PELAKITA.ID – Yayasan KOPEL menggelar Diseminasi Publik Hasil Baseline Survey RUEN/RUED ’di Ruang Mamminasata Lantai 4, Kantor Bappelitbangda Sulsel, Rabu, 24/1/2024.
Acara yang diikuti perwakilan lintas OPD, LSM, media, dan perguruan tinggi ini dibuka oleh Anwar Madani, M.Si dari Bidang Perencanaan Wilayah Bappelitbangda Sulsel
Anwar didampingi perwkalan Yayasan Kopel, Akil Rahman serta moderator Dewi Fortuna Syam.
Menurut Akil Rahman, kegiatan ini merupakan bagian dari tahapan program kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bangda Kemendagri atas dukungan Ford Foundation terkait isu energi di Sulawesi Selatan.
Dikatakan, RUED merupakan kebijakan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi (RUED-P) maupun kabupaten/kota (RUED-K) untuk mendukung pencapaian sasaran dari RUEN.
“RUED menjadi pedoman pengembangan energi daerah jangka panjang dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan potensi energi di masing-masing daerah hingga tahun 2050,” sebut Akil.
Akil menjelaskan, tujuan survey untuk mempelajari tingkat pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai partisipasi masyarakat terhadap implementasi energi terbarukan.
“Lokasinya di Kabupaten Pangkep dan Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dan di Kabupaten Majene dan Polman Provinsi Sulawesi Barat,” ungkapnya.
Penelitian survei ini dilakukan selama 6 bulan dari bulan Mei hingga Oktober 2023.
“Ada 18 pertanyaan kombinasi semi tertutup dan terbuka yang disiapkan untuk 100 target responden,” ungkapnya.
Yang kedua, lanjutnya, untuk mempelajari tingkat pengetahuan serta pendapat masyarakat mengenai pengaruh pemangku kepentingan dalam pengembangan energi terbarukan di daerah tersebut.
“Yang ketiga, mendapatkan gambaran pengelolaan energi terbarukan yang perlu intervensi kebijakan khususnya dari para pemangku kepentingan,” tambahnya.
“Kita berharap pula dapat menjadii bahan penyusunan pedoman pengembangan pelibatan masyarakat dalam pembangunan sektor energi terbarukan,” ucapnya.
Sementara itu, Dr Sri Prilmayanty sebagai anggota tim peneliti yang memaparkan hasil baseline survey, menyebut baseline ini lebih difokuskan pada menyiapkan bahan penyusunan policy brief atau penyusunan ringkasan urgensi kebijakan EBT.
“Hal tersebut terkait dengan penyusunan pedoman pengembangan pelibatan masyarakat dalam pembangunan sektor energi yang bisa direplikasi,” ucap akademisi dari ITB Nobel Makassar itu.
Sri menyampaikan sejumlah indikator yang ingin diteliti seperti pengetahuan energi terbarukan dimana masyarakat mengetahui implementasi dari energi terbarukan.
“Yang kedua masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kebijakan energi terbarukan, masyarakat mengetahui dampak dan manfaat dari energi terbarukan serta pada pengaruh pemangku kepentingan,” jelas alumni FEB Unhas angkatan 1997 ini.
“Masyarakat mengetahui mengenai RUED dan kebijakan yang terkait dan ppemerintah sering melakukan sosialisasi pengembangan energi terbarukan, masyarakat mengetahui kebijakan yang diimplementasikan pemerintah terkait RUED,” tambahnya.
“Termasuk pada pengelolaan energi terbarukan,” imbuhnya.
Dia juga menyebut bahwa pihaknya melaksanakan study literatur terkait RUED, APBD dan regulasinya.
Ditambahkan, hasil kajian ini juga menemukan bahwa meski soal energi terbarukan sudah ada dalam poin capaian SDGs yaitu pada tujuan nomor tujuh dari 17 tujuan SDGs adalah menjamin akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.
Bahwa rnergi dan cara menggunakannya harus efisien, berkelanjutan dan sebisa mungkin terbarukan.
