PELAKITA.ID – Ini catatan ringan, tentang suasana riang gembira serta rasa memorial bagi penulis di resepsi pernikahan Andi Bambang Hermansyah dan A. Rezky Amaliah.
Saat diberitahu Pak Hermansyah atau yang kerap kami sapa di kalangan Komunitas Kopizone sebagai Oher agar datang di resepsi pernikahannya anaknya, memori saya berkelana.
Penulis merasa bakal bertemu sejumlah tokoh beken Unhas tahun 90-an.
Oher adalah sosok yang paling sering berbagi kisah lucu saat bersama main tenis di Tamalanrea nun lampau.
Mereka, sebut saja ‘yang bakal datang’ Taslim Arifin, Tadjuddin Parenta hingga sejumlah akademisi yang tenar tahun 80-an atau 90-an.
Resepsi berlangsung di Hotel Dalton di Kawasan Daya Kota Makassar.
Kepastian acara saya konfirmasi ke Ramli Rahim, Yasidin dan Iqbal Arifin – maklum, beberapa kali saya keliru tanggal pesta. Betul, acara berlangsung Rabu, 19 Juli 2023. Mulai pukul 11 sampai selesai.
“Datangki nah dinda, saya kirimkan undangn via WA saja,” ucap Oher saat bertemu di Hometown Kopizone dua pekan lalu.
Oher adalah sosok yang kerap menemani Pak Taslim dan Pak Tadju saat saya jadi mitra main tenis mereka di awla tahun 90-an.
Saya dan Aco Arsyad, warga Kera-kera yang bersama saya jadi penjaga lapangan kalau tidak mau disebut kacung bola.
Bersama Pak Taslim kala itu, ada Hamid Paddu, Herry Sonjaya hingga almarhum Yansor. Mereka keluargaa besar FE Unhas kala itu.
Saya tidak bisa lupa cerita lucu saat intens bertemu mereka. Cerita tentang mahasiswa, tentang dosen dan dinamika yang mengail tawa.
“Kenapa kau kurus sekali Kama, kurang giziko,” calla Pak Tadju.
Pak Tadju juga sangat familiar karena mengajar saya saat kuliah di Magister Manajemen Unhas di Kampus Baraya antara tahun 2009 hingga 2011.
Sudah pukul 1 siang, istri belum jua tiba di rumah. Kami rencana berangkat bareng. Dia sedang ada kelas senam. Biasanya dia yang bawa mobil, saya jadi navigator.
“Tidak apa, biasanya jelang akhir resepsi, saat tetamu kian kurang biasanya ada kejutan.” Begitu batin saya.
Kami berangkat pukul15.15 ke Dalton. Tiba hampir pukul 2 siang.
“Biasanya sampai jam 3 baru kelar acara,” kata istri sembari ngegas mobil via tol Pettarani.
Di lokasi acara ada sejumlah ucapan selamat dari tokoh.
Ada Menteri Pemuda Olahraga Dito, ada Wali Kota Makassar Moch Ramdhan Pomanto, Ketua IKA Unhas Andi Amran Sulaiman hingga Bacapres Anies Baswedan.
Di dekat pintu hotel, saya masih sempat menyalami Om Ondha yang bersiap meninggalkan lokasi.
Betsama istri, saya menyalami Oher di gate respsi lalu mengambil makanan dan duduk di ruang VIP. Di sana harapan saya terjawab.
Nampak Taslim Arifin. Dia menghadap ke ruang tengah hall resepsi. Lalu di sampingnya duduk Danny Pomanto yang juga ketua IKA Unhas Sulsel, anggota DPRD Sulsel Selle K.S Dalle dan ketua KPU Sulsel Hasbullah.
Hadir pula Prof Puji, istri Pak Taslim, lalu Andi Jaya Sose.
Mereka nampak aktrab berbagi cerita.
Saya melihat dari kursi sebelah. bersama Sekretaris IKA Unhas Sulsel Hidayah Muhallim dan Maqbul Halim, dua kolega yang selama ini sering jalan bersama terutama saat pelantikan IKA Unhas Daerah, terakhir bersama di Selayar.
Setelah menyelesaikan santap resepsi, saya melihat ada kursi kosong di antara Pak Taslim dan Pak Danny.
“Saya Kama pak, masih ingat saat kita main tenis sama-sama dulu,” kataku.
“Wah Pak Kama, sehat sehat bos?” kata Pak Taslim.
“Ini namanya Pak Denun pak Taslim,” balas Pak Danny.
Saya juga sampaikan ke Pak Taslim kalau menantunya anak Kelautan, Ujor atau lengkpnya Urban El Fatih sering cerita soal kondisi Pak Taslim dan aktivitasnya saat ini.
Tidak lama kemudian datang Pak Tadjuddin Parenta, sosok yang saya sebutkan di depan.
“Eh Pak Kama,” sapa Pak Tadju.
Di meja itu, mereka duduk melingkar. Bercerita banyak hal. Saya menyebutnya pertemuan yang riang gembira, terpancar dari raut wajah dan mata yang antusias.
Danny bercerita tentang kondisi Makassar, program-programnya, juga tentang pengalamannya ke Eropa dan mencatat beberapa inspirasi terutama saat hadir di Brussels. Tentang isu-isu kontemporer pembangunan kota, perubahan iklim, ekonomi mikro dan lain sebagainya.
Juga tentang dampak pandemi, dan bagaimana Amerika bejalar dari Eropa dalam menata kondisi sosial dan ekonomi mereka.
“Amerika juga pernah belajar dari Ertopa, dari negara-negara Nordic,” kata Taslim terkait tata kelola negara Eropa.
“Kau maju Gubernurkah?” tanya Taslim ke Danny, mereka nampak akrab.
“Teman-teman itu yang pasang baliho, lihat maki foto-fotonya, masih foto lama,” balas Danny dengan senyum.
“Belumpi juga ada deklarasi Pak Taslim,” tambahnya.
“Siapa-siapa lagi yang mau maju? Aco… siapa lagi?” lanjut Taslim.
“Yang jelas visi Pak Danny tawwa adami visinya Pak Taslim,” coddokku.
“Apa itu,” balasnya.
“Disayang semua orang, mati masuk surga,” balas Danny.
Tidak semua sempat saya catat dan perlu diceritakana, saya hanya senang bisa bertemu mereka dan tentu saja menyaksikan Oher di seberang meja menyungging senyum.
Taslim jua yang menyudahi momen bersama itu.
“Ayo kalau gitu,” kata dia lalu berdiri. Saya minta agar berfoto bersama.
“Biar saya bisa posting di FB,” kataku ke Pak Tadju. “Ok Pak Kama,” balasnya.
Kami beriringan meninggalkan Dalton, Taslim dan istri, Danny, Selle dan Maqbul.
Salamakki Oher!
K. Azis
Tamarunang, 19/7