PELAKITA.ID – Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPPB Universitas Bangka Belitung, Dr Sudirman Adibrata, S.T, M.Si menjadi pembicara pada webinar Iskindo Innovation and and Policy – 02 dengan tema Ada Apa dengan Sedimentasi Laut?
Acara dipandu oleh Sekjen Isikondo, Dr Ady Candra, S.Pi, M.Si. IPU.
Selain Sudirman yang juga ketua DPW Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia atau ISKINDO hadir pula membawakan materi Ir Surhayanto, M.Sc, Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Berikutnya adalah Prof Dr Rifardi M.Sc, Dekan FPIK Universitas Riau, Prof Dr Agung Dgung Damar Syakti, M.Sc, Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji yang juga Dewan Pakar ISKINDO serta Dr Alan Koropitan S.PI, M.Si ketua bidang tata kelola laut dan pesisir ISKINDO.
Acara dibuka oleh Ketua ISKINDO M. Riza Damanik, Ph.D, IPU.
Pandangan Ketua ISKINDO Babel
Dia menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang juga berupa ekspor pasir laut perlu dikaji ulang.
Sudirman menyatakan hasil sedimentasi di laut adalah sedimen berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi.
Dia menyebut, perpindahan atau transpor sedimen terjadi di lingkungan dekat pantai karena gerakan gelombang dan arus air laut.
Sedimen dengan ukuran yang relatif besar dan berat akan mengendap di dasar perairan sementara sedimen dengan ukuran lebih kecil akan tersuspensi pada badan air.
Ketua DPW Ikatan Sarjana Kelautan Bangka Belitung ini menambahkan biasanya terkumpul di muara sungai atau laut dangkal menjadi beting atau gusung atau tanah timbul.
“Nah, sedimen inilah yang disebut hasil dar sedimentasi berdasarkan PP tersebut. Tentu, sedimen ini merupakan karunia Tuhan yang boleh-boleh saja untuk dimanfaatkan.
Alangkah baiknya jika sebelum dikelola harus ada pemetaan lokasi yang potensial dan memang ada material hasil dari sedimentasi tersebut agar tidak salah ambil keputusan dalam pengelolaannya,” lanjutnya.
Menurutnya, ketika berbicara daerah tambang maka sangat mungkin untuk berdalih menggunakan PP ini untuk mengambil material sedimen yang dipaksakan walaupun bukan hasil dari sedimentasi.
“Oleh karena itu, kajian dan data sedimen yang berasal dari hasil sedimentasi mutlak dibutuhkan sebelum melangkah ke pengelolaan.
Material sedimen hasil sedimentasi ini biasanya akan datang kembali walaupun sudah diambil dan dimanfaatkan, sebagai contoh pasir laut yang mendangkalkan alur di Pelabuhan Jelitik Sungailiat Bangka.
Pada PP 26/2023 hasil sedimentasi di laut adalah sedimen laut berupa material alamai yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran (Pasal 1).
Terkait efektivitas pelaksanaan aturan ada Perda di Bangka Belitung yaitu Perda No. 3 Tahun 2020 tentang RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2020 hingga 2040 dimana ada Rencana Zonasi yang menurutnya pemodelan buffer tidak terlalu lebar jaraknya antara usaha tambang dan usaha perikanan.
“Buffer tidak terlalu lebar, khusus antara perikanan tangkap dan aktivitas tambang, ada sumber pencemar ini jadi masalah, sehingg rencana zonasi harus dievaluasi,” ujarnya.
Menurutnya, menurut kajian, jarak 3 mil laut itu masih tersebar dari sumber ke tempat terjauh, sementara gelombang sudah besar.
“Musim barat, itu lebih dari tiga 3 mil dari perbatasan PSS dan nelayan bisa dirugikan,” tambahnya.
Dia menyebut semangat terbitnya PP 26/2023 ditekankan pada hasil sedimentasi, yaitu material.
Dia khawatir ada penyimpangan dalam praktiknya sehingga atas nama Iskindo Bangka Belitung, meski ada kepentingan juga nelayan untuk memanfaatkan sedimentasi namun ada juga kekhawatiran bahwa ada penyimpangan.
“Sehingga perlu DPW Iskindo memberikan rekomendasi, bahwa Perda yang disebutkan tadi sebetulnay perlu dievaluasi, ada keluhan nelayan. Dalam sosialisasinya sangat susah padahal dalam perancangannya sebetulnya sudah sangat ideal,” tandanya.
Tujuh rekomendasi Iskindo Kepri
Pertama, perlu membuat kajian pemetaan lokasi potensial. Menurutnya pemetaan lokasi ini akan menjadi acuan dan bahan untuk dimonitor. Tidak boleh keluar dari peta tersebut.
Kedua, perlu membuat pemodelan sebaran TSS dan harus akurat mewakili dua musim, timur dan barat. Ini sesuai dengan dinamika pantai atau laut dan mesti mempertimbangkan dua msuim tersebut.
Ketiga, Permen sebagai turunan PP harus melibatkan stakekolder kunci terutama pada tingkat provinsi.
“Memang, di Kementerian ini dengan peraturan turunan harus ada pemasukan PNBP dan ketika nantinya sudah ada turunan harus melibatkan stakeholder kunci tingkat provinsi,” ucap dia.
Keempat, buka keran pengaduan masyarakat dan solusinya. Perlu disiapkan mekanisme pengaduan dan menjadi ruang bagi para pihak menyampaikan hasil pengamatan atau implementasi Perda atau PP itu.
Keenam, pengawasan harus ketat di lokasi yang sudah dipetakan. Ini membutuhkan peran serta para pemangku kepentingan seperti DKP Provinsi, unsur Kementerian hingga masyatakat sipil.
Ketujuh selesaikan jika ada penyimpngan pelaksanaan dari PP.