_____
“Makanya dia dekat Eros, dia juga pernah di Elkis, dia santri, dia alumni Fisipol UGM.”
Ketua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad tentang Muhaimin ‘Cak Imin’ Iskandar
PELAKITA.ID – Jelang petang di Jalan Toddoppuli Makassar. Pelakita.ID tiba di kantor DPW PKB disambut terang penuh.
Lima baris bangunan ruko yang semuanya berlogo PKB nampak diguyur sinar. Matahari persis di beranda mereka.
Di sudut ruko sisi utara, Azhar Arsyad sedang duduk santai bersama tiga orang mahasiswa asal Ternate.
Ketiganya tanpa suara, hanya ketua DPW PKB Sulawesi Selatan itu yang nampak berbagi suara.
“Mereka ini asal Ternate,” sambut Azhar saat Pelakita.ID duduk di sampingnya.
Dia menyilakan pesan minuman. Bersama Azhar hadir pula Haekal, Sekretaris PKB Sulsel. Aktivis LSM ini mengaku sedang bersiap di Dapil Makassar B untuk DPRD Sulsel.
Mengajak Milenial
Seperti biasanya Azhar memulai obrolan dengan jenaka tapi kena’.
“Kita memang meski dekat dengan milenial, tidak terasa ini kita memang sudah tua,” kata pria bernama lengkap H. Azhar Arsyad, S.H,M.H ini.
“Jangko kira kita kan begini terus, perluki memang ajak yang muda-muda, Haekal ini kita dorong semoga bisami juga,” katanya seraya melirik ke caleg Dapil Makassar B itu.
“Kita memang ada strategi khusus untuk PKB di Sulsel, bahkan DPP, bahwa kita perlu dekat ke kelompok milenial. Jangko salah, PKB ini partai terbuka sejak dulu, semua bisa masuk,” kata dia.
“Sudah banyak teman kita menua. Kami juga mencatat selama ini pemilih kami banyak di atas 40 tahun, sudah menua dan meninggal he-he-he,” kata dia.
Dia menyebut itu sembari menyebut sejumlah nama seperti Daeng Ical mantan Wawali Makassar, Youtuber Rijal System dan Andi Fawzi Wawo yang direkrut yang menurutnya mewakili generasi atau setidaknya akrab dengan milenial.
Fleksibel
Azhar yang merupakan alumnus Universitas Muslim Indonesia Makassar ini menyebut PKB adalah partai flkesibel.
“Kita tidak ada barrier, ideologinya terbuka, jangan lupa kami juga ini selalu menjadi bagian dari Pemerintahan bos. Sejak lama,” ujarnya.
“PKB terutama Cak Imin akrab dengan banyak kalangan dan ada pada ide solusinya, untuk petani sawah, petani tembakau, nelayan, warga desa, semua elemen,” tambahnya.
“Soal buruh apalagi, Cak Imin mantan Menteri Tenaga Kerja,” lanjutnya.
Yang kedua, tambah Azhar, semangat di PKB adalah semangat gerakan, pada advokasi.
“Makanya itu, selalu kita lihat bahwa pemilik kekuasaan ini juga selalu kesulitan mengendalikan Cak Imin, liar, tak bisa dipegang,” tambahnya.
Kinerja PKB Sulsel
Dia juga bercerita tentang performa DPW PKB di bawah kepemimpinannya meski dia menyebut saat pertama kali menjadi ketua, dia tidak terpilih sebagai anggota DPRD.
“Sekarang kita ada delapan orang di kursi DPRD Sulsel. Kita berharap di Pileg 2024, minimal sebelas kursilah untuk DPRD Sulsel. DPR RI kita sasar tiga kursi, kabupaten-kota kalau bisa minimal tujuhpuluh orang,” ungkapnya.
Menurutnya, saat mendapat mandat sebagai ketua DPW PKB Sulsel dia sempat kepikiran kenapa PKB susah besar.
“Awal-awal saya agak penasaran, sebenarnya kenapa ini partai tidak bisa besar di Sulsel ya,” kenangnya.
Dia menyebut hampir seluruh kepengurusan diwarnai konflik. Saat itu pun tersedia hanya kursi satu saja untuk PKB di Sulsel.
Salah satu yang sempat dianalisisnya adalah latar belakang ketua DPW selama ini. Saat menjadi ketua 2013 sempat terlintas di benaknya bisa jadi karena selama ini DPW PKB tidak pernah dipimpin oleh NU ‘struktural’.
Sesuai data base tersedia, PKB Sulsel pernah dipimpin oleh Abu Jaropi, Amir Machmud lalu sebelumnya lagi Habib Husain Assegaf. Latar belakang mereka beragam.
Meski demikian Azhar menyebut itu sebagai cambuk saja, bahwa PKB memang harus dipimpin dengan strategi atau cara yang lebih terbarukan.
