Mustamin Raga | Mungkinkah Menteri Kehutanan Menjadi Penjahat lingkungan?

  • Whatsapp
Ilustrasi penguasa dan perusak (created by Gemini AI)

Karena hutan tidak bisa bersuara. Sungai tidak bisa memprotes. Gunung tidak bisa menulis laporan. Maka rakyatlah, lembaga independenlah, dan sistem hukum yang bersihlah yang harus menjaga agar kekuasaan tidak berubah menjadi racun yang merusak bumi.

Oleh: Mustamin Raga
(Penulis Buku Literasi dan Kemiskinan)

PELAKITA.ID – Pertanyaannya terbaca tajam, tetapi justru di sanalah letak kejujuran kita diuji. Karena jabatan tidak pernah otomatis membuat seseorang menjadi suci.

Justru kekuasaan sering menjadi ruang paling luas bagi kebajikan maupun kejahatan untuk tumbuh tanpa suara.

Jadi jawabannya Ya, mungkin. Bahkan sejarah di banyak negara membuktikan, pejabat yang diberi mandat merawat bumi justru bisa menjadi aktor kerusakan terbesar. Bukan karena mereka sejak awal berniat jahat, tetapi karena kekuasaan selalu menggoda, dan hutan adalah lahan basah yang terlalu menggairahkan bagi banyak kepentingan.

Seorang Menteri Kehutanan memegang kunci atas jutaan hektar tanah, lisensi perusahaan, konsesi tambang, izin pelepasan kawasan, dan tafsir atas kebijakan publik yang mempengaruhi ekosistem puluhan bahkan ratusan tahun mendatang.

Di tangan yang lurus, kekuasaan ini menjadi berkah bagi generasi. Di tangan yang bengkok, kekuasaan ini berubah menjadi tragedi ekologis.

Bagaimana mungkin penjaga menjadi perusak? Karena celah kebijakan adalah pintu masuk kejahatan

Sebuah izin pembukaan lahan bisa menguntungkan pihak tertentu, sementara hutan primer ditebas tanpa ampun. Ketika peraturan ditulis untuk melayani korporasi, bukan alam, saat itulah seorang menteri dapat bertransformasi dari pengurus negara menjadi administrator kerusakan.

Karena tekanan politik lebih kuat daripada suara pepohonan

Menteri bukan malaikat. Ia bagian dari sistem. Partai politik, oligarki, dan jaringan bisnis sering mendorong keputusan yang tidak selaras dengan sains lingkungan. Dalam situasi seperti itu, seorang menteri bisa memilih aman secara politik, tetapi mengorbankan jutaan pohon yang tak mampu membela diri.

Karena korupsi ekologis lebih halus, lebih senyap.

Tidak perlu menerima amplop. Cukup membiarkan perusahaan membakar lahan, cukup memejamkan mata terhadap pembalakan liar, cukup memanipulasi data tutupan hutan. Kejahatan lingkungan tidak selalu tampak dramatis, tetapi efeknya merusak hingga generasi yang belum lahir.

Karena jabatan memberi legitimasi atas keputusan yang fatal

Keputusan seorang menteri tidak seperti keputusan pegawai biasa. Satu pulpen dapat menghilangkan ribuan hektar hutan, mengubah sungai, menghancurkan habitat satwa, dan memicu banjir bandang. Kejahatan lingkungan sering datang melalui dokumen resmi yang tampak legal, maka di sanalah ironi itu bekerja dan berproses.

Tetapi bukan berarti seorang menteri pasti menjadi penjahat

Justru karena kekuasaannya besar, peluang untuk menjadi pahlawan pun sama besarnya. Menteri bisa memperkuat konservasi, menghentikan ekspansi tambang, mengembalikan hutan adat, memperbaiki tata ruang, dan melawan perusahaan-perusahaan rakus dengan disiplin yang teguh. Semua kembali pada integritas, keberanian, dan kesadarannya bahwa dirinya hanya penjaga sementara, sementara alam memiliki umur ribuan tahun lebih panjang dari masa jabatannya.

Pertanyaan yang sesungguhnya bukan “Mungkinkah menteri menjadi penjahat lingkungan?”

Tetapi, pertanyaan berikutnya, siapa yang mengawasi agar mereka tidak menjadi penjahat?

Karena hutan tidak bisa bersuara. Sungai tidak bisa memprotes. Gunung tidak bisa menulis laporan. Maka rakyatlah, lembaga independenlah, dan sistem hukum yang bersihlah yang harus menjaga agar kekuasaan tidak berubah menjadi racun yang merusak bumi.

Jadi, penjahat lingkungan bukan hanya mereka yang memegang jabatan. Tetapi siapa pun yang berdiam diri ketika hutan dibakar, gunung ditambang, dan laut dikotori.

Dan kita semua, dengan cara paling sederhana, sedang dihadapkan pada pilihan, yakni
menjadi penjaga, atau membiarkan para penjahat yang bekerja dalam senyap.

___
Gerhana Alauddin, tanggal tua, November 2025