Kolom Jumardi Lanta: Payabo Sebagai Pahlawan Sampah

  • Whatsapp
Penulis bersama Ibu Hikmah, Firna dan Irna di Bio Ekoregion KLHK (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Payabo atau pemulung selama ini sudah melekat pada mereka yang profesinya memungut sampah plastik dan sejenisnya.

Padahal, Sadar atau tidak sadar, mereka selama ini justru telah menyelamatkan bumi dari bahaya mikro plastik,’

Demikian  pandangan Ibu Hikmah, Firna dan Rina. Mereka adalah anggota tim Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sulawesi Maluku di kantornya yang terletak, di jalan Perintis Kemerdekaan Sudiang, Rabu, 11/9/2024.

Read More

Dari hasil diskusi tersebutm, Firna menekankan betapa Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang telah mengandung mikroplastik sesuai hasil penelitian sebelumnya.

“Mikroplastik bahkan sudah ditemukan pada ikan mairo atau teri yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Bisa dibayangkan bahayanya jika dalam.tubuh kita terdapat microplastic,” kata Firna.

Dikatakan, banyak orang tidak sadar bahwa para pemulung tersebut telah berjasa mengurangi jumlah sampah yang dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir), sekaligus mereka juga tidak sadar bahwa limbah itu mengancam keselamatan dirinya.

Sampah-sampah yang mengandung bahan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang tak kalah besarnya mengancam mereka selama ini karena keterbatasan pengetahuan.

Oleh karena itu, baik Hikmah maupun Rina menyarankan agar payabo diorganisir dengan baik. Selain mereka bisa diberi edukasi tentang kesehatan juga peluang untuk peningkatan kesejahteraannya bisa lebih meningkat .

***

Sekaitan dengan itu, sebanyak 35 kepala keluarga yang selama ini berdomisili di Kampung Matoa Kelurahan Pai Kota Makassar yang telah didampingi oleh Komunitas Sahabat Jumat Berkah sejak Oktiber 2023 hampir 100  persen keluarga tersebut menggantungkan hidup sebagai pemulung.

Mereka difasilitasi belajar membaca Al Quran baik anak-anaknya maupun ibu-ibunya.

Dengan demikian, dari Hasil diskusi bersama tim P3E tersebut bahwa kampung tersebut sejatinya diberi nama Kampung Pahlawan Sampah yang harus diberi apresiasi oleh pemerintah maupun lembaga terkait.

Bisa dibayangkan berapa ton plastil yang dikumpul tiap hari, jika dikalkulasi dari 35 kk tersebut dikali sebulan, setahun pasti jumlahnya banyak.

Oleh karena itu, untuk menghilangkan stigma buruk atau stereotype pada mereka maka mereka perlu ditumbuhkan self esteem (kepercayaan dirinya).

Bahwa pekerjaan mereka selama ini bukan hina melainkan pekerjaan mulia, meski terkesan kotor, jorok tetapi hasilnya selain menyelamatkan lingkungan dari ancaman limbah juga bernilai ekonomi.

Ada dua yang disarankan oleh Hikmah dan Rina untuk kelembagaan mereka yakni Bank Sampah atau Koperasi.

Penulis setuju, sebab dengan melalui skema tersebut keluarga pemulung bisa lebih terorganisir dan terkelola pendapatan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup baik jangka pendek mau jangka panjang.

Jadi, hal tersebut dapat membantu membiayai anak mereka khususnya biaya pendidikan maupun kebutuhan domestik di kampung tersebut terdapat pula anak yang putus sekolah karena.

Akhirnya mereka fokus menjadi pemulung untuk menopan kebutuhan sehari-hari. Setuju?

Editor: Denun

 

Related posts