Asriadi, mahasiswa Pascasarjana Institut Teknologi 10 November Surabaya yang juga Aparatur Sipil Negara pada Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Makassar, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan membagikan pokok-pokok pikirannya terkait manifestasi Ekonomi Biru, Pengelolaan Sumber Daya dan dimensi pengembangan wisata bahari sesuai semangat desentralisasi.
Berikut tulisannya yang dibagikan dalam tiga bagian, mari simak bagian pertamanya.
_____
Pada satu kesempatan bersama dengan sekelompok mahasiswa berdiskusi tentang kebijakan dan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Penulis memberikan gambaran dan penjelasan hingga mengaitkannya pada konsep Ekonomi Biru.
Iya, Ekonomi Biru yang belakangan ini hangat yang selalu disuarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahkan telah menyusun strategi penerapan ekonomi biru pada program kerjanya.
Sejurus kemudian saya mengingat guru saya, seorang Professor di Departemen Teknik Kelautan ITS yang sangat bersahaja dan banyak membahas tentang Ekonomi Biru –kepadanya semoga tercurah kebaikan, keberkahan dan kesehatan-.
Seorang mahasiswa bertanya: Apa itu Ekonomi Biru? Di negara kita ini banyak sekali istilah-istilah “manis”. Kita ini di Wilayah Indonesia Timur memiliki keunggulan seperti kenakeragaman hayati yang sangat kaya hingga tambang. Misalnya banyak daerah pesisir atau pulau-pulau kecil yang dijadikan objek wisata bahari. Bagaimana kaitannya dengan ekonomi biru?
Bisakah potensi daerah kita ini manfaatkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), ditengah berbagai regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut termasuk soal sistem pemerintahan daerah yang disebutkan tadi?
Saya tersenyum gembira atas responnya.
Nah…coba kita telisik, semoga beberapa regulasi yang sebelumnya dibahas bisa bersinergi, tidak saling mematahkan. Mestinya begitu prinsipnya, semua regulasi nasional itu saling mendukung, jika kontradiktif maka salah satunya harus dicabut.
Beranjak dari UNCSD
Kita berangkat dari kisah hadirnya cita-cita luhur kemudian menjadi komitmen bersama dari negara-negara peserta Konferensi PBB “Rio +20” mengenai Pembangunan Berkelanjutan (UNCSD) yang berlangsung di Rio de Janeiro pada tanggal 20-22 Juni 2012.
Sekaligus menegaskan kembali upaya bersama mereka dalam pengentasan kemiskinan, dan menjadi target global terbesar dihadapi dunia hingga saat ini yaitu membebaskan umat manusia dari kemiskinan dan kelaparan.
Bagi negara-negara berkembang yang memiliki pesisir dan pulau-pulau kecil, inisiatif Ekonomi Biru menawarkan pendekatan pembangunan berkelanjutan yang lebih sesuai dengan kondisi, keadaan dan tantangan mereka.
Kita sudah melihat dan merasakan betapa laut telah mendukung kehidupan dengan menghasilkan oksigen, menyerap karbon dioksida, mendaur ulang nutrisi, mengatur iklim dan suhu global, menyediakan kebutuhan makanan, lokasi mata pencaharian hingga menjadi sarana transportasi bagi lebih 80 persen perdagangan global.
Bahkan pesisir dan laut menjadi sumberdaya utama bagi industri pariwisata global, termasuk di Indonesia.
Lebih dari itu, konsepsi Ekonomi Biru memberi peluang terhadap sentuhan kemajuan teknologi untuk mengembangkan potensi bioprospecting, penambangan sumberdaya mineral dasar laut, hingga produksi energi biru.
Sayangnya, aktivitas antropogenik manusia sering berdampak serius dan membebani ketahanan sumberdaya pesisir dan laut.
Salah satu isu menarik untuk dikembangkan dan dikelola dalam implementasi Ekonomi Biru adalah wisata bahari, dimana paradigmanya telah bergeser dari mengejar kuantitas menuju kualitas dan keberlanjutan.
Sebagai negara kepulau terbesar di dunia, Indoneisa memiliki sebanyak 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km dan menjadi 71 persen dari keseluruhan wilayah Indoneia maka peluang besar bagi Indonesia untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta berkorelasi dengan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru, maka potensi sektor pariwisata ini perlu dioptimalkan.
Landasan dan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru
Kerangka pembangunan ekonomi biru merupakan penjabaran dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) 2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Terkait pula dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN) 2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.
Kerangka pembangunan ekonomi biru senada dengan dukungan terhadap inisiatf global dalam pencapaian Agenda 2030 on Sustainable Development Goals, pada Tujuan 14 yakni melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumberdaya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.
Tujuan itu juga demi mendukung Tujuan 7: akses energi yang terjangkau, berkelanjutan dan modern untuk semua, lalu Tujuan 8: Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Hal itu kemudian mendukung Tujuan 9: Infrastruktur, industri inklusif dan berkelanjutan, serta inovasi, serta Tujuan 17 yaitu Kemitraan global untuk pembanguan berkelanjutan.
Kerangka Ekonomi Biru ini diarahkan untuk mengoptimalkan modalitas yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman sumberdaya kelautan dan posisi Indonesia yang strategis secara politik dan ekonomi di kawasan.
Pengelolaan sumberdaya dan ekosistem kelautan juga diarahkan untuk mengatasi tantangan berupa degradasi pesisir dan sumberdaya alam, perubahan iklim dan pencemaran laut, serta kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir yang terdampak perubahan kondisi ekosistem pesisir dan laut.
Pengembangan ekonomi biru juga diharapkan dapat memperluas pemanfaatan peluang pengembangan aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi seperti pariwisata berkualitas, pengembangan energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan industri pengolahan berbasis sumberdaya kelautan.
Ekonomi Biru adalah upaya memisahkan pembangunan sosial ekonomi dari kemunculan degradasi lingkungan. Bahwa ekonomi biru pun merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru pada sektor yang sudah ada maupun yang sedang berkembang sehingga ekonomi biru menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan yang inklusif.
Pada akhirnya transisi Indonesia mengikuti arah ekonomi biru menjadi model pengembangan industri berbasis kelautan yang berkelanjutan, mengurangi ketergantungan ekonomi pada sektor yang ekstraktif.
Editor: K. Azis