PELAKITA.ID – Rajungan merupakan penyumbang ekspor hasil perikanan urutan ke-3 di Indonesia setelah udang dan tuna. Rajungan menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan karena memiliki nilai ekonomis tinggi di mana sebagian besar tujuan ekspor rajungan adalah Amerika Serikat.
Hal ini tentu menjadi potensi untuk mengangkat kesejahteraan para nelayan rajungan yang sebagian besar adalah nelayan skala kecil dengan menggunakan kapal-kapal berukuran <10 GT.
Pengelolaan perikanan skala kecil di negara berkembang, salah satunya Indonesia menghadapi berbagai tantangan di antaranya masih tidak tersedianya data yang memadai, masih banyaknya kapal nelayan yang belum terdaftar, konflik antar nelayan terkait alat tangkap dan jalur penangkapan, kurangnya kapasitas organisasi nelayan serta terbatasnya komunikasi yang intensif antara pemerintah dan nelayan menyebabkan kurangnya keterlibatan nelayan dalam diskusi pengelolaan sehingga tidak terakomodasinya suara nelayan kecil.
Mustain, Ketua Umum Forum Komunikasi Nelayan Rajungan Nusantara (Forkom Nelangsa), dalam diskusi daring, Rabu (5/5/2021), mengatakan bahwa seharusnya nelayan sebagai pihak yang paling paham kondisi riil di lapangan, diberikan ruang lebih besar dalam menyampaikan aspirasinya perihal kebutuhan mereka.
Menurutnya, berbagai kebijakan kementerian saat ini terkait perikanan rajungan, misalnya tentang ukuran minimal yang boleh ditangkap dan pelepasan rajungan bertelur terkadang tidak terimplementasi dengan baik di lapangan karena berbagai faktor seperti kurangnya sosialisasi dan lemahnya pengawasan dari pihak terkait. Belum lagi dengan masih beroperasinya alat tangkap merusak seperti cantrang yang sering menimbulkan konflik antar nelayan.
Ia berharap dengan melibatkan para nelayan sebagai agen perubahan tentu bisa memberikan dampak positif bagi komunitas nelayan lainnya karena jika rajungan tereksploitasi maka akan merugikan nelayan sendiri.
Nur Alimin, Forkom Nelangsa, dalam diskusi ini menekankan keinginan nelayan rajungan dalam turut menyukseskan program pemerintah dalam mendorong keberlanjutan rajungan di Indonesia.
“Kami nelayan rajungan juga berkeinginan untuk terlibat dan berperan aktif dalam membantu dan mendukung upaya pemerintah dalam keberlanjutan sumberdaya rajungan di Indonesia. Kami memandang perlu sebuah wadah komunikasi antar nelayan rajungan yang dapat bersinergi dengan program dan strategi pemerintah sehingga berbagai isu ini dapat ditangani dengan lebih baik,” katanya.
Miswan, nelayan rajungan dari Lampung, menambahkan bahwa isu tambang pasir laut di daerahnya juga memberikan dampak buruk bagi nelayan dalam usaha penangkapan rajungan.
“Akibat dari usaha tambang pasir tersebut, pendapatan nelayan dirasakan semakin menurun karena kondisi perairan menjadi keruh dan tercemar sehingga berpengaruh pada hasil tangkapan.”
Trian Yunanda, Direktur Sumber Daya Ikan DJPT-KKP, memberikan apresiasi kepada para nelayan rajungan yang telah berinisiatif membentuk forum tersebut. Forum ini dinilai bersinergi dengan pemerintah melalui berbagai program dan kebijakan yang telah dan akan dilakukan. Apalagi KKP saat ini sedang menyusun kebijakan terkait pengelolaan perikanan rajungan sehingga kontribusi dari nelayan tentu sangat berharga.
“Masukan dari nelayan akan kita dengar dan pemerintah siap bersinergi melalui berbagai kegiatan seperti pendataan nelayan maupun pengelolaan perikanan rajungan,” katanya.
Mahrus, Koordinator Kelompok Kelembagaan dan Perlindungan Nelayan KKP, turut menyambut positif lahirnya forum ini dan berharap agar wadah ini menjadi solusi untuk menginformasikan permasalahan yang terjadi di lapangan dan dialami langsung oleh nelayan rajungan ke KKP.
Menurut Mahrus, selama ini KKP telah berupaya untuk membantu dan melindungi profesi nelayan dan pembudidaya melalui UU No.7 Tahun 2016. Nelayan memiliki akses terhadap berbagai program pemerintah seperti bantuan permodalan, dukungan sarana penangkapan dan budidaya, asuransi nelayan, program kampung nelayan, pelatihan-pelatihan hingga bantuan pendidikan untuk anak nelayan. Namun karena semua program bersifat pengusulan sehingga bantuan pemerintah harus diusulkan minimal oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) atau koperasi dan tidak diberikan kepada individu nelayan.
“Forum Nelayan Rajungan ini bisa membantu para nelayan rajungan untuk didata dan membentuk KUB atau koperasi di wilayah masing-masing dan mengusulkan program bantuan ke KKP,” ujar Mahrus.
Dalam kesempatan ini, Mustain, menyampaikan beberapa permohonan kepada pemerintah dalam hal ini KKP dan DKP provinsi dan Kabupaten/Kota agar selalu melibatkan forum dalam pertemuan, diskusi dan pembahasan perikanan rajungan untuk menyampaikan suara nelayan rajungan.
“Kami berharap forum ini bisa menjadi mitra pemerintah yang aktif memberikan masukan dan membantu upaya pemerintah dalam program pengelolaan perikanan rajungan di Indonesia secara berkelanjutan.”
Terkait masih maraknya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti cantrang, Mustain meminta pihak terkait agar menertibkan serta melakukan penegakan hukum serta meningkatkan pengawasan terkait jalur penangkapan ikan.
“Kami juga berharap adanya keterlibatan para penyuluh perikanan dalam mendampingi forum nelayan untuk pengurusan kartu KUSUKA, pendaftaran kapal nelayan serta akses terhadap permodalan dan Asuransi Nelayan. Juga dukungan program peningkatan kapasitas seperti pelatihan dan inovasi teknologi serta bantuan hibah.”
Beberapa undangan lain yang hadir pada pertemuan daring ini di antaranya staf dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Koordinator Kelompok Kelembagaan dan Perlindungan Nelayan, Kelompok Usaha Nelayan, Kapuslatluh KKP, DKP Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara. Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia, Anggota Forum Komunikasi Nelayan Rajungan Nusantara, Tim Sustainable Fisheries Partnership (SFP), Environmental Defense Fund (EDF), Starling Resources, Yayasan Mitra Bentala dan penyuluh perikanan.