Konservasi penyu dimulai dengan menyiapkan hamparan bermain dan memperoleh makanan, caranya dengan melakukan aksi transplantasi karang dan ekosistem lamun, karang tempat bermain, lamun tempat mencari makan. Lokasi Pulau Salisingan dan Pulau Gusung Durian, Kepulauan Balabalakang, Indonesia.
Tentang Kepulauan Bala-Balakang
Kepulauan Bala-Balakang terletak di tengah Selat Makassar, antara daratan Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Secara administrasi kepulauan ini masuk dalam wilayah Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Pada gugusan kepulauan ini tercatat sebanyak 16 pulau-pulau kecil dimana terdapat 10 pulau di antaranya berpenghuni dan 6 pulau tidak berpenghuni.
Pulau-pulau kecil tersebut terbentuk dari endapan pasir kapur hasil ekskresi hewan dan tumbuhan berkapur utamanya karang dan algae berkapur. Aktivitas penduduk yang umumnya adalah nelayan.
Tentang Ekosistem
Ekosistem pulau kecil Kepulauan Balabalakan dengan hamparan terumbu karangnya dipengaruhi oleh arus dominan dari arah utara yang membawa massa air Samudera Pasifik melintasi Selat Makassar menuju ke selatan Indonesia keluar ke Samudra Indonesia, yang disebut Arus Lintas Indonesia (ARLINDO).
Pulau-pulau Selat Makassar tumbuh secara geologik dari dasar laut dalam, terangkai oleh paparan lempeng yang menyatu dengan laut dangkal Kalimantan di bagian barat, dan dipisahkan oleh kanal Lebbani Majene-Mamuju dengan daratan Pulau besar Sulawesi di bagian timur.
Kondisi osenografi yang dihadapi ekosistem pulau kecil Kepulauan Bala-Balakang bahwa telah terjadi kenaikan muka laut sebesar 1,44 m tahun 1993-2100 terhadap daratan pulau kecil Selat Makassar berdasarkan rekaman satelit TOPEX/POSEIDON dan simulasi komputer.
Akibat kenaikan muka laut dan angin penyebab ombak, mengakibatkan bencana abrasi pantai (Syamsuddin, 2020).
Pulau-pulau kecil di Kepulauan Bala-Balakang terbentuk dari endapan pasir CaCO3 dari pengikisan cangkang hewan berkapur terutama karang yang mensekresi kapur sebagai rumahnya. Pulau pasir terbentuk dalam waktu berjuta tahun dari gusung karang laut dalam atau gerakan pengangkatan dasar laut (lifting up).
Keunikan ekosistem terumbu karang pada daerah yang jauh dari daratan utama dimana biodiversitasnya yang tinggi, dihuni oleh berbagai biota asosiasi yang beragam dan menempati substrat yang dalam.
Konservasi kawasan
Terumbu karang Kepulauan Bala-balakang meliputi diversitas spesies karang yang sangat tinggi dimana didominasi oleh jenis-jenis Acropora spp, Porites spp, Montipora spp.
Lereng terumbu yang relatif terjal melebihi kemiringan 50 derajat bahkan hingga 75 derajat sebagai lokasi terbaik bagi pertumbuhan karang.
Kepulauan Bala-Balakang telah dicetus sebagai kawasan konservasi Taman Perairan Kepulauan Bala-balakang berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 47 Tahun 2022 Tentang Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Kepulauan Balabalakang Provinsi Sulawesi Barat.
Taman di Perairan di Wilayah Kepulauan Bala-Balakang luas keseluruhan 184.469,31 Ha, dengan zona inti ditetapkan pada dua lokasi yakni di Pulau Sumanga Besar dan Sumanga Kecil, Pulau Kamarian Kayyang dan Kamarian Marini.
Survey MBZ ID 02
Kegiatan ini dukung oleh organisasi yang didirikan oleh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, dari Uni Emirat Arab dan dijalankan oleh satu tim dari FIKP Unhas. Proyek ini merupakan salah satu rintisan sekaligus legacy dari periset, akademisi dan guru besar FIKP Unhas, Prof Akbar Tahir.
