Danny Pomanto pimpin IKA Unhas Sulsel temui Menteri Senior Singapura

  • Whatsapp
Suasana pertemuan yang berlangsung hangat antara Menteri Senior Singapura, Dr Janil A. Puthucheary dan tim IKA Unhas Sulsel yang dipimpin Moh Ramdhan Pomanto (dok: IKA Unhas Sulsel)

DPRD Makassar

“Kami memfasiilitasi mereka untuk bertemu, kami bertanggung jawab menciptakan suasana damai, Ini alasan mendasar mengapa perlu asosiasi warga.” 

Dr Janil A. Puthucheary, Menteri Senior Singapura.

Read More

PELAKITA.ID – Menteri Senior Singapura, Dr Janil Arusha Puthucheary menerima Tim IKA Unhas Wilayah Sulawesi Selatan yang dipimpin Moh. Ramdhan ‘Danny’ Pomanto di ruang  ‘People Association’ One Punggol, di Kawasan Pasir Ris, Singapura, Sabtu, 4 Februari 2023.

Bersama Danny nampak Prof Muhammad Yusuf Hadrawi, Hidayah Muhallim, Ferdi dan Kamaruddin Azis serta Ana Hasan.

Mereka mewakili pengurus, lembaga khusus dan tim Ekonomi Kreatif IKA Unhas Sulsel.

Tentang Dr Janil

Dr Janil adalah dokter spesialis anak Singapura yang menjabat Menteri Negara Komunikasi dan Informasi per 2018 dan Menteri Negara Kesehatan sejak 2020.

Ia pilar dan pimpinan Partai Aksi Rakyat sejak 2019. Janil berkawan Danny sejak lama.

Kiprah Janil, telah memberi inspirasi bagi ketua IKA Unhas wilayah Sulawesi Selatan itu sebagai penggerak sekaligus pengawal aspirasi warga Singapura, utamanya konstituennya di kawasan Pasir Ris.

Dia sukses mendorong dan melibatkan masyarakat dalam pembangunan apa yang disebut pusat layanan sosial bernama One Punggol.

Pada pertemuan yang berlangsung satu jam itu, Dr Janil sempat menanyakan motif kunjungan sebab menurutnya One Punggol selama ini tidak bekerja langsung dengan alumni.

“Tim melaksanakan benchmarking di Singapura atas nama alumni IKA Unhas di Sulawesi Selatan. Spiritnya menginisiasi untuk masa depan Sulawesi Selatan. Kami ingin tahu bagaimana inisiasi, pelaksanaannya hingga bisa membuat Singapura lebih baik,” jawab Danny.

“The One Punggol adalah contoh baik, tentang pengalaman Singapura dalam membangun wilayahnya,” imbuhnya.

Menurut Danny, ada 20 ribu alumni di Sulsel yang tersebar di berbagai bidang di wilayah Sulawesi Selatan dan merupakan potensi untuk membangun daerah.

“Ada  birokrat, swasta, NGO, di berbagai sektor. Kami ingin mendorong kolaborasi dan membantu pemerintah daerah di 24 kabupaten kota untuk untuk membangun daerahnya,” jelasnya di depan Menteri Senior dari Partai Aksi Rakyat Singapura itu.

“Ini kali pertama kami menggelar global networking, untuk masa depan Sulsel. Kita berharap jika Pemerintah Singapura punya kepentingan dengan Sulawesi Selatan, untuk investasi, untuk membangun jejaring, kami siap dukung,” jelas Danny.

“Kami punya kerjasama yang kuat di Sulawesi Selatan, kita ingin membangun kabupaten-kota yang lebih kuat, itu peran kami di IKA Unhas Sulawesi Selatan,” ujarnya lagi.

Inovasi One Punggol

Menurut Dr Janil, jika IKA Unhas punya alumni, maka pihaknya punya Asosiasi Warga sebagai simpul perubahan.

“Di sinilah saya secara konstitusional membentuk kelomppok  masyarakat.  Asosiassi warga sangat penting dalam mengelola grup kecil lainnya yang tersebar di Singapura, di setiap kota, ada beberapa komunitas yang sudah terbentuk,” terangnya.

“Apa yang ada di sini, di One Punggol adalah satu dari tiga yang telah dibangun. Kita sedang menyiapkan yang keempat. Semua berfungsi sama, sebagai pusat layanan masyaakat dalam banyak aspek,” ujarnya.

Hal kedua yang disampaikan Dr Janil adalah bagaiamna mengelola jejaring relawan yang mau bekerja sukarela.

