Linda Tuhiwai Smith dan Dekolonisasi Pengetahuan

  • Whatsapp
Linda Tuhiwai Smith (www.rnz.co.nz)

Dekolonisasi metodologi berarti menggeser pusat kuasa pengetahuan dari Barat ke arah keragaman epistemologi yang lebih inklusif. Hal ini mencakup penggunaan bahasa, simbol, dan narasi lokal, serta pelibatan penuh komunitas dalam proses penelitian.

PELAKITA.ID – Linda Tuhiwai Smith adalah seorang sarjana Māori dari Aotearoa/Selandia Baru yang namanya melambung berkat karya monumentalnya Decolonizing Methodologies: Research and Indigenous Peoples (1999, edisi kedua 2012).

Buku ini tidak hanya menjadi teks kunci dalam kajian metodologi kritis, tetapi juga tonggak penting dalam gerakan global untuk mendekolonisasi ilmu pengetahuan dan penelitian.

Dalam buku tersebut, Smith mengajukan kritik tajam terhadap cara penelitian modern—yang berakar pada tradisi Barat—telah memosisikan masyarakat pribumi sebagai objek, bukan subjek, pengetahuan.

Penelitian sebagai Alat Kekuasaan

Bagi Smith, penelitian tidak pernah netral. Dalam konteks kolonialisme, ia menjadi alat kekuasaan yang memproduksi pengetahuan untuk kepentingan penjajah, sekaligus mereduksi realitas dan tradisi masyarakat pribumi.

Penelitian kerap digunakan untuk membenarkan dominasi, menstereotipkan komunitas adat sebagai “primitif,” atau menyingkirkan kearifan lokal dari panggung pengetahuan modern.

Oleh karena itu, Smith menekankan pentingnya melihat penelitian sebagai praktik yang sarat dengan dimensi politik, etika, dan kekuasaan.

Di sini Smith sejalan dengan Michel Foucault yang berbicara tentang relasi power/knowledge, namun ia melangkah lebih jauh dengan menunjukkan dampak konkret kolonialisme akademik terhadap masyarakat pribumi.

Baginya, setiap proses penelitian harus ditinjau ulang: siapa yang meneliti, untuk siapa penelitian dilakukan, dan siapa yang memperoleh manfaatnya? Pertanyaan-pertanyaan ini membuka kesadaran baru bahwa penelitian bisa melanggengkan ketidakadilan, sekaligus bisa menjadi sarana pembebasan.

Dekolonisasi Metodologi

Gagasan kunci Linda Tuhiwai Smith adalah perlunya decolonizing methodologies atau dekolonisasi metodologi. Ia menolak pandangan bahwa metode Barat adalah satu-satunya jalan sah dalam menghasilkan pengetahuan.

Sebaliknya, ia mengajak untuk mengakui, menghormati, dan mengintegrasikan cara-cara tradisional masyarakat pribumi dalam memahami dunia.

Dekolonisasi metodologi berarti menggeser pusat kuasa pengetahuan dari Barat ke arah keragaman epistemologi yang lebih inklusif. Hal ini mencakup penggunaan bahasa, simbol, dan narasi lokal, serta pelibatan penuh komunitas dalam proses penelitian.

Dengan demikian, penelitian tidak lagi bersifat extractive (sekadar mengambil data), tetapi participatory (melibatkan partisipasi aktif) dan empowering (memberdayakan).

Pengetahuan Pribumi dan Keadilan Sosial

Linda Tuhiwai Smith menekankan bahwa pengetahuan pribumi bukan hanya alternatif, tetapi juga sumber daya berharga untuk memahami dunia dan mencari solusi atas tantangan kontemporer.

Dalam isu pembangunan misalnya, banyak masyarakat adat yang memiliki kearifan ekologis, sistem ekonomi berbasis solidaritas, dan tata kelola komunitas yang berkelanjutan. Namun, kearifan ini sering kali diabaikan dalam kerangka pembangunan modern yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata.

Dengan mendekolonisasi pengetahuan, Smith mengusulkan agar pembangunan tidak lagi dipandang sebagai “proyek Barat” yang dipaksakan ke seluruh dunia, melainkan sebagai proses plural yang mengakui beragam jalan menuju kesejahteraan.

Perspektif ini sangat relevan dengan kritik para pemikir post-development seperti Arturo Escobar atau Gustavo Esteva, yang juga menyoroti dominasi wacana pembangunan Barat atas masyarakat Global South.

Relevansi dalam Studi Pembangunan

Pemikiran Linda Tuhiwai Smith memiliki dampak besar terhadap studi pembangunan.

Pertama, ia menegaskan bahwa pembangunan tidak dapat dilepaskan dari persoalan epistemologi—siapa yang berhak mendefinisikan apa itu pembangunan dan bagaimana ia diukur.

Kedua, ia memperlihatkan bahwa nilai (aksiologi) pembangunan harus berpihak pada keadilan, kedaulatan masyarakat, dan keberlanjutan ekologis, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.

Dalam praktiknya, pendekatan yang diinspirasi Smith mendorong metode penelitian partisipatif, pemberdayaan komunitas, serta pengakuan terhadap hak masyarakat adat.

Hal ini sejalan dengan tren global menuju decolonizing development studies dan menantang dominasi paradigma Barat yang selama ini menempatkan negara-negara berkembang dalam posisi subordinat.

Warisan Pemikiran

Hari ini, Decolonizing Methodologies telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan digunakan secara luas di bidang antropologi, sosiologi, pendidikan, dan studi pembangunan.

Pemikiran Smith terus menginspirasi generasi akademisi dan aktivis untuk mengubah cara kita memahami pengetahuan. Ia mengingatkan bahwa penelitian bukan sekadar menghasilkan data atau teori, tetapi juga sebuah praktik etis yang menentukan relasi kuasa antara peneliti dan yang diteliti.

Dengan demikian, warisan pemikiran Linda Tuhiwai Smith dapat diringkas dalam tiga pesan utama:

  1. Penelitian selalu terkait dengan kekuasaan.

  2. Dekolonisasi metodologi adalah upaya membebaskan pengetahuan dari dominasi Barat.

  3. Pengetahuan pribumi adalah sumber daya penting yang harus diakui dalam mewujudkan pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan manusiawi.