Udang Sulsel Terdampak Kebijakan Trump, Kadis DKP: Akselerasikan Inovasi Industri Akuatik

  • Whatsapp
Muhammad Ilyas, Kadis DKP Sulsel sekaligus Ketua IKA FIKP Unhas (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID — Kebijakan perdagangan terbaru Amerika Serikat yang diajukan Presiden Donald Trump mengundang kekhawatiran dari berbagai kalangan, termasuk sektor usaha perikanan khususnya budidaya udang di Sulawesi Selatan.

Salah satu dampak paling nyata adalah terhadap komoditas ekspor andalan seperti udang yang bakal kena tarif 32 persen atau bahkan lebih, padahal selama ini menjadi penyumbang utama nilai ekspor sektor kelautan dan perikanan Indonesia ke pasar AS. Jika kebijakan itu terlaksana sejumlah dampak akan mendera hulu hilir industri udang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, M. Ilyas, menilai bahwa tekanan perdagangan dari Amerika Serikat seharusnya menjadi momentum reflektif sekaligus pemicu untuk mempercepat pengembangan ekosistem inovasi industri pengolahan pangan akuatik di Sulsel.

“Ini tantangan nyata bagi para inovator dan kampus untuk mengakselerasi ekosistem inovasi. Sulsel harus siap dengan strategi alternatif,” ujar Ilyas melalui pesan Whatsapp pada Senin malam (8/7).

Dia menyebut pentingnya kolaborasi strategis antara perguruan tinggi, Bappelitbangda, pelaku usaha swasta, dan lembaga riset seperti BRIN.

”Kolaborasi ini penting untuk memastikan riset dan teknologi pengolahan hasil laut bisa segera diimplementasikan, tidak hanya mengandalkan ekspor bahan mentah ke AS,” kata dia.

Investasi Teknologi sebagai Tahap Awal

Ilyas menyebutkan bahwa dalam tahap awal, Sulsel bisa mengambil langkah cepat dengan mengimpor teknologi pengolahan dari luar negeri sembari melakukan kajian kelayakan agar investasinya berkelanjutan.

“Tidak perlu buru-buru ekspor ke AS kalau kita bisa tingkatkan daya saing global dari sisi mutu dan inovasi. Nantinya, mereka yang akan minta pasokan produk kita,” tambahnya.

Pasar Jepang dan Eropa Terbuka Lebar

Dalam percakapan yang sama, Ilyas menyinggung bahwa permintaan Jepang atas produk perikanan, termasuk udang windu organik, terus meningkat setiap tahun. Menurutnya, Indonesia bisa fokus mendorong sistem budidaya ramah lingkungan seperti silvofishery (tambak hutan bakau), khususnya untuk komoditas udang windu.

“Buyer dari Jepang dan Eropa sudah antre untuk produk-produk dengan pendekatan budidaya berkelanjutan,” ungkap ketua IKA Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas ini.

Ilyas juga mengingatkan bahwa ke depan kebutuhan bahan baku untuk program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) akan meningkat drastis.

Kata dia, ketersediaan pasokan hasil laut, baik secara lokal maupun antar provinsi, bisa menjadi tantangan tersendiri. Ini menegaskan urgensi membangun rantai pasok yang kuat dan berdaya saing tinggi di dalam negeri.

Momentum untuk Meneguhkan Kemandirian

Ilyas melihat dari sisi berbeda bahwa di tengah tantangan global dan ketegangan dagang, Sulsel justru melihat peluang.

”Dorongan untuk mandiri dalam teknologi pengolahan, diversifikasi pasar ekspor, serta penguatan kapasitas produksi dalam negeri bisa menjadi langkah strategis jangka panjang,” katadia.

”Selama ada kemauan politik dan sinergi antarsektor, tantangan seperti usulan Trump bukanlah akhir dari cerita, melainkan babak baru dalam kemandirian ekonomi maritim Indonesia,” kuncinya.