“Cuma yang jadi masalah adalah pada saat perencanaan Musrenbang desa, hampir isu poin nomor 7 ini tidak dibahas. Pola penganggaran di desa semuanya masih dominan dialokasikan untuk pembangunan jalan dan infrastrukttru,” sebut Sri.
“Masyarakat yang mengerti tentang RUED sangat sedikit, atau dengan kata lain, yang tidak tahu tentang RUED dan kebijakan ini antara 52 hingga 72 orang dari 100 orang responden hampri sama di semua daerah,” ungkapnya.
Tanggapan peserta
Prof Hafsah dari UIN Makassar yang diminat jadi penanggap menyampaikan perlunya untuk sejumlah pihak didengar pendapatnya terkait RUED ini.
“Jadi bukan hanya masyarakat tetapi juga juga lain seperti unsur pemerintah,” kata dia.
Dia juga berharap agar fasilitasi terkait pelaksanaan proyek-proyek EBT dapat menyiapkan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan atau kapasitas.
Penanggap kedua, Kamarudidn Azis, dari COMMIT Foundation menyebut sebagai sebuah laporan baseline ini sudah mewakili metode, proses dan argumentasi yang relevan.
“Kajian ini juga bagus karena memperkuat kapasitas enumerator untuk menyebarkan kuesioner,” katanya.
“Namun perlu diperkuat dan dipertajam pada penggambaran kapasitas responden, afiliasi dan pernah tidaknya terlibat dalam penyusuunan kebijakan, seperti pengayaan visi misi kepala daerah, penyusunan dokumen dan lain sebagainya,” tambahnya.
Dia juga menekankan bahwa sejauh ini ada banyak bantuan Pemerintah Pusat seperti PLTS namun mengabaikan partisipasi masyarakat di awal perintisannya.
“Dari sekitar 60 PLTS yang sempat kami kaji di Sulsel, sebagian besar sudah mengalami rusah, atau tidak bisa bertahan lama. Padahal biayanya mahal namun partisipasi masyarakat, termasuk pemerintah desa dalam perawatan sangat rendah,” ucapnya.
Peserta dari Biro Hukum Pemprov menambahkan bahwa sangat perlu untuk perangkat daerah terutama ESDM menindak lanjuti aturan dari Provinsi terkait EBT ini untuk sampai ke kabupaten/kota.
“Perlu mengamanahkan atau mengembangkan kelembagaan energi di daerah,” ucapnya.
“Setelah ditetapkan Pergub, setelah koordinasi perangkat daerah Sulsel dengan Bappelitbangda dan Biro Hukum, Inspektorat, Perencanaan dan Penyusunan Anggaran, regulasi dan pengawasan untuk segera implementasi di daerah,” sebutnya.
“Termasuk mekanisme hibah bantuan EBT untuk mempersiapkan masyatakat dan pelibatan Pemda,” ucapnya.
Sementara Anwar Madani menyebut sejumlah program Pemda sudah terkait EBT seperti PLTS, dan Rooftop solar panel. “Kami memfaislitasi kawasan industri di Kawasa Industri Bantaeng dan Kawasan Industri Takalar,” katanya.
Rekomendasi Tim Kopel
Pada aspek pengetahuan energi terbarukan, Tim Kopel mengusulkan, hendaknya pemangku kepentingan secara bersama-sama bersinergi dalam mensosialisasikan kepada masyarakat terkiat adanya kebijakan RUED oleh pemerintah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
“Perlu mewajibkan proses partisipasi masyarakat dalam penyusunan RUED. Kedua, pada aspek pengaruh pemangku kepentingan, pemerintah dapat meningkatkan aksesbilitas dan transparansi informasi mengenai kebijakan RUED,” sebut Sri.
“Yang ketiga, pada aspek pengelolaan energi terbarukan, pemerintah hendaknya memberikan pelatihan dan pendidikan tentang energi terbarukan kepada masyarakat dan*pemangku kepentingan terkait baik langsung atau tidak langsung,” tambahnya.
“Terakhir, mendorong kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil,” pungkas Dr Sri, peneliti Kopel.
Redaksi