Proyek konservasi eksosistem dam penyu ini dimulai dengan melakukan sosialisasi dan survey.
Menurut hasil observasi awal project MBZ ID 02 metode Marine Rapid Assessment (MRA) bahwa ekosistem terumbu Pulau Salisingan tercatat 40 hingga 50 persen kategori biotik, hard coral, spft coral dan sponge.
Sebaliknya, tutupan abiotic yang menjadi indicator kerusakan terumbu karang berupa karang mati (DCA) dan Rubble (R) sebanyak 35-50 persen.
Selanjutnya, di Pulau Pulau Gusung Durian tutupan karang hidup bervariasi antara 20-65 perses, bahkan jika digabung dalam komponen biotik antara 20 hingga 72 persen (unpublished MBZ report, 2021).
Data tersebut menjadi dasar bagi pelaksanaan restorasi terumbu karang karena di beberapa titik pemantauan pada dua lokasi pulau tersebut masih terdapat habitat terumbu karang dengan tutupan karang hidup di bawah 50 persen.
Tentang penyu
Temuan berikutnya pada habitat terumbu karang dan padang lamun banyak ditemukan penyu yang melakukan feeding memakan algae, tumbuhan lamun dan soft coral, dan tunicate.
Jumlah penyu terhitung saat itu lebih dari 80 ekor pada beberapa titik RRA di Pulau Salisingan dan Pulau Pulau Gusung Durian.
Keberadaan penyu di lokasi ini ada kaitannya dengan habitat penelurannya di sekitar Pulau Kamarian Kayyan dan Kamarian Marinni, Serta Pulau Gusung Durian.
Populasi penyu (sea turtle) berada disekitar ekosistem terumbu karang dan padang lamun sebagai lokasi feeding ground, sehingga populasi penyu disekitar kawasan ini lebih mudah terlihat.
Program konservasi penyu di Kepulauan Bala-Balakang atas funding MBZ ini bertujuan perlindungan populasi penyu di Pulau Salisingan dan Pulau Gusung Durian sekitarnya.
Oleh karena itu, dalam proyek ini dibutuhkan suatu upaya restorasi terumbu karang yang rusak sebagai tempat mencari makan dan berlindung.
“Dengan upaya rehabilitasi habitat terumbu karang dan padang lamun diharapkan tersedia kondisi terumbu karang yang bagus dan padang lamun yang subur sebagai habitat dan nursery ground bagi penyu di sekitar lokasi program.”
Tujuan program ini adalah untuk merestorasi habitat terumbu karang (coral reef) dan padang lamun (seagrass bed) untuk mendukung konservasi penyu di perairan Pulau Salisingan dan Pulau Gusung Durian Kepulauan Bala-Balakang Mamuju Indonesia
Harapannya, tersedianya habitat terumbu karang untuk daerah makan (feeding ground) dan daerah pembesaran (nursery ground) bagi siklus hidup penyu sehingga mendukung program konservasi penyu.
Peningkatan tutupan karang hidup dan lamun sebagai habitat bagi penyu, ketiga, masyarakat mulai tereduksi untuk konservasi penyu, karena kawasan sudah menjadi daerah eksploitasi telur penyu,” ucap salah seorang anggota tim, Dr Syafyudin Yusuf, kepada Pelakita.ID
“Yang keempat adalah masyarakat terlatih melakukan restorasi terumbu karang dan padang lamun sebagai habitat yang perlu dilindungi untuk kelangsungan hidup biota laut,” pungkasnya.
MBZ Project ini dipimpin oleh Prof Jamaluddin Jompa, project manager Dr Shinta Werorilangi dan dibantu oleh tim ahli karang terdiri dari Dr Syafyuddin Yusuf, tim ahli lamun, Dr Yayu A. La Nafie, tim ahli Marine Protected Area Prof Chair Rani, ahli GIS Dr Ahmad Faizal sementara sebagai sekretaris dan akunting adalah Dr Widyastuti.
Editor: K. Azis