PELAKITA.ID – Laith Al Harthy, kolega yang menerima kami pertama kali di Muscat menyebut setelah pertemuan pertama tanggal 25 Desember 2023, keesokan harinya kami akan melakukan perjalanan udara ke Kota Salalah.
“Kita bertemu dengan beberapa anggota tim, dan sorenya kita ke bandara,” ucapnya dengan senyumnya nan khas.
Setelah makan siang di Radisson, saya, Imran, Laith dan Shuaib berangkat ke rumah mereka. Ayah Shuaib yang pensiunan pegawai pertambangan minyak jua yang mengantar kami ke Muscat International Airport.
“Are you from Indonesia? I like Indonesia,” kata dia sebelum meninggalkan kompleks perumahan mereka yang asri, tenang dan penuh dengan warna putih. Dinding, pagar, atap.
Perjalanan ke bandara sekira 20 menit.
Di bandara, saya sempatkan foto di gate keberangkatan dengan kopiah hitam di kepala.
Laith sudah online check-in dan relatif mudah di awal sebelum kami bertolak ke Salalah. Perjalanan sekira satu jam duapuluh menit.
Salalah berada di Selatan Oman, atau berbatasan dengan Yaman. Tujuan kami ke sana melihat kondisi pesisir dan laut, di Sadah dan Mirbat.
Bukit-bukit gersang, lekuk-lekuk di antara bukit, rumah-rumah berbentuk kotak hingga gundukan pasir dan paras laut menjadi pemandangan di antara Muscat dan Salalah.
Kami tiba di Salalah Airport sekitar pukul 5 sore. Bandara Salalah sangat moderen, interior dan layanannya luar biasa. Saya periksa toilet sangat bersih dan juga menggunakan toilet jongkok beralas baja.
Laith sudah carter mobil. Ini yang kami gunakan selama tiga hari. Dari bandara kami ke arah pusat kota.
Dalam perjalanan ke hotel, saya merekam suasana berbeda di Salalah.
Ada banyak dan luas perkebunan pisang dan kelapa. Kelapa buah kecil dan pisang aneka ukuran, ada yang kecil dan juga seperti Cavendish.
Melihat hamparan perkebunan pisang itu saya ingat misi Pj Gubernur Sulsel yang ingin memajukan Sulsel dengan pisang, industrialiasi pisang.
Mungkin saja ke depan akan ada pertukaran pengetahuan ihwal pisang ini.
Oleh Laith, kami diajak mampir menikmati air kelapa, menikmat aneka buah yang nampak menggoda. Mangga, pisang, kelapa muda hingga buah tin.
Suasana petang itu sungguh berkesan, bisa makan buah produksi Oman dan memang enak terutama mangga. Buah tin juga enak, lembut dikunyah dan manis. Sepanjang jalan adalah penjaja buah-buahan. Imran amat menikmati suasananya dan meraih sepiring mangga bertabur serbuk cabai.
Dari sana, kami bertolak ke hotel. Kami menginap di Hamdan Plaza Hotel. Hotel ini sudah lama, mengingatkan pada Hotel Borobudur kalau di Jakarta.
Luasnya ya Allah. Kebetulan kamar saya di lantai tiga, jendelanya mengarah ke jalan raya.
Saya kira luas kamarnya 5 kali 8 delapan. Bagian depan serupa ruang tengah, lalu kamar mandi, toilet dan kamar tidur.
Restoran kami ada di lantai 5. Di sana setia menunggu pelayanan restoran asal India. Saat tiba, kami masih sempat menikmati makan malam, pesan kari ayam, Pepsi dan salad.
Kami melewati malam pertama di Salalah dengan tidur lelap meski, jam biologis memaksa saya bangun pukul 03.00 dan menunggu salat subuh hingga pukul 05.30.
Setelah sarapan, kami menuju resepsionis dan disilakan menikmati kopi dan kurma.
Kopinya tak seperti di Makassar atau yang selama ini kita cecap, lebih hambar. Mungkin karena ditandemkan dengan kurma jadi bisa mixed rasanya.
Saya dapat kejutan. “Kita akan ke Al Baleed, salah satu satu destinasi wisata di Salalah dan harus masuk priority list selama di sini,” kata Laith.
Benar saja, kami mengarah ke sana dan bisa mengeksplor Maritim Museum, History Hall dan banyak lagi informasi di dalamnya.
Taman Arkeologi Al-Baleed adalah sebuah taman arkeologi yang terletak di Al Balīd Salalah, Dhofar, Oman. Spot ini diistilahkan sebagai Tanah Kemenyan di Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2000.
Reruntuhan di area taman itu milik kota kuno Z̧afār ang juga meliputi wilayah yang berdekatan di Ar Rubāţ. Z̧afār, asal nama Kegubernuran Dhofar adalah pelabuhan penting untuk perdagangan kemenyan selama abad pertengahan, setelah menurunnya pelabuhan terdekat di Khor Rori.
Nama Romawi untuk kota ini adalah Saffara Metropolis dan dikenal terutama dari penempatannya, bersama dengan Ubar, pada peta yang digambar oleh Ptolemeus, astronom dan ahli geografi Aleksandria.
Tempat ini dikunjungi oleh banyak pelancong terkenal, seperti Marco Polo, Ibnu Batutah, Ibnu al-Mujawir dan Zheng He.
Kota ini mengalami kemunduran pada abad 16-17 karena berbagai alasan seperti penutupan danau Khawr al Balīd (yang dulunya merupakan teluk) dan invasi Portugis, Turki atau Mamluk.
Situs ini ditemukan kembali pada tahun 1992 oleh tim yang dipimpin oleh Nicholas Clapp dan arkeolog Juris Zarins dari Southwest Missouri State University. Taman ini juga berisi Museum Negeri Kemenyan dan Museum Maritim.
Sebagai alumni Kelautan, saya kagum pada museum ini. Museum ini menampung hal-hal seperti Artefak yang digali dari Al Baleed, Sumhuram dan Ash Shisr, yang merupakan situs UNESCO lainnya.
Lalu ada warisan sejarah dan arkeologi Kegubernuran Dhofar. Model perahu Oman yang luar biasa dari 3000 SM hingga saat ini. Selain itu, kita menemukan hal-hal lain dan materi informatif di dalam museum.
Ada dua aula di dalam Museum Tanah Kemenyan – Aula Maritim dan Aula Sejarah. Balai Maritim
Aula pertama adalah Balai Maritim. Di sini terdapat model perahu Oman yang dibuat dengan indah seperti Battil, Boom, Sambuq, Ghanjah. Selain itu, aula ini memamerkan barang-barang lain seperti instrumen navigasi dan sejenisnya.
Di aula sejarah yang berdekatan memamerkan banyak benda bersejarah.
Pertama, ini adalah artefak dan merupakan artefak yang digali dari situs Arkeologi Al Baleed di sebelahnya.
Selain itu, artefak-artefak tersebut juga merupakan artefak yang digali dari situs bersejarah lain yang terletak di Sumhuram dan Ubar. Artefak terdiri dari tembikar dan logam yang ditemukan di situs kuno di Oman.
Kedua, aula ini memamerkan berbagai model masjid dan makam di Oman. Ini termasuk model Makam Nabi Ayub, Nabi Hood, dan Nabi Saleh serta Masjid Agung Sultan Qaboos.
Ketiga, kami melihat berbagai mushaf Alquran berwarna-warni di Aula Sejarah.
Selain itu, aula ini menampilkan puisi dan manuskrip linguistik lainnya.
Selain itu, salah satu hal terpenting di Aula Sejarah adalah salinan surat yang dikirimkan Nabi Muhammad (SAW) kepada masyarakat Oman. Surat itu dalam bahasa Arab dan ada stempel Nabi. Surat ini dikirim pada abad ke-8.
Al Baleed buka dua kali sehari, dengan istirahat kecil di waktu makan siang. Pertama, buka dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang. Kedua, dari jam 4 sore sampai jam 8 malam. Jam buka ini berlaku sepanjang hari dalam seminggu kecuali akhir pekan.
Pada hari Jumat, taman arkeologi dibuka pada jam 4 sore dan tutup pada jam 8 malam. Berlaku biaya masuk nominal. Ini juga termasuk pintu masuk ke Taman Arkeologi Al Baleed.
Menariknya, tarif masuknya berdasarkan jenis kendaraan seperti mobil saloon, 4WD, van, coaster, atau bus.
Museum ‘Negeri Kemenyan’ atau The Land of Frankincense Museum ini dianggap sebagai salah satu museum sejarah paling terkemuka di Oman karena memuat ciri-ciri sejarah dan budaya dari era yang berbeda.
Al Baleed ada di kawasan Kegubernuran Dhofar, di jantung situs bersejarah yang terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2000 sebagai taman arkeologi dan pariwisata.
UNESCO memilih situs Al Baleed, yang dianggap oleh para arkeolog sebagai sisa-sisa paling penting dari kota kuno Islam di pantai Laut Arab, sebagai bagian dari rumah bersejarah pohon kemenyan yang terkenal dengan Kesultanan Oman, terutama karena kemenyan adalah pohonnya. Kemenyan adalah ekspor Oman yang paling penting di zaman kuno.
Di sana ada dua aula utama: Aula Sejarah yang terbagi menjadi 6 bagian, dan Aula Kelautan yang terbagi menjadi 7 bagian.
Sosodara, saya dan Imran senang bukan main, bisa berkunjung ke Salalah, bagian Oman, negara berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa di Jazirah Arab yang memiliki warisan budaya yang kaya.
Kami takjub bagaimana mereka menjaga keluhuran budaya, menjaga jejak bersejarah mereka di percaturan sosial , budaya, politik dan ekonomi dunia.
Penulis
Denun, Tamarunang 8/1/2024