PELAKITA.ID – Artikel ini merupakan hasil observasi dan wawancara nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas pada pengujung tahun 2017 hingg awal 2018. Dibuat untuk bisa menjadi informasi bagi para pihak yang punya interest isu perikanan.
Penulis berkunjung pada 24 desa di 7 kecamatan dan telah berhasil dilaksanakan pengumpulan data, informasi dan diskusi terfokus dengan warga setempat.
Temuan
Profil kapasitas nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas dibangun oleh tradisi usaha perikanan turun temurun dan bermula dari perikanan pesisir dengan menggunakan alat tangkap tradisional seperti panah, tombak, bubu hingga pukat kemudian berangsur ke laut lepas sejak tahun 90-an seiring dengan berkembangnya teknologi perikanan.
Nelayan laut lepas dan beroperasi di sekitar platform atau rig mulai dilakukan sejak tahun 90-an meski dengan alat tangkap dan alat navigasi terbatas.
Praktik ini mulai intensif sejak tahun 2000-an awal sejak dikenalnya alat seperti GPS dan fish finder. Alat tangkap perikanan yang dilakukan di sekitar platform atau rig adalah pancing poll and line.
Wilayah operasi
Nelayan beroperasi di area platform