PELAKITA.ID – Kiprah Dr Syafyudin Yusuf, akademisi, penyelam, peneliti terumbu karang dan keekologian pesisir dan laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin sudah teruji. Dia getol meriset karang sejak awal tahun 90-an.
Pengalamannya pada proyek-proyek kelautan dan perikanan membentang dari pelosok Nusantara hingga ke mancanegara seperti Australia dan Taiwan.
Pada PelakitaID dia sedia berbagi pandangan terkait isu perubahan iklim dan pengaruhnya pada ekosistem pesisir dan laut terutama ekosistem terumbu karang.
Seperti apa? Simak yuk di rubrik QAPela ini!
Q: Apa dampak perubahan iklim pada laut dan perikanan kita?
Perubahan iklim sudah nampak terjadi di seluruh permukaan bumi dimana atmosfer sebagai media penghantarnya. Tidak hanya peningkatan CO2, melainkan juga juga curah hujan yang besar menyebabkan banjir dan tanah longsor di daratan.
Kondisi ini telah berdampak pada kerusakan alam dan korban manusia.
Q: Apa kerugiaannya jika karang terpapar perubahan iklim?
Di laut, perubahan iklim sangat nyata ketika hewan laut bernama karang sangat cepat merespon perubahan suhu, terjadilah bleaching atau pemutuhan terhadap karang akibat algae renik dari tubuh karang terlepas ke alam.
Warna putih sangat berbahaya bagi karang akibat peningkatan suhu air lebih dari 2 derajat celsius di atas suhu maksimum yang biasa diterima karang. Peristiwa ini disebut bleaching. Karang yang bleaching merugikan bagi bisnis pariwisata seperti di GrEat Barrier Reef Australia dalam tahun 2016 hingga 2017.
Ikan hias dan ikan konsumsi tidak akan bermain lagi pada terumbu karang yang memutih, pendapatan nelayan pun berkurang dari perikanan terumbu karang.
Q: Lokasi di Indonesia yang karangnya rusak karena perubahan iklim?
Tahun 2009 hingga 2010, nelayan Buton di Sulawesi Tenggara tidak lagi menangkap ikan terumbu karang saat bleaching karang (Yusuf, 2012) ini sudah saya sampaikan pada International Coral Reef Symposium di Cairns Australia. Terumbu karang Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan saat itu pun terkena 30 persen bleaching. Namun terjadi recovery dua tahun kemudian.
Q: Secara umum, peraian Indonesia seberapa rentan?
Hampir seluruh dunia terumbu karang pernah mengalami bleaching, terutama di Indonesia karena pengaruh suhu lautan di Pasifik dan Indian Ocean. Terumbu karang Sumatra bagian barat, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, termasuk perairan Selat makassar Sulawesi sering terjadi bleaching.
Teluk Tomini dan Wakatobi pernah bleaching 30 persen tahun 2009-2010. Kepulauan Spermonde, sering terjadi namun dalam kuantitas yang relatif sedikit atau di bawah 20 persen.
Hingga saat ini belum ada upaya yang bisa membendung kejadian perubahan iklim. Kampanye belum mampu mengehentikannya. Pembuangan zat carbon lewat industri dan kendaraan menjadi penyebab utama menipisnya pelindung bumi, ozon.
Terik matahari kian menyengat, membentuk panas yang terperangkap di atmosfer bumi, lalu terserap ke dalam perairan.
Q: Apa yang bisa dilakukan atas trend perubahan iklim ini?
Belum ada cara bagaimana menghentikan perubahan iklim, melainkan kampanye untuk menyadarkan individu dan keluarga untuk hidup dengan ramah lingkungan.
Berkali-kali terumbu karang terpapar suhu tinggi menyebabkan bleaching, sejak tahun 1972, 1997-1998, 2009-2010, 2016-2017, 2020.
Menurut Professor Ove-Hoegh Gulberg Australia, jarak waktu perunahan iklim semakin sempit. Dari tahun 1972 ke 1997. berjarak 25 tahun, kemudian 1997 ke 2009 berjarak 12 tahun, lalu dari tahun 2010 ke 2016 berjarak 6 tahun, dan paling dekat 2017 ke 2020 hanya berselang 3 tahun.
Apa yang terjadi dengan bumi ini? Gelombang panas bumi semakin berjarak dekat, inikah pertanda bahwa bumi semakin panas? Mungkin kita tidak terlalu merasakannya karena dalam ruangan ber AC. Tapi, terumbu karang adalah salah satu hewan terbaik merespon perubahan suhu walau hanya 2 derajat celcius peningkatannya.
Peristiwa ini terus berulang dan semakin intens, pertanda langit sudah menyerah tak mampu lagi meredam pancaran panas matahari. Manusia makin tertekan karena ulah sendiri. Pabrik mobil diperbanyak.
Sebaiknya semua faktor ancaman produksi karbon dioksidn dan karbon monoksida direduksi, ini salah satu solusi utama.