PELAKITA.ID – Yayasan Plan International Indonesia (YPII) bersama DFW Indonesia telah melaksanakan proyek perlindungan awak kapal perikanan di Indonesia bernama SSP sejak dua tahun lalu. Dua provinsi yang menjadi lokasi program adalah Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
“Akhir perjalanan SSP selama 2 tahun ditutup dengan penyampaian status dan capaian implementasi. Banyak hal dicapai untuk sebuah kerja advokasi perlindungan awak kapal perikanan,” sebut Muhammad Abdi, koordinator nasional DFW Indonesia, 5/10/2021.
“Ada hambatan dan tantangan, inovasi dan good practices. Semoga proyek advokasi ini dapat membawa perubahan dan perbaikan tata kelola awak kapal perikanan,” tambahnya.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerjasama dalam proyek ini.
Yayasan Plan International Indonesia (YPII) melaui Direktur Eksekutifnya, Dini Widiastuti, mengucapkan terima kasih kepada Destructive Fishing Watch (DFW) atas kerjasama yang telah terjalin dalam pelaksanaan) proyek “Safeguarding Against and Addressing Fishers’ Exploitation at Sea – SAFE Seas (SSP)” yang telah berlangsung dari tanggal 26 Juni 2018 sampai dengan 30 September 2021 sesuai dengan Sub Agreement No: 064/Parthership/FY19/YPII/CO/VI/2019; Amendment I No: 064/Partnership/FY19/YPII/CO/VI/2019..
Pencapaian DFW Indonesia atas dukungan Yayasan Plan Indonesia amat signifikan dalam mengkampanyekan perlindungan bagi awak kapal perikanan di dua provinsi.
Salah satu pencapaian pentingnya adalah ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui MKP telah meresmikan Fisher Center di Jateng dan Sulut.
Fisher Center merupakan salah satu upaya agar ada transformasi kepada pemangku kepentingan di dua provinsi untuk memediasi pertukaran pengalaman, informasi dan kabar antar awak kapal perikanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Selama pandemi, SSP telah memfasilitasi berbagai kegiatan seperti diskusi online terkait advokasi awak kapal perikanan, pembentukan SAKTI Sulut, workshop hybrid online dan offline, pembuatan form aduan online dan hotline di website.
Selain itu ada pula pembentukan Kader Perlindungan Awak Kapal Perikanan di 6 desa dan 1 kelurahan, mendorong pengadaan pelayanan BPJSTK di Desa Kluwut Jateng hingga kampanye pelindungan AKP secara door to door.
“Secara spesifik seperti adanya Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan Sulawesi Utara., Fishers Center Jawa Tengah dan Bitung, panduan dan Inspeksi Bersama Awak Kapal Perikanan di Bitung, kader perlindungan Awak Kapal Perikanan di 7 Desa/ Kelurahan,” sebut Abdi.
“Lalu ada adopsi bahan ajar tentang pengenalan risiko kerja dan indikator perdagangan orang di SMK Perikanan Al Ma’arif Tegal, ada surat Edaran Lurah tentang Sistim Perlindungan AKP Berbasis Masyarakat di 4 kelurahan serta training bagi fishing industry, manning agent dan AKP,” tambahnya.
Dalam dua tahun tersebut SSP telah mengadvokasi berbagai kasus, memfasilitasi solusi antar negera, memfasilitasi pertukaran informasi dari awak kapal yang menjadi korban di kapal asing, juga oleh penipuan oleh perusahaan penyalur tenaga kerja. Semisal, awak kapal asal Jateng yang berperkara dengan pemilik kapal dan penyalur tenaga kerja.
Proyek SSP juga memfasilitasi dan mengkoordinasi pemulangan jenazah dan korban perlakuan intimidasi perusahaan dan kapten kapal dimana korban bekerja ke Bitung. Selain itu, beberapa ‘champion’ lokal telah menjadi aktivis pelindung hak-hak awak kapal perikanan di Bitung dan Tegal.
“Apa yang kami fasilitasi sejauh ini tentu belum sesempurna harapan kita semua tetapi bagaimana pun apa yang telah difasilitasi, menjadi output atau outcome semoga bisa berdampak luas dan menjadi inspirasi untuk semua. Bahwa perlindungan hak-hak awak kapal perikanan merupakan tanggung jawab semua pihak,” ucap Abdi.
“Semoga ke depan, inisiatif program seperti ini tetap ada dan dijalankan untuk daerah lain di Indonesia,” pungkasnya.