PELAKITA.ID – Alhamdulillah, misi kunjungan ke sejumlah titik pantai dan laut Oman telah dilaksanakan per 3 Januari 2024.
Dua titik di Salalah berbatas Yaman, dua titik di Al Duqm. Hari ini mulai buat laporan dan berencana untuk bertemu Duta Besar Indonesia untuk Oman pukul 11 siang. Bismillah juga untuk mulai menulis cerita perjalanan selama dua pekan.
Saya menyebut perjalanan sejak tanggal 24 Desember 2023 lalu sebagai misi alumni Unhas berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang budidaya komoditi unggulan kelautan dan perikanan.
Saya, Muhammad Imran Lapong sama-sama alumni Ilmu dan Teknologi Kelautan Unhas, juga alumni Smansa Makassar yang getol dan ikut-ikuttan bawa-bawa nama organisasi alumni. Lapong punya beberapa koleksi kaos dan jaket Smansa dan Kelautan Unhas yang dia bawa ke Oman. Saya juga.
Saking ortodoks-nya, kaos ‘Rumah Divers Klaners’ yang usia belasan tahun dia masih boyong dan pakai.
Hai Regal, Rapz, Beddi, Wawan, Boger dan pilar Rumah Divers lainnya, how are you?
Sosodara, perjalanan saya dari Makassar ke Jakarta diantar istri dan dua anak perempuan. Mereka nampak antusias, anak lelaki sedang tugas ke Bulukumba dan menitip salam.
Garuda yang membawa kami berangkat sekitar pukul 7 pagi.
Perjalanan dua jam ke Jakarta lancar dan kami transit sekitar 5 jam sebelum bertolak ke Muscat dengan Oman Air.
Di pesawat nampak puluhan peserta Umrah. Mereka rencana transit di Muscat sebelum lanjut dengan pesawat lain.
Alhamdulillah, di bandara bertemu rektor Unhas di masanya Prof Idrus Paturusi. Prof Idrus sempat bertanya, “Mau ke mana ini bos-bos.”
Prof Idrus juga menyampaikan selamat dan kegembiraannya bisa melihat kami membawa misi ke Oman untuk penjajakan lokasi dan penyusunan strategi pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan Oman untuk mendukung misi konservasi, pengembangan ekonomi dan pengurangan emisi karbon.
Dia sempat bertanya bagaimana ceritanya bisa dapat akses dan ajak ke Oman dan dijawab dengan hasil pencarian online kolega di Oman berkaitan pengalaman bekerja di pesisir dan pulau serta pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan.
Saya sampaikan ke Prof Idrus, saya pernah bekerja untuk pengembangan mata pencaharian masyarakat pesisir di proyek COREMAP I, di CCDP IFAD dan proyek budidaya rumput laut di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat kerjasama DFW Indonesia dan Inpex Corporation untuk CSR pra operasi tambang gas Blok Masela.
Imran dikenal baik oleh Pak Rektor sebagai anggota tim ACIAR Australia dan pernah berinteraksi dengannya, jadilah obrolan kami mengalir. Dia alumni S2 Queensland University, Australia.
Kembali ke misi Oman. Pendek cerita, saat berkorespondensi dengan mereka – kita sebut saja perusahaan konsultan yang sedang memulai pengembangan program lingkungan dan ekonomi maritim mangajak untuk datang melihat kondisi pesisir, laut dan potensi perikanan mereka.
“Kamu mau datang ke Oman? Bikin kajian dan bantu kami?” seperti itu kata founder perusahaan. Itu sekira sebulan lalu.
Tidak butuh waktu lama dan saya harus putuskan.
“OK, saya cari kawan dulu.”
Pendek cerita, karena bekerjasama dengan Kementerian mereka, perlu resume atau CV, beberapa dokumen saya kirim hingga Imran Lapong dan saya yang berangkat.
Misi yang disebut sebagai misi penjajakan. Imran alumni Iilmu dan Teknologi Kelautan Unhas angkatan 1997 atau 8 tingkat di bawah saya. Masih cukup mudalah untuk diajak jalan bersama (tsah).
Saat berangkat dua hari sebelumnya, kebetulan juga dua kali bersama Pj Gubernur Bahtiar Baharuddin, bahwa kami akan membawa misi memperkenalkan bagaimana Sulsel bisa menjadi penghasil rumput laut nomor 1 di Indonesia. Beliau memberi selamat.
Laporan juga disampaiikan ke ketua IKA Unhas Sulsel, Moh Ramdhan Pomanto bahwa bagaimana pun ini membawa misi alumni Unhas dan kepentingan Sulawesi Selatan sebagai ‘provinsi maritim’ yang punya banyak pengalaman dan bisa menginspirasi Oman sebagai negara yang mulai intens untuk memanfaatkan sejengkal demi jengkal pesisir dan laut mereka untuk kepentingan ekonomi berbasis komoditi.
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa juga memberi selamat dan apresiasi atas misi yang kami lakukan. “Mantap bos,” jawabnya.
Btw, saat mahasiswa, saya mengambil mata kuliah pilihan Budidaya Rumput Laut dan dan dapat angka A dari Prof Rajuddin Syamsuddin nah!
Sosodara, tentu ini tantangan untuk kami setidaknya bisa membandingkan potensi, peluang dan strategi pengembangan ke depan.
Selama perjalanan 7 setengah jam Jakarta – Muscat itu saya menerawang seperti apa kondisis pesisir dan laut mereka, metode tanam apa yang cocok, apakah kondiis pantainya memungkinkan, jenis tanaman apa yang cocok.
Pengalaman Indonesia atau Sulawesi Selatan dalam menghasilkan rumput laut untuk sejumlah spesies seperti Euchema hingga Gracilaria bisa menjadi pembanding untuk mereka, kira-kira spesies mana yang sesuai dengan kondisi perairan dan pantai mereka.
Plus minus Indonesia di urusan rumput laut tentu akan bisa menjadi inspirasi apalagi jika Oman memang serius mengalokasikan sumber daya pendanaan mereka untuk ekspansi alaternatif ekonomi, ekonomi biru.
Saat tulisan ini dibuat saya dan Imran sudah mengunjungi empat titik, dua kali penerbangan, di Salalah dan Al Duqm. Salalah ditemput selama 1 jam 10 menit perjalanan, dan Duqm selama 57 menit.
Kondisi perairan mereka relatif terbuka dan banyak slope tetapi ada satu dua didik di Duqm yang oleh Imran disebut ‘promisable’.
Mereka yang menjemput dan menerima kami sejauh ini sungguh baik.
Kebaikan yang oleh sahabat saya di Abu Dhabi, Ruslailang sebagai ‘kebaikan khas Oman nan tulus.”
Pada dua kunjungan ke dua pesisir itu, kesan kami, Oman memanjakan daerah-daerah provinsi mereka dengan penerbangan moderen, pesawat berbadan lebar, serasa naik Garuda dari Makassar ke Sorowako.
Sosodara, mohon doanya semoga misi dua Klaners Unhas ini lancar dan bisa membangun kerjasama kemaritiman, minimal antara SDM Sulsel dan mereka. Tsah!
Denun
Muscat, 4 Januari 2024