. Dia mudik ke kampung halaman.
Dia membagikan cerita tentang Kampung Loka. Letaknya di bagian utara Kota Pinrang berbatasan Kabupaten Enrekang.
Kepada Pelakita.ID dan anda pembaca, dibagikannya kisah inspiratif tentang daya tahan satu kampung pedalaman, berbasis pertanian dan perkebunan serta meniti dimensi ruang dan waktunya.
____
Kampung Loka menjadi pilihan saya untuk menyambut bulan Ramadhan 1445 H, tahun ini.
Di kampung dulunya merupakan Desa Letta yang kini menjadi nama Desa Kaseralau Kecamatan Batulappa, Pinrang.
Inilah desa yang pernah meraih hadiah sebagai peserta lomba desa Mandiri Energi. Hanya dengan mengirim tulisan di web warga Panyingkul saat itu.
Warga menggunakan dialek Bahasa Pattinjo . Di sinilah tempat saya dilahirkan 40 tahun yang lalu. Tanggal lahirnya hanya kepala sekolah SD saya yang tahu.
Untuk menjangkau lokasi ini, saya lebih memilih jalur dari Kota Enrekang, melintasi Sungai Saddang di Penja Desa Puserren.
Jaraknya hanya sekira 15 hingga 20 km dengan waktu tempuh sekitar 40 menit dengan motor ojek bertarif 50 ribu. Tarif ini tidak berubah dari sejak 10 tahun lalu.
Rute lain bisa diakses melalui Kota Pinrang tepatnya di ujung Jembatan Pincara Kecamatan Duampanua Pinrang.
Dengan rute ini jaraknya lebih jauh sekitar 40 kilometer dan melewati beberapa kampung di antaranya Bila, Belajen, Kassa, Batulappa dan Baruppu.
Meski terlihat jauh tapi jalanannya sudah betonisasi kecuali jalan inspeksi irigasi dari Lome hingga Bila.
Setiba di kampung Loka, rasa lelah perjalanan akan terbayar oleh kesejukan, panorama alam yang indah serta keramahan warganya. Belum lagi termasuk hidangan kopi, pisang goreng, serta sayur burasse bersantan. Nikmat rasanya.
Apabila terbiasa dengan cuaca dingin, berendam di air sungai kecil yang jernih bisa menjadi pilihan. Di sungai kecil dan gemuruh gemerciknya bisa menjadi wadah relaksasi yang menyenangkan.
Kita pun bisa menikmati jalan-jalan setapak yang berhias tanaman berdaun hijau segar, bunga dan desir angin pancaroba.
Kebetulan saat kedatangan saya bersamaan dengan musim tanam padi. Beberapa warga bergotong royong menanam padi.
Ketahuilah, penyelenggara tanam padi biasanya akan menyiapkan suguhan makanan berat dan snack bagi penanam. Meski saya terlibat tanpa ikut menanam, tetap dapat jatah makan.
Menu kali itu adalah ayam kampung berkuah santan. Rezeki anak saleh. He-he. Beri dia penekanan ayam kampung, bukan ayam suntik.
Wah, lahapnya makan di pematang sawah sambil mendengar obrolan warga tentang hasil Pilpres dan Pileg. Seru juga mendengar bagaimana memblokade serangan fajar.
Foto-foto yang tersaji di sini, di-shoot sehari sebelum sidang isbath.
Selamat menjalankan ibadah puasa.