Urgensi pelaksanaan Konferensi Seafood Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab 2022

  • Whatsapp
Para peserta dan narasumber pada hari pertama konferensi seafood berkalnjutan dan bertanggung jawab 2022 di Surabaya 9dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

Bank Dunia memperkirakan perempuan menyumbangkan 47 persen pekerja (56 juta perempuan) di sektor perikanan skala kecil di sepanjang rantai nilai perikanan di seluruh dunia.

 

Read More

PELAKITA.ID – Sebuah konferensi penting dan strategis bertajuk Seafood Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab 2022 digelar di Kota Surabaya. Acara berlangsung dari tanggal 14 hingga 15 Desember 2022 di Hotel Platinum Tunjungan.

Konferensi ini dasari pertimbangan bahwa pencapaian komitmen terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) membutuhkan inisiatif multipihak untuk mewujudkan transformasi signifikan. Hal ini terutama diwujudkan dalam Tujuan 17 SDGs: “Kemitraan untuk pencapaian golas”.

Partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) sangat penting dalam mencapai SDGs melalui pembentukan kemitraan yang baik termasuk mempromosikan rantai nilai yang inklusif dan berkelanjutan untuk kepentingan perempuan, masyarakat, dan petani skala kecil.

Selain CSO, sektor swasta juga diakui sebagai mitra kunci dalam mencapai SDGs yang diadopsi secara universal. Peran yang dimainkan oleh sektor swasta dalam pembangunan meluas dari pendekatan tradisional yang mendukung pembangunan ekonomi hingga pembentukan kemitraan publik-swasta yang lebih komprehensif dan rinci.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) secara khusus mengakui pentingnya perikanan skala kecil sebagai sumber pangan penting dan mata pencaharian bagi jutaan orang di seluruh dunia dan dengan demikian sangat relevan dengan perwujudan hak atas pangan yang layak.

Dari perspektif Global Value Chain (GVC), inklusivitas berarti bahwa semua pelaku terutama di tingkat hulu juga mendapat manfaat dari kontribusi GVC.

Fokus perempuan

Menurut Oxfam Indonesia, beberapa isu yang dihadapi di tingkat hulu terkait dengan inklusivitas di antaranya, nelayan skala kecil dan tradisional merupakan aktor yang paling rentan dalam rantai nilai perikanan.

Nelayan-nelayan ini kekurangan sumber daya dan modal untuk mengeksplorasi potensi sumber daya perairan Indonesia yang sangat besar, sehingga volume tangkapan menjadi lebih rendah.

Kedua, dalam hal jaminan kesejahteraan dalam kontrak, jam kerja yang layak, standar upah, dan asuransi. Nelayan skala kecil, UMKM (usaha mikro kecil, dan menengah) dan pekerja, terutama pekerja perempuan, membutuhkan dukungan dalam kebijakan, peraturan, dan praktik bisnis yang memberi nilai tambah substansial pada partisipasi mereka dalam rantai nilai.

Sebuah laporan dari Bank Dunia memperkirakan bahwa perempuan menyumbangkan 47 persen pekerja (56 juta perempuan) di sektor perikanan skala kecil yang beroperasi di sepanjang rantai nilai perikanan di seluruh dunia.

Perwakilan Oxfam Indonesia bersama moderator Pamudi dan narasumber dari ATINA dan AP5I (dok: Pelakita.ID)

Namun, perempuan sebagai pelaku utama di sektor perikanan masih mengalami ketiadaan pengakuan yang menimbulkan celah bagi perempuan untuk lebih berpartisipasi dan mengakses peluang ekonomi.

Sebuah studi terbaru dari Prakarsa pada tahun 2022 menegaskan bahwa “peran perempuan dalam rantai nilai komoditas makanan laut berkontribusi secara signifikan namun mereka masih menerima lebih sedikit manfaat dari rantai nilai tersebut dibandingkan dengan rekan laki-laki mereka”.

Secara khusus, hal ini menyebabkan perempuan kurang terwakili dalam pengambilan keputusan seputar perikanan dan memiliki akses yang tidak adil ke sumber daya alam, sosial dan material.