“Ini jejaringnya sangat luas dan mereka datang karena punya interest yang sama untuk menjadi bagian di dalamnya,” tambahnya.

Setiap Community Club seperti One Punggol ini menurut Janial mempunya kantor pusat atau sekretariat.

“Setiap devisi, menjadi tanggung jawab konstituensi saya, kami membangun jejaring dengan mereka sebagai bagian dari geografi yang sama, pada beberapa blok rumah, dan residensi,” ucapnya.

Kelompok-kelompok tersebut akan bekerja sebagai jejaring dengan fokus yang beragam.

“Kami bergerak bersama untuk kelompok usia produktif, untuk kaum muda, untuk yang rentan, untuk yanag berbasis etnisitas, ini dikerjakan dengan basis geografi, dengan basis konsitutensi kami,” tambahnya.

Komunitas-komunitas itu, menggunakan sekretariat di One Punggol untuk pertemuan, seperti yang sedang digunakan saat ini.

“Mereka punya ruangan meeting, ada fasilitasnya, di setiap bagian wilayah inilah yang disebut Community Center, ada 3 sampai 4 ruangan,” terangnya.

Apa yang dilakukan?

Kepada tim IKA Unhas Sulawesi Selatan, Dr Janil menjelaskan ada dua sisi yang menjadi ruang lingkup Community Center itu.

“Sebagai pemecah masalah, jadi pada setiap residensi mereka bisa bahas isu seperti perparkiran, pohon, bahkan kasus kriminal. Apa yang mereka diskusikan akan menjadi perhatian kami untuk misalnya kami memanggil otoritas seperti polisi,” ucapnya.

“Saya bekerja seperti arbitrase, bukan sebagai pembawa surat,” jelasnya. “Setiap bulan manakala menggelar meeting dengan warga, agensi atau pihak Pemerintah akan datang juga,” lanjuitnya.

Yang kedua, lanjut Dr Janil, adalah sebagai pengembangan program.

Foro bersama Dr Janil dan Ketua IKA Unhas Sulsel, Moh Ramdhan Pomanto bersama tim (dok: IKA Unhas Sulsel)

“Pada setiap residensi, para volunteer akan mengorganisasi agenda positif, misalnya perayaan tahun baru Imlek, dan lain sebagainya,” kata Janil.

Banyak hal yang bisa disusun oleh mereka, mulai dari bagaimana mencari pekerjaan yang baik, program pelatihan, pengembangan kapasitas terkait IT dan lain sebagainya. Of no

Menurut Janil, jika itu membutuhkan partisipasi Pemerintah dalam bentuk anggaran maka agensi akan datang, untuk menyiapkan anggaran.

Program-program yang dihasilkan akan didiskusikan dan diakurasi oleh volunteer.

“Kami ada 15 staf, mereka tidak mengorganisasi kegiatan tetapi mengeorganisasi volunteer,” jelas Janil terkait timnya. “Mereka semua bekerja untuk memperkuat relawan.”

Merespon pertanyaan Hidayah Muhallim terkait motivasi volunteer, Janil menyebut ada dua alasan, selain karena mereka menaruh minat untuk terhubung, juga karena mereka ingin saling kenal di kawasan yang sama.

“Mererka ingin anak-anak mereka bisa berinteraksi, termasuk menyelesaikan masalah-masalah antar warga,” ujarnya.

“Anggota parlemen seperti saya, door to door bekerja. Saya bilang mari bergabung, dan jika mereka tertarik, kami rekrut. Kami juga bisa mencari sponsor, pendanaan, untuk bagaimana warga bisa menggunakannya dengan baik,” tambahnya.

“Jika ada warga yang berminat musil, jika ingin orchestra, kami siapkan ruangan dan alat, termasuk memberi kesempatan untuk pelatihan, ini dikerjakan pihak lain,” jelasnya.

Urgensi Asosiasi Warga

Menurut dokter lulusan Irlandia itu, sebelum asosiasi ini eksis, potensi konflik di tengah komunitas sungguh besar.  “Ini karena Singapura terdiri dari beberapa etnis atau komunitas dengan latar belakang berbeda,” sebutnya.

“Kami memfasiilitasi mereka untuk bertemu, kami bertanggung jawab menciptakan susasana damai, Ini alasan mendasar mengapa perlu asosiasi. Dengan asosiasi mereka bisa makan bersama, jika ada potensi konflik maka asosisasi akan mengambil langkah-langkah pencegahan,” terangnya.

Di One Punggol, terdapat banyak fasilitas. Ada untuk olahraga, layanan administrasi, pajak, tempat parkir sepeda, taman bermain. “Ada yang terbuka 24 jam,” katanya.

