PELAKITA.ID – Dana Abadi LSM merupakan dukungan pendanaan bagi LSM di Indonesia termasuk di tingkat lokal yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Melalui dana itu, LSM akan memiliki opsi yang lebih banyak untuk dapat menjalankan kerja-kerjanya dan membantu mewujudkan prioritas pembangunan pemerintah baik pusat dan daerah. Pemerintah sedang memantapkan inisiatif Pembentukan Dana LSM di Indonesia dan sedang ditangani oleh Kelompok Kerja (Pokja) Perumusan Perpres Pendanaan LSM di Indonesia.
Merespon itu, Transparency International, Penabulu Foundation, Prakarsa dan Institut Kapal Perempuan mengelar Konferensi Pers Dana Abadi LSM ‘Menciptakan Lingkungan Pendukung untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi Lokal’ pada Rabu, 1 Juni 2022.
Acara ini dihadiri penggiat LSM dan pemerhati organisasi masyarakat sipil merespon gagasan Pemerintah yang menyiapkan dana terkira 6 triliun yang akan dikelola oleh sebuah organisasi atau skema bernama ‘Indonesian Aid’.
Narasumber yang hadir adalah Mulyadi Prayitno dari YKPM Makassar. Lalu ada Triawan Umbu Yayasan Koppesda Sumba, Rsiwati Flower Aceh Banda Aceh, Bambang Teguh Karyanto Direktur LSDP SD Inpres, Jember dan Dina Mariana dari Direktur Eksekutif IRE Yogyakarta dan dimoderatori Maria Anik T. Wusari Deputi DE Penabulu.
Paparan aktivis Flower Aceh
Riswati dari Flower Aceh menyebut bahwa banyak persoalan yang menjadi tanggung jawab pemerintah terbantu dengan adanya LSM. “Peran masyarakay sipil dalam LSM mendukung kerja pemerintaha kerja-kerja negara agar masyarakat lebih baik., ini harus didukung,” katanya.
Menurut kegiatan pendanaan yang ada itu untuk mendukung kerja-kerja LSM ini. “Pada LSM perempuan, pada pengorganisasian, pendampingan korban kekerasan, jadi kalau di komunitas,” katanya.
Dia menyebut banyak ibu-ibu yang bekerja volunteer. Mereka dihubungi masyarakat yang 24 jam, seperti pada korban kekerasan. “Sebab itu tanggung jawab kita penggiat LSM untuk pemenuhan hak-hak masyarakat sipil,” sebutnya.
“Karena kita berhadapan kondisi yang sangat membutuhkan keberadaan kta, walaupun LSM idak seutuhnya punya kemampuan finansial, dengan kemampuan yang ada, kita ada penanganan kasus, pendampingan, advokasi, penyadaran ke komuniatas dengan semua keterbatasan,” ucapnya.
Rsiwati menegaskan bahwa untuk konteks saat ini, dengan kemitraan dengan pemerintah, tidak hanya melakukan advokasi tetapi LSM sejauh ini melalkukan secara bersama, bermitra dengan pemeirntah, mengerjakan program bersama-sama.
“Kami ada banyak kegiatan, penanganan konflik, pasca konlfik, yang diinisiasi oleh pemerintah dan dalam kerjasama itu tidak mendapatkan dukungan pendanaan,” katanya.
Menurutnya itu dilakukan semata pertimbangan moralitas. “Kita harus bekerja seperti itu supaya hak-hak sipil terpenuhi. Di Aceh, di nasional, mereka juga kerja seperti itu. Kita bicara demokrasi, pemerintahan, ini bagian tanggung jawab kita, sebab ketika pemnbangunan ada, kesadaran ada, maka demokrasi terpenuhi,” jelasnya.
Dia juga membaca dan mengapresiasi inisiasi dana pendanaan untuk LSM, yang bisa memasitkan keberlanjutan kerja LSM di akar rumput yang selama ini menjadi ujung tombak, kerja pemerintahan dan pencapaian demokrasi di Indonesia, hingga akar rumput.
Riswati menyebut pendanaan ini tidak berarti bahwa pihak LSM mengemis. “Kita tidak tunduk kelompok tertentu. Sebab selama ini itu adalah dana dari Negara, dari rakyat dan itu diberikan ke LSM supaya upaya pencdapaian demokrasi,” ucapnya.
Dia menyebut bahwa itu adalah upaya untuk menjaga marwah LSM. Kerja-kerja volunteerism menjadi niscaya menurut Riswati. “Ini hal penting menjaga marwah LSM , di Aceh itu sebagai menjaga marwah kerja-kerja kemanusiaan di Indonesiaa,” imbuhnya.
Hal lain yang disampaikan Riswati adalah bahwa Indoensia memang punya kemampuan mendukung melalui Indonesia Aid.
“Tapi pastikan dulu internal keluarga baru ke internasional. Yang ada internal dulu dibangun, kemandirian, pembangunan di internal di Indonesia. Indonesia Aid bisa di sini. Kita juga berharap ada mekanisme serius yang dibangun, selain pendanaan, ada upaya terstruktur dan keberlanjjutan LSM,” kata Riswati.
“LSM in, tanda petik masyarakat, ketika mati suri, maka demokrasi menjadi pertanyaan. Kita perlu pikirkan bersama, komitmen pemerintah merupakan hal utama yang bisa didorong,” pungkas Dikretur LSM Flower Aceh ini.