Sebagai salah satu upaya untuk mencapai SDGs, Oxfam di Indonesia telah mengimplementasikan proyek yang berfokus pada promosi model bisnis alternatif dan rantai nilai (seafood) yang inklusif dan berkelanjutan, dan menguntungkan petani perempuan kecil, pengusaha perempuan muda, perusahaan, dan pemerintah.

Konferensi ini merupakan kerjasama Oxfam Indonesia INFID, ASPPUK, AP5I, INSTELLAR, KOIN dan pemangku kepentingan lainnya akan mengadakan “Konferensi Seafood Berkelanjutan dan Bertanggung Jawab” untuk menciptakan peluang dalam mempromosikan inklusi ekonomi perempuan yang menghormati prinsip-prinsip bisnis dan hak asasi manusia.

Tujuan dari konferensi ini adalah uuntuk memperkenalkan dan membangun saling pengertian antara organisasi masyarakat sipil (CSO), Sektor Swasta, dan Pemerintah tentang bisnis makanan laut yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Lalu yang kedua, untuk memperkenalkan dan membangun saling pengertian antara OMS, Sektor Swasta, dan Pemerintah tentang sertifikasi yang dapat diakses dan terjangkau bagi produsen skala kecil

Ketiga, menampilkan praktik terbaik dari kerja kolaboratif untuk meningkatkan peran perempuan dan masalah sosial dalam industri makanan laut. Keempat, untuk mengidentifikasi potensi mitra sektor swasta.

Kelima, membangun jaringan multipihak antara CSO, Swasta, dan Pemerintah dalam bisnis makanan laut yang bertanggung jawab.

Sesi hari petama

Pada hari pertama atau tanggal 14 Desember 2022, berlangsung pembukaan, sambuatn dari Country Director of Oxfam in Indonesia serta Dirjen Budidaya KKP, TB Haeru. Ratusan peserta hadir luring dan daring. Untuk peserta luring hadir setelah sebelumnya melewati proses rapid test Covid-19

Lalu ada sesi berbagi pengalaman terkait resiliensi perubahan iklim, yang menghadirkan petambak dari Pinrang Abdul Waris mewakili Komunitas Udang Windu, Bodhiya Wihaya dari QED Consulting serta dari ASPPUK.

Perwakilan kelompok perempuan produktif dari Makassar, ibu Nuraeni, dari Pinrang Ibu Sanawiah dan Rusda serta pembudidaya dan pembeli udang Abdul Waris dan Irwan dari Pinrang (dok: Pelakita.ID)

Selanjutnya sesi pemberdayaan ekonomi perempuan. Beberapa narasumber yang hadir di antaranya dari INSTELLAR dan JALA Tech, Koperasi Kelompok Wanita Nelayan Fatimah Azzahra dari Kota Makassar yang diwakili oleh Ibu Nuraeni serta dari DJ Budidaya KKP.

Selain itu ada sesi yang berkaitan dan program verifikasi dan sertifikasi yang menghadirkan PT Alter Trade Indonesia (ATINA) dan asosiasi pemasaran, prosesing dan produser perikanan Indonesia AP5I serta buyer dari Amerika Serikat.

Sebagai moderator dalam kegiatan ini adalah Kamaruddin Azis dari COMMIT Foundation, Pamudi dari Yayasan Sinergi Akuakultur Indonesia  serta akademisi  ITS Surabaya Dr Yuni.

Pada hari pertama ini dipajang pula produk-produk pengolahan dari komunitas perempuan Pinrang yang selama ini menjadi dampingan Graisea Oxfam di Pinrang Sulawesi Selatan. Perwakilan kelompok ini seperti Ibu Sanawiah dan Rusda mempromosikan produk pengolahan komoditi ikan hingga rumput laut.

Pada hari kedua, direncanakan berlangsung dialog berkaitan promosi bisnis tertanggung jawab dan inklusif pada sektor perikanan Seafood dengan sub tema mengapa perempuan pada rantai nilai produk perikanan.

Beberapa narasumber di antaranya dari Rajawali Foundation, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), PT. ARUNA. International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing KKP.

 

 

Editor: K. Azis

Related posts