“Kami juga menyiapkan ruangan untuk yang sudah berumur tua, untuk kaum muda, hingga anak-anak balita,” tambahnya. “Jika ada warga yang sakit, terutama saat Covid kemarin, volunteer ikut beraksi.”

“Itu juga yang membuat kami cukup konfiden saat crisis atau pandemi, kita perkuat kerjasama antar warga, termasuk bagaimana meyakinkan yang tua untuk ikut vaksin, itu kerja-kerja volunteer,” lanjutnya.

Pendanaan

Volunteer tidak digaji, tetapi diikat oleh komitmen. “Saya sebagai anggota parlemen diminta untuk menjadi advisor bagi mereka, advisor untuk grassroot,” ucap Janil.

Dia juga menyebut antara volunteer, fungsi pemerintah dan parlemen harus ada kejelasan fungsi.

“Jika ada yang bukan bagian Pemerintah, atau tidak melalui pemilihan, ini berpotensi menjadi masalah, jadi harus lebih jelas di depan,” katanya.

Bagaimana membiayai One Punggol? One Punggol adalah hub kota, ini dibiayai bersama atau co-investment oleh Pemerintah, masyarakat dan swasta.

“Agensi pemerintah sudah ada anggaran, jadi kami tidak ke situ lagi. Kami mendorong pembangunan terintegrasi, kami bersama untuk menyelesaikan persoalan bersama-sama,” terangnya.

Danny Pomanto bertanya tentang regulasi dan hubungannya dengan Asosisasi Warga dan perencanaan.

“Asosiasi warga adalah pimpinan agensi perencanaan, mengenai anggaran tergantung ukuran proyeknya, tetapi di grass root kita bisa membuka ruang pendanaan bersama. Kadang kita ajak perusahaan atau sponsor, sampai satu persen, tetapi secara umum pendanaan pemerintah,” ucapnya.

Dr Janil dan Ketua IKA Unhas Sulsel bertukar cinderamata (dok: IKA Unhas Sulsel)

Anggaran itu menurut Janil untuk biaya-biaya rutin, dan perawatan. “Sebab di sini pun butuh air, lampu, perawatan, jadi mereka harus membiayai dirinya juga,” tuturnya.

Kamaruddin Azis menanyakan model capcaity transfer untuk organisasi yang ada dan disebut oleh Janil, memang ada perbedaan untuk volunteer yang baru bergabung dan sudah berpengalaman.

“Pelatihan-pelatihan seperti memasak, ballet, bisa disiapkan, tetapi oleh pihak lain. Tentang bagaimana teknik pengolahan kopi, volunterr yang akan menindaklanjutinya,” katanya.

Beberapa aspek yang juga disampaikan Dr Janil adalah aspek pendidikan, kesehatan dan pengelolaan lingkungan.

“Layanan kesehatan itu adalah domain yang sangat sulit dan berbeda solusinya dari kota ke kota lain. Beberapa solusi kadang terpisah, atau spesifik. Misalnya  jika dikaitkan ke asuransi, mekanisme proses,” katanya.

Tentang layanan keseharan di Singapura, Janil menyebut layanan kesehatan, 80 persen oleh swasta sementara pemerintah hanya meng-cover 20 persen. “Di Singapura, semua warga mempunyai asuransi,” kata Janil.

Menurut Janil, layanan pemerintah untuk penyakit berat dan perlu tindakan lebih lanjut. Untuk penyakit-penyakit umum misalnya demam, batuk, flu, 80 persen ditanggung pemerintah, 20 persen oleh swasta.

Dia juga menceritakan bahwa Pemerintah Singapura mempunyai sistem yang menempatkan bentuk layanan kesehatan sesuai kartu. “Ada biru, hijau dan oranye, ini disesuaikan dengan income, untuk yang tinggi akan memperoleh kartu lain,” jelasnya.

Prof Muhammad Yusuf menyinggung soal pendidikan dan dijawab bahwa wajib belajar itu antara 7 sampai 16 tahun, dan setelah itu mereka bsia memilih sekolah lain dan umumnya lembaga pendidikan informal.

Yang terakhir adalah pendekatan pengelolaan lingkungan yang dilontarkan oleh Ferdi.

Menurut Janil, ada beberapa kawasan yang sudah dijadikan lokasi hijau dan dilindungi.

“Ada daetah pelestrian, jalur hijau yang dikelola secara aktif, ada untuk pesepeda, taman dan ruang publik. Jadi semua ditangani dengan baik,” pungkasnya.

 

Penulis: K. Azis

Related posts