“Aknirnya, meski saya tidak terpilih, secara statistik, di 2014, PKB lompat jauh, dari 1 kursi menjadi 3 di Sulsel, di kabupaten-kota dari 12 menjadi 36 . Ini naik 300 persen, DPR RI kita belum ada wakil,” imbuhnya.
Meski demikian, lanjutnya, dirinya tidak puas. “Masih ada yang perlu dibetulkan, meski pada saat yang sama protes, atau riak-riak juga ada meski tidak sebesar dulu,” ujarnya.
“Yang pasti kami tetap menyebut dan memang begitu, bahwa PKB kita ini selain berisi darah NU, ada Muhammadiyah, Kristen ada, Hindu dan Budha juga ada,” ungkanya.
Strategi Terbarukan
Terkait premis atau rasa penasaran itu, Azhar menyebut dia menegaskan ke jajaran PKB Wilayah bahwa partai meski membuka ruang seluas-luasnya untuk siapapun bergabung.
“Kami keliling, kami perluas sosialisasi dan jejaring. Kalau ada anak-anak aktivis di warkop, kami datangi, kami diskusi, menjelaskan ke publik bahwa partai ini partai terbuka,” ucap dia.
“Yang kami lakukan ini sesuai arahan ketum, Cak Imin. Bahwa kami diminta membuat partai lebih nyaman, istilahnya riang gembira seperti sering disampaikan ketum (Cak Imin),” tambahnya.
Azhar kemudian terpilih di tahun 2019, saat itu PKB meraih 8 kursi.
“Tiga di antaranya adalah mantan pejabat, ada Sekda Pangkep, Jeneponto dan Wajo. Ada Puang Recca, dan ada anak Bupati Bulukumba Andi Sukri Sappewali,” tambah dia.
“Jadi 8 kursi ini terdiri dari dua incumbent, dari tiga di 2014 menjadi 8 kursi di 2019. Dari 36 kursi di kabupaten, menjadi 51 kursi,” jelasnya lagi.
“Untuk DPR RI kita dapat dua kursi dari sebelumnya kosong, ada Haji Haruna dari Dapil 1 dan Andi Muawwiyah di Dapil 2,” ucap pria yang pernah menjadi Koordinator Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah Sulsel ini tahun 2000-an ini.
“Tugas saya yang utama di kepengurusan – semacam pondasi – pertama adalah menjahit kekuatan, menjalin silaturahmi dan merekatkan pengurus dan warga, periode kedua, di 2019, membuka diri. Begitu kira-kira,” kata dia.
Pria berdarah Pinrang ini mengakui DPP PKB telah memintanya untuk berkiprah di Jakarta, dengan menjadi Caleg DPR RI tetapi demi menjalin kedekatan dan misi transformasi yang lebih kuat dan berdimensi jangka panjang untuk periode ini dia masih berkontestasi di level provinsi.
“Masih Caleg PKB di 2024 untuk DPRD Sulsel,” kata dia.
“Suka atau tidak, mau atau tidak, pada akhirnya akan di-take over ke yang lebih mudah, seperti Haekal dan kawan-kawan ini. Tapi ber-prestasiko dulu,” lanjut Azhar yang mengaku kepengurusannya hingga 2026 ini.
Dua periode dia memimpin PKB Sulsel dengan mendapat mandat penuh dari DPP PKB untuk menerapkan manajemen partai yang terbuka dan responsif pada kebutuhan masyarakat.
Dia juga menyebut kehadirannya di DPW PKB sebagai ‘undangan’ dari Cak Imin di DPP.
“Untuk melanjutkan periode sebelumnya, saya dikasih SK 5 tahun, mungkin karena dianggap berhasil maka diperpanjang lagi,” katanya.
Meniti dinamika
Azhar paham persis pada sejumlah Muswil hingga Rakernas dan Muktamar PKB dinamika organisasi sangat kencang dan penuh intrik juga meski menurutnya semua bisa dikendalikan.
“Yang pasti kami mencatat bahwa semakin ke sini, ada interest kuat dari Pemerintah untuk ikut juga mengikuti pergerakan organisasi,” tambahnya.
Azhar punya pengalaman lama sebagai pengurus Ansor di Sulsel.
Di Ansor dia mengaku mendatangi DPC mengajak berbincang dan mendengarkan aspirasi.
“Kami kemudian menyadari bahwa organisasi bisa langgeng jika diperoleh dengan cara-cara baik, tak ada yang instan,” kata dia.
“Jika ada yang anda anggap tidak lagi mewakili aspirasi, tidak lagi pantas mewakili partai, jangan pilih di periode berikutnya, itu cara elegan. Ini kerap saya sampaikan ke kader dan simpatisan,” tambahnya.
“Kedua, kita juga harus tegas, bagi kader atau siapa saja yang kerjanya hanya datang meminta, lapor sana sini, kita juga pertimbangkan, jangan sampai punya kepentingan lain dan bukan untuk partai. Sorry, saya ndak percaya lagi,” ujarnya.
