Konsumsi Protein Dunia: Rata-rata konsumsi pangan akuatik global mencapai 20,7 kg per kapita. Produk-produk ini menyumbang sekitar 15% dari asupan protein hewani dunia, bahkan mencapai lebih dari 50% di beberapa negara Asia dan Afrika.
PELAKITA.ID – Laporan edisi 2024 dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) yang bertajuk “The State of World Fisheries and Aquaculture” (SOFIA) menandai titik balik sejarah.
Di tengah tantangan perubahan iklim dan pertumbuhan populasi global, sektor pangan akuatik terbukti menjadi pilar yang semakin tak tergantikan bagi ketahanan pangan dunia.
Mengusung tema “Blue Transformation in Action” (Transformasi Biru dalam Aksi), laporan ini memberikan peta jalan untuk mengoptimalkan potensi laut dan perairan darat kita secara berkelanjutan.
Substansi: Apa Itu Transformasi Biru?
Substansi utama dari laporan tahun ini adalah strategi Transformasi Biru. Ini bukan sekadar istilah teknis, melainkan visi jangka panjang untuk memastikan sistem pangan akuatik dapat memberi makan dunia tanpa merusak ekosistem. Ada tiga pilar utama yang ditekankan:
-
Pertumbuhan Akuakultur yang Berkelanjutan: Memperluas budidaya perikanan untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat.
-
Manajemen Perikanan yang Efektif: Memastikan 100% stok ikan dikelola secara ilmiah untuk mencegah kepunahan dan menjaga mata pencaharian.
-
Peningkatan Rantai Nilai: Mengurangi limbah dan kehilangan pangan (food loss/waste) serta meningkatkan nilai ekonomi dari setiap hasil tangkapan.
Temuan Utama: Rekor Baru dan Dominasi Budidaya
Laporan SOFIA 2024 mencatat beberapa temuan bersejarah yang mengubah cara kita memandang sektor ini:
-
Rekor Produksi Global: Produksi perikanan dan akuakultur dunia pada tahun 2022 mencapai rekor tertinggi sebesar 223,2 juta ton, dengan nilai ekonomi mencapai USD 472 miliar.
-
Era Akuakultur: Untuk pertama kalinya dalam sejarah, akuakultur (budidaya) telah melampaui perikanan tangkap sebagai sumber utama produk hewan akuatik untuk konsumsi manusia. Akuakultur kini menyumbang lebih dari 57% dari total produk akuatik yang dikonsumsi langsung.
-
Konsumsi Protein Dunia: Rata-rata konsumsi pangan akuatik global mencapai 20,7 kg per kapita. Produk-produk ini menyumbang sekitar 15% dari asupan protein hewani dunia, bahkan mencapai lebih dari 50% di beberapa negara Asia dan Afrika.
-
Peran Perempuan: Sektor ini mempekerjakan sekitar 62 juta orang. Menariknya, partisipasi perempuan mencapai 24%, dengan tren yang menunjukkan peningkatan signifikan pada keterlibatan perempuan dalam pekerjaan penuh waktu dibandingkan dekade sebelumnya.
Tantangan: Keberlanjutan dan Ancaman Iklim
Meskipun produksi mencapai rekor, laporan ini juga menyoroti risiko serius. Status stok ikan laut tetap menjadi perhatian utama. Meskipun banyak stok ikan yang dikelola dengan baik mulai pulih, masih ada wilayah yang mengalami eksploitasi berlebihan.
Perubahan iklim, seperti fenomena El Niño 2023–2024, juga menjadi ancaman nyata yang mengganggu pola migrasi ikan dan merusak infrastruktur akuakultur. Selain itu, masalah Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing (pencurian ikan) masih menjadi tantangan bagi kedaulatan pangan banyak negara.
Pelajaran Penting Bagi Kita Semua
Laporan SOFIA 2024 memberikan lima pelajaran fundamental yang harus menjadi perhatian masyarakat global:
1. Pangan Akuatik Adalah Solusi Kelaparan
Dengan proyeksi populasi dunia mencapai 8,5 miliar pada tahun 2030, sistem pangan darat saja tidak akan cukup. Kita harus mengintegrasikan sistem pangan akuatik ke dalam kebijakan pangan nasional. Ikan bukan lagi sekadar “pendamping” nasi, melainkan komponen inti untuk mengatasi malnutrisi secara global.
2. Manajemen Berbasis Sains Adalah Kunci
Pelajaran penting dari laporan ini adalah bahwa perikanan yang dikelola dengan aturan yang ketat dan berbasis sains terbukti lebih produktif. Keberlanjutan lingkungan dan keuntungan ekonomi tidak harus saling bertentangan; keduanya bisa berjalan beriringan jika dikelola dengan benar.
3. Pentingnya Mendukung Produsen Skala Kecil
Nelayan dan pembudidaya skala kecil adalah tulang punggung sektor ini, namun mereka juga yang paling rentan. Pelajaran bagi kita adalah perlunya kebijakan yang inklusif, memberikan akses teknologi dan modal bagi nelayan kecil agar mereka tidak tergilas oleh industri besar.
4. Prinsip Ekonomi Sirkular (Tanpa Limbah)
Laporan ini menekankan potensi besar yang belum tergarap dari pemanfaatan seluruh bagian ikan. Mengubah tulang, kulit, dan jeroan ikan menjadi produk bernilai tambah—seperti pakan ternak atau suplemen—dapat mengurangi tekanan pada lingkungan sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.
5. Integrasi Lingkungan dan Iklim
Kita tidak bisa membicarakan perikanan tanpa membicarakan kesehatan laut. Pelajaran bagi para pembuat kebijakan adalah pentingnya menyatukan agenda perikanan dengan negosiasi iklim global (seperti UNFCCC) dan perlindungan biodiversitas. Laut yang sehat adalah prasyarat bagi perut yang kenyang.
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Biru
Proyeksi hingga tahun 2032 menunjukkan bahwa produksi akuatik akan terus tumbuh hingga mencapai 205 juta ton. Pertumbuhan ini akan dipicu hampir sepenuhnya oleh inovasi di sektor akuakultur. Namun, kecepatan pertumbuhan ini sangat bergantung pada bagaimana kita menangani masalah air, penyakit, dan regulasi lingkungan.
“Transformasi Biru dalam Aksi” bukan sekadar slogan, melainkan panggilan untuk bertindak. Laporan SOFIA 2024 mengingatkan kita bahwa masa depan pangan manusia ada di perairan kita.
Tanggung jawab untuk menjaganya tidak hanya ada di tangan nelayan atau pemerintah, tetapi pada kita semua sebagai konsumen dan warga dunia.
Artikel ini disusun berdasarkan data dan temuan dari laporan resmi FAO “The State of World Fisheries and Aquaculture 2024”.
