Jadikan Maros Kabupaten Inklusi, Bupati A S Chaidir Syam Akan Pecat Guru Jika Abaikan Difabel

  • Whatsapp
Bupati Marros saat mengikuti kegiatan Aksi Kolektif yang digelar oleh INKLUSI Yayasan BaKRI (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Bupati Maros, Andi Syafril Chaidir Syam saat memberi sambutan pada Gelaran Aksi Kolektif yang digelar oleh  INKLUSI Yayasan BaKTI dan Pemda Maros menegaskan bahwa misinya adalah menjadikan Maros sebagai kabupaten inklusi.

Dia pun menyambuat baik Aksi Kolektif sekaitan Hari Disabiltas dan 16 Hari Anti Kekerasan Perempuan dan Anak 2023 yang digelar oleh Yayasan BaKTI di Mall Pelayanan Publik Maros, 4/12/2023.

“Bahwa kita semua hadir di dunia untuk memberi manfaat kepada sekitar, yang terbaik adalah memberikan pelayanan publik yang inklusi, pelayana yang tidak membeda-medakan, siapapun dia,” katanya.

Read More

Dia berterima kasih kepada Kepala Dinas Sosial, Bappeda, Tenaga Kerja, Dukcapil, P3A, Pendidikan dan Kebudayaan, PMD, dan semua yang telah memberikan pelayanan kepada semua pihak.

“Mengapa kegiatan digelar di Mall Pelayanan Publik karena ingin memberikan gambaran dimana masyarakat datang dan bisa menuntaskan persoalan yang ada. Mengurus administrasi kepentdudukan, BPJS, keluar negeri, PDAM bahkan menikah,” terangnya di depan 150-an peserta.

Peserta terdiri dari Kepala Desa 12 Desa yang telah menghasilkan Perdes Inklusi dan anggota Kelompok Konstituen pejuang adavokasi isu-isu keadilan gender, penyandang disabilitas dan inklusi sosial yang difasilitasi INKLUSI.

Bupati bangga dengan telah dilantiknya Komisioner Disabilitas Daerah Maros dan Pendamping Diasbilitas Tenega Kerja.

“Perlu memikirkan bagaimana saudara kita yang disabilitas. Bagi kepala sekolah yang mengabaikan penyandang disabilitas, atau menolaknya, saya akan pecat!” srunya.

Bupati menegaskan bahwa perempuan dan penyandang disabilitas punya kekuatan lebih dan harus diberi akses.

Pada kesempatan itu, dia juga mengapresiasi pengelola Grand Mall Maros yang sudah mempekerjakan disabilitas. Menurut Bupati, penyandang disabilitas, punya kesempatan untuk mendapatkan itu.

Bupati buka data. Pada 12 desa pilot terungkap bahwa ada 500 penyandang disabillitas dan harus diadvcokasi.

Dia juga berharap agar 12 desa tersebut tidak ada lagi kekerasan perempuan, tidak ada lagi anak yang dirugikan, tidak ada lagi perkawinan anak.

Disebutkan juga bahwa tahun depan proses musrenbang sudah harus mengadopsi live streaming. Demi memperbaiki proses perencanaan.

Setelah sambutan dan pelantikan KDD dan Pendamping ULDTK, dilanjutkan talkshhow yang dimoderator oleh Kamaruddin Azis dari COMMIT Foundation.

Topik yang dibahas adalah Akses Layanan yang INKLUSIF (Ketua Kelompok Konstituen Desa Tanete).

Molita, ketua Kelompok Konstituen Desa Tanete menyebut di desanya sudah ada 10 anggota kelompok konstituen yang telah menghasilkan usulan. Usulan itu akan dibawa ke proses musrenbangdesa.

 Di Tanate, kata Molita, telah ada empat bidang yang menjadi perhatrian kelompok konstituen, mulai dari mendata atau menyiapkan data, mengadvokasi, memfasilitasi pengaduan, dan pengembangan mata pencaharian.

“Pengembangan mata pencaharian belum diusulkan tapi sudah menjadi tanggung jawab Kelompok Konstituen untuk perjuangkan ke depan,” kata dia.

 Dia juga menilai proses di Dukcapil harus dibuat lebih ramah bagi penyandang disabilitas dan berharap agar mereka tidak dipersulit saat mengurus sesuatu.  Kelompok Konsituen akan menjadi mitra perencanaan di desa.

Materi kedua adalah Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas oleh Ketua Fordisma, Husain yang juga baru saja dilantik sebagai anggota Forum Disabilitas Daerah Maros

Husain bercerita, motivasi menjadi pengurus Fordisma karena punya pengalaman sebagai disabilitas dan merasakan betapa sedihnya, betapa sulitnya menjadi penyandang disabilitas. Banyak harapan untuk berlaku ideal tapi terbatas.

 Aktif di Fordisma karena punya pengalaman berinteraksi dengan organisasi seperti Masyarakat Adat Nusantara AMAN dan mendapat inspirasi tentang perlunya memberi pehatian bagi warga penyandang disabilitas yang jauh ke pelosok,” katanya.

Berikutnya adalah berkaitan Pelaksanaan Pendidikan INKLUSIF, Kepala Sekolah Pendidikan PAUD Dharma Wanita Mandai oleh Hadijah, S.Pd, UAD M.Pd.

Dia mengelola PAUD Dharma Wanita Maros dan terdapat tiga murid yang difabel.