Tentang Cak Imin
Pelakita.ID meminta pandangannya terkait Cak Imin yang baru saja dipinang Partai Nasdem sebagai Bacapres Anies Baswedan.
“Bagi saya, Cak Imin saya kenal sejak mahasiswa, kalau bilang, perfect ini orang,” ucap dia.
“Kenapa begitu, sebab kalau bicara tangga, dia ini melewati anak tangga pertama. Berproses dari bawah, aktif di PB PMII, dia pernah jadi jurnalis Detikcom, makanya dia akrab Eros Djarot,” imbuhnya.
“Makanya dia dekat Eros, dia juga pernah di Elkis, dia santri, dia alumni Fisipol UGM,” ujarnya.
“Anies sama Cak Imin ini teman lama, jadi jangan salah,” tambah Azhar.
Menurut Azhar, Cak Imin selain kuliah di UGM juga di IAIN Jogya, dia pernah menjadi anggota DPR RI, Waketum termuda sepanjang Sejarah usia 36 tahun, dan pernah jadi Menteri di Era Reformasi,” jelasnya lagi.
“Dari sisi relijisiusitas, Cak Imin tuntas, dia bapak mama kyai, neneknya pendiri NU, dia dari Pesantren Besar Dinanyar, dia melewati hampir semua krisis bangsa, di Orde Baru hingga terlibat di Reformasi,” tambahnya.
Di mata Azhar, PKB sebagai pengusung tidak pernah kalah. “PKB belum pernah kalah, di periode SBY, di Jokowi, tidak ada partai seperti kita,” tambahnya.
“Makanya wajar, siapa bersama kita, itu jadi pemenang, tidak ada partai begitu, kecuali PKB,” tegas Azhar.
Poin kedua yang disampaikan Azhar terkait Cak Imin adalah tentang kemampuan manajerialnya.
“Dia pernah mundur di PKB, bersama Alwy Shihab tetapi dia kembali, karena kecintannya,” imbuhnya.
“Jika yang lain dipecat dan melawan Gus Dur, Cak Imin tidak. Satu-satunya yang dipecat tapi tidak melawa ya Cak Imin,” jelasnya lagi.
Yang lain yang disampaikan Azhar adalah saat yang lain mendirikan partai PKB lain, Cak Imin tidak.
Pasca Gus Dur, Cak Imin banyak keliling ke kiyai sepuh, ke tokoh NU di daerah. “Beliau menjelaskan situasinya, dan kesimpulan dari Kiyai itu cara Gus Dur membesarkan kami di PKB,” tiru Azhar.
“Kekuatannya adalah pada NU Kultural itu,” tambahnya.
Dia juga bercerita tentang pengalaman muktamar PKB dan intrik di dalamnya meski Pelakita.ID tak menyebutkannya melalui artikel ini.
Dia juga bercerita tentang perkembangan dan situasi di sekitar DPP PKB terkait peta politik nasional dan mengapa Cak Imin menerima pinangan Nasdem untuk sepaket.
“Yang pasti tidak ada yang tiba-tiba,” katanya.
Dia lalu menceritakan komunikasinya dengan Cak Imin, mulai dari hari Senin, Selasa, hingga deklarasi itu.
“Saya di Jakarta saat Senin itu, kebetulan ada Rakernas kita,” jelasnya.
Yang pasti ini, lanjut Azhar, kita bicarakan di forum itu meski kepada wartawan, Cak Imin sudah menitip pesan untuk tidak menyinggung soal itu.
“Kita hibernasi, kita mauquf, terhenti, diam,” tiru Azhar atas sebutan Cak Imin untuk tidak menyinggung soal Cawapres.
Dia juga bercerita pengalaman PKB, suka duka, dinamika kebersamaan antara PKB dan Gerindra serta kalkulasi kemenangan PKB atau Cak Imin sejauh ini jika masuk kontestasi Pileg atau Pilpres.
Tak ketinggalan, pengalaman PKB saat berkolaborasi dengan PDI Perjuangan selama dua periode pemerintahan. Juga tentang minutes by minutes komunikasi antara DPW dan DPP PKB terkait ide Cak Imin masuk koalisi Nasdem dan alasan-alasannya.
Dia juga menyinggung perihal bagaimana komunikasi Cak Imin dengan Anies, dengan Surya Paloh, info Tim Delapan, dengan Sudirman Said, dan lain sebagainya.
“Yang pasti saat ini kita ada di koalisi baru, dari Koalisi Perubahan dan Persatuan menjadi Koalisi Perubahan dan Persatuan,” ujarnya.
“Apa yang kita lihat saat ini tidak lepas dari leadership Cak Imin. Dia ramah, selera humornya luar biasa dan karena itu pula dia bisa menjadi pembeda saat bersama Prabowo,” ucapnya.
“Cak Imin jugalah yang mengajaknya ke mana-mana bertemu kyai,” pungkas Azhar.
Editor: K. Azis