Pelakita.ID melanjutkan tulisan muhibah ke pelosok negeri. Kali ini tentang pertemuan dengan pengelana Tanah Bugis di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
PELAKITA.ID – Tahun lalu, dia harus mengundurkan diri dari satu hotel ternama di Kendari. Alasannya, manajemen hotel sedang kesulitan karena tamu tak kunjung datang.
Dengan sukarela dia harus teken surat pengunduran dirinya.
Pria kelahiran Ciamis itu mengaku harus tetap semangat menunggu panggilan kerja dari tempat awal bekerja, sembari nyambi jadi tukang ojek online.
Dia mengaku sebagai blasteran Bugis-Sunda.
“Ayah Sunda, ibu Mare Bone,” balasnya pendek saat membonceng saya dari sekitar Perempatan Lapulu tujuan Hotel Horison Kendari, 13/10.
“Mare’? Bone?” tanyaku.
“Iye, Bugis Mare,” balasnya.
“Bapak sudah meninggal. Saya dan ibu tinggal di dekat pelelangan ikan Kendari Sodohoa,” katanya.
Kami melintasi jembatan Bahtera Mas Kendari. Teluk sedang teduh. “Jalal, namata bagus sekali,” pujiku.
“Jala, tidak pakai L. Sujani itu nama bapak, orang Sunda. Saya lahir di Ciamis. Usia 5 tahun saya dan ibu ke Kendari,” tambahnya.
“Ada keluarga kerja di (dia sebutkan nama bank plat merah) dan mengajak saya jadi tenaga pemasaran tapi saya masih mau kerja di hotel,” lanjutnya.
Menjadi tukang ojek menjadi alternatif lulusan SMA di Kendari itu.
Dia yang punya keahlian sebagai juru masak di hotel itu nampak optimis.
“Bapak orang Selatankah?” balasnya.
“Iya, saya Gowa.”
“Semoga Covid segera berlalu, hotel-hotel dan usaha kembali aktif,” harapnya sebelum saya tiba di hotel.
Seperti Andi Jala, saya juga optimis, kota-kota di Indonesia akan segera pulih, bisnis kembali menggeliat.
Saya kaitkan ini dengan seat di Citilink yang penuh saat penerbangan dari Makassar pekan lalu, 6/10.
“Garuda, aku hampir tidak dapat kursi e,” sambung seorang kawan yang akan balik ke Jakarta siang ini.
Mari berdoa semoga Andi Jala, kota dan kita kian sehat dan produktif.
Setelah 13 tahun
Selain cerita tentang Andi Jala itu, saya ada catatan juga setelah sekian tahun tak ke Kendati, sekira 13 tahun.
Setelah bekerja di proyek ETESP ADB Aceh-Nias 2006-2008, saya balik ke Makassar dan bergabung JICA CD Project 2008-2012.
Di proyek terakhir ini, saya belajar banyak hal tentang teknik komunikasi, teknik dasar fasilitasi masyarakat seperti observasi dan wawancara faktual. Pengalaman sangat berharga untuk saya bisa lebih percaya diri bertemu banyak pihak.
Sebagai Project Officer untuk Sulsel, di JICA CD Project itu pula saya berkenalan banyak kolega pada 29 kabupaten kota se-Sulawesi yang ikut DIklat Perencana dan Pelatihan Fasilitasi Masyarakat.
Bertemu ASN, aktivis LSM dan pengambil kebijakan termasuk sosok yang saya temui saat kembali lagi, setelah 13 tahun ke Kendari.
Kepala Bappeda Sultra saat ini adalah focal point JICA CD Project kala itu, beliau J. Robert ‘Bobby’ Maturbongs, dia mitra kunci PO yang lain, Kanda Rio, lalu ada pula mitra kerja Ibu Atun, atau Wa Ode Muslihatun yang lincah serta disiplin.
Satu lagi, saat itu, salah seorang peserta yang cukup gesit adalah La Ode Alwi. Sosok ini familiar dengan topi di kepala. Dia kini kepada bidang terkait sumberdaya manusia dan kelembagaan.
Sosodara, sepekan terakhir, saya bertemu ketiganya. Pertemuan yang menyenangkan dan konstruktif. Ada kreasi fasilitasi, pertemuan, bagi pengalaman dan disiapkan dalam tempo seefektif mungkin bersama para kolega yang semuanya awet muda ini.
Penulis: K Azis
Kendari, 13/10