Motivasinya menjadi bagian dari sekolah ini karena prihatin dengan kondisi anak-anak yang mau mendapat sekolah, dan tidak mesti ke sekolah luar biasa karena dianggap mahal. Menurutnya karena sudah Perda pendidikan inklusi, maka semua anak bisa mendapat perlakuan yang sama.

 Disebutkan bahwa apa yang dilakukan di PAUD tersebut bisa memberikan inspirasi kepada pemerintah daerah atau pihak terkait tentang kapasitas guru yang ada.

“Pendidikan atau pelatihan dapat jadi pilihan untuk memperkuat kapasitas guru,” kata dia.

Selama ini Hadijah, menangani anak-anak difabel bersama seorang guru lainnya karena menurutnya perlu tenaga ekstra untuk penanganan.

Tanggapan OPD

Moderrator memberikan kesempatan kepada penanggap yang terdiri dati perwakilan OPD atas apa yang disampaikan narasumber.

Kepala Dinas Sosial memberikan tanggapan bahwa tidak ada yang lama dalam pelayanan sosial, kami ada pilar yang bekerja di lapangam, sudah ada TKS, PSM, dan ada fasilitator.

“Kami sudah maksimal untuk penyandang disabiligas dan kami telah memperoleh banyak bantuan dan telah diterima dan didistribusikan oleh Bupati. Menyampaikan terima kasih kepada Fordisma yang selama ini telah bekerjasama dan saat ini pun ada sekretariat Fordisma di sana.

“Kami telah fasilitasi Fordisma,” kata Kadis Sosial.

Sementara itu, Kadis P3A menyebut, peran pihaknya adalah menunjukkan bahwa komitmen Pmerintah Matos tak diragukan lagi dalam perencanaan inklusi.

“Bukan lagi diskusi tetapi bagaimana membicarakan langkah—langkah ke depan.  Kami saat ini telah mengangkau desa-desa dan keluarahan. Telah ada Program Pupaga atau Pusat Pembangunan Keluatrga, Pusat Anak Berbasis Masyarakat dan memang menjadi hal urgen untuk kami,” terangnya.

Perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa perencanana sudah diterapkan, ada Perda dan arahan Bupati untuk perencanaan pendidikan inklusi.

“Bahwa penerimaan peserta didik baru untuk penyandang disabilitas telah diberlakukan umum. Sedang menyiapkan MoU untuk pendidikan inklusi,” jelasnya.

Kadis Dukcapil tak ketinggalan memberi respon. Menurutnya, sselama ini telah dan akan mendatangi setiap desa untuk pendataan.

“Tahun depan akan membentuk tim satu orang perdesa untuk pendataan. Jadi janngan lagi ke Dukcapil tapi di tingkat desa saja,” jelasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Idrus merespon bahwa perlu pendataan, ada beberapa kegiatan prioritas, mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana.

“Termasuk pemenuhan seperti toilet, tangga, semua bisa dianggarkan oleh Desa dan di Bappeda telah ada Musrenvang perencanaan inklusi,” kata Idrus.

Sementara Dinas Tenaga Kerja menjelaskan akses layanan UPTD PPA serta standar operasionalnya. Tahun ini telah ada fasilitasi untuk kemudahaan akses disabilitas untuk bisa diterima menjadi pengawai.

Dipuji Yayasan BaKTI

Direktur Yayasan BaKTI, M. Yusran Laitupa memberikan apresiasi apresiasi atas dukungan dan komitmen Bupati Maros berkaitan misi program Inklusi.

Dia menyebut apa yang dilakukan di Maros sebagai bagian dari pengembangan visi misi Bupati dan Wakil Bupati yang salah satu aspek adalah berjalannya pembangunan yang inkklusi.

“Apa yang dikerjakan oleh Pemda Maros dan INKLUSI ini sebagai satu dari sekian kabupaten di Sulawesi Selatan. Disebutkan juga ada dukungan sumber daya dari Pemda dan ditopang oleh komitmen OPD yang selama ini bekerjasama dengan Yayasan BaKTIm,” ucap Yusran.

Dia menyebut sejauh ini meski sejumlah usaha telah dilakukan untuk mengatasinya namun masih ada kelompok perempuan, anak yang mengalami diskriminasi, kekerasan dan marginalisasi.

“Perempuan dan anak bukanlah kelompok minoritas di negeri ini, tetapi mereka termasuk kelompok rentan,mengalami kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Yusran.

Terkait regulasi menurutnya, program perlindungan penyandang disabilitas merujuk ke konferensi dunia dalam tahun 2006 kemudian ditindalanjuti pemerintahh Indonesia dalam tahun 2016 dengan keluarnya UU perlindungan disabilitas No.8/2016.

“Maros cukup maju dalam penanggulangan dan pencegaran kekerasan perempuan dan anak serta pemenuhan hak penyandang disbilitas sebab sudah ada Perda Perlindungan Anak dan Perda mengenai pengarusutamaan pemerintahan yang layak bagi penyandang disabilitas,” puji Yusran.

Dia mengapresiasi pelantikan Komisioner Disabilitas Daerah dan Unit Layanan Disabilitas Ketenagakerjaan.

Menurutnya, Maros harus maju sebab merupakan pintu masuk Sulawesi Selatan apa yang dilihat pertama kali di Maros akan menjadi kesan tentang Sulawesi Selatan.

Redaksi

Related posts