Memahami Defenisi dan Ruang Lingkup Pembiayaan Daerah

  • Whatsapp
Ilustrasi Pemerintahan

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Berdasarkan Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan dalam pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:

a. Pembiayaan daerah terdiri atas:

Read More

1) penerimaan Pembiayaan; dan

2) pengeluaran Pembiayaan.

b. Pembiayaan daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, jenis, obyek, dan rincian obyek Pembiayaan daerah.

Terkait hal tersebut di atas, Peraturan Menteri ini mengatur beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. Pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, akun, kelompok, jenis, objek, rincian objek, dan sub rincian objek pembiayaan daerah

b. Klasifikasi APBD menurut akun, kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian objek Pembiayaan daerah dikelola berdasarkan kewenangan pengelolaan keuangan SKPKD dan BLUD.

c. Pembiayaan neto digunakan untuk menggunakan surplus anggaran atau menutup defisit anggaran.

Ketentuan Terkait Penerimaan Pembiayaan

Berdasarkan Pasal 70 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Penerimaan Pembiayaan Daerah bersumber dari:

a. SiLPA;

b. pencairan Dana Cadangan;

c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. penerimaan Pinjaman Daerah;

e. penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau

f. penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Mengacu pada Pasal 71 sampai dengan Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Peraturan Menteri ini membuat ketentuan terkait Penerimaan Pembiayaan sebagai berikut:

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) bersumber dari pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan pendapatan transfer, pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, pelampauan penerimaan Pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan dan/atau sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target Kinerja dan sisa dana pengeluaran Pembiayaan.

b. Pencairan Dana Cadangan

1) Pencairan Dana Cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan Dana Cadangan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

2) Jumlah Dana Cadangan sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang pembentukan Dana Cadangan bersangkutan.

3) Pencairan Dana Cadangan dalam 1 (satu) tahun anggaran menjadi penerimaan Pembiayaan APBD dalam tahun anggaran berkenaan.

4) Dalam hal Dana Cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.

5) Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban APBD.

6) Penggunaan atas Dana Cadangan yang dicairkan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dianggarkan dalam SKPD pengguna Dana Cadangan bersangkutan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7) Penerimaan hasil bunga/jasa giro/imbal hasil/dividen/keuntungan (capital gain) atas rekening dana cadangan dan/atau penempatan dalam portofolio dicantumkan sebagai lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Penerimaan atas hasil penjualan kekayaan daerah dicatat berdasarkan bukti penerimaan yang sah.

3) Bukti penerimaan antara lain seperti dokumen lelang, akta jual beli, nota kredit, dan dokumen sejenis lainnya.

d. Penerimaan Pinjaman Daerah;

1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman bersangkutan.

2) Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan diterima pada tahun anggaran berkenaan.

3) Penerimaan pinjaman daerah bersumber dari:

a) pemerintah pusat;

b) pemerintah daerah lain;

c) lembaga keuangan bank;

d) lembaga keuangan bukan bank; dan/atau

e) masyarakat

4) Penerimaan pinjaman daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah;

Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Penerimaan Pembiayaan Lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerimaan pembiayaan lainnya digunakan untuk menganggarkan penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Terkait Pengeluaran Pembiayaan

Berdasarkan Pasal 70 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Pengeluaran Pembiayaan dapat digunakan untuk:

a. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;

b. penyertaan modal daerah;

c. pembentukan Dana Cadangan;

d. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau

e. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Mengacu pada Pasal 77 sampai dengan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Peraturan Menteri ini membuat ketentuan terkait Pengeluaran Pembiayaan sebagai berikut:

a. Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo

1) Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo digunakan untuk menganggarkan pembayaran pokok utang.

2) Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman.

3) Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo merupakan pembayaran pokok pinjaman, bunga, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Pemerintah daerah wajib membayar cicilan pokok utang dan dianggarkan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban dimaksud.

5) Dalam hal anggaran yang tersedia dalam APBD tidak mencukupi untuk pembayaran cicilan pokok utang, kepala daerah dapat melakukan pelampauan pembayaran mendahului perubahan atau setelah perubahan APBD

b. Penyertaan Modal Daerah

1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik negara, badan usaha swasta dan/atau koperasi.

2) Penyertaan modal daerah bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, pertumbuhan perkembangan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3) Penyertaan modal daerah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

4) Manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya meliputi:

a) bunga dan pertumbuhan nilai bagi badan usaha yang mendapatkan penyertaan modal daerah;

b) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai bagi badan usaha yang mendapatkan penyertaan modal daerah;

c) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil penyertaan modal sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;

d) peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari penyertaan modal daerah;

e) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai bagi badan usaha yang mendapatkan penyertaan modal daerah;

f) peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari penyertaan modal daerah;

g) peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari penyertaan modal daerah.

5) Bentuk penyertaan modal daerah meliputi penyertaan modal berupa investasi surat berharga dan/atau penyertaan modal berupa investasi langsung.

6) Penyertaan modal berupa investasi surat berharga dilakukan dengan cara pembelian saham dan atau pembelian surat utang.

7) Penyertaan modal berupa investasi langsung dilakukan dengan cara penyertaan modal daerah dan/atau pemberian pinjaman.

8) Penyertaan modal berupa investasi langsung dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat (dana bergulir), penyalurannya dilakukan melalui lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank.

9) Penyertaan modal berupa investasi surat berharga dan investasi langsung dilaksanakan berdasarkan hasil analisis oleh penasehat investasi untuk mendapatkan nilai wajar.

10) Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan.

11) Penyertaan modal dapat dilakukan pemerintah daerah walaupun APBD tidak surplus sepanjang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, dalam hal ini antara lain telah ada Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan

12) Peraturan Daerah ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

13) Penyertaan modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

14) Pengelolaan penyertaan modal daerah meliputi perencanaan investasi pelaksanaan investasi, penganggaran, pelaksanaan anggaran, penatausahaan anggaran dan pertanggungjawaban penyertaan modal pemerintah daerah, divestasi, serta pembinaan dan pengawasan.

15) Pengelolaan penyertaan modal daerah sejalan dengan kebijakan pengelolaan penyertaan modal/investasi secara nasional.

16) Pengelolaan penyertaan modal daerah diatur dengan Perkada.

17) Pemenuhan penyertaan modal pada tahun sebelumnya tidak diterbitkan Peraturan Daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut tidak melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal bersangkutan.

18) Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal, pemerintah daerah melakukan perubahan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

19) Penyertaan modal pemerintah daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang surat berharga dan investasi langsung.

20) Dalam hal pemerintah daerah akan melaksanakan penyertaan modal, pemerintah daerah terlebih dahulu menyusun perencanaan investasi pemerintah daerah yang dituangkan dalam dokumen rencana kegiatan investasi.

21) Dokumen rencana kegiatan investasi disiapkan oleh PPKD selaku pengelola investasi untuk disetujui oleh kepala daerah.

22) Berdasarkan dokumen rencana kegiatan investasi, pemerintah daerah menyusun analisis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah sebelum melakukan penyertaan modal.

23) Analisis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah dilakukan oleh penasehat investasi pemerintah daerah.

24) Penasihat investasi pemerintah daerah ditetapkan oleh kepala daerah.

25) Hasil analisis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah berupa hasil analisis penilaian kelayakan, analisis portofolio dan analisis risiko.

c. Pembentukan Dana Cadangan

1) Dana cadangan penggunaannya diprioritaskan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.

2) Dana cadangan dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Dana cadangan bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali dari:

a) DAK;

b) pinjaman daerah; dan

c) penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

4) Dana cadangan ditempatkan dalam rekening tersendiri dan dikelola oleh PPKD selaku BUD.

5) Pembentukan dana cadangan ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan.

6) Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

7) Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan sekurang-kurangnya penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program, kegiatan dan sub kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

8) Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

d. Pemberian Pinjaman Daerah

1) Pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan pemberian pinjaman daerah yang diberikan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, BUMD, badan usaha milik negara, koperasi, dan/atau masyarakat.

2) Pemberian pinjaman daerah dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD.

3) Persetujuan DPRD menjadi bagian yang disepakati dalam KUA dan PPAS.

4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pinjaman daerah diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Pengeluaran Pembiayaan Lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengeluaran pembiayaan lainnya digunakan untuk menganggarkan pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Terkait Pembiayaan Neto

Berdasarkan Pasal 70 ayat (5) dan (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Pembiayaan neto:

a. merupakan selisih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan

b. digunakan untuk menutup defisit anggaran.

Sumber: PP No. 12/2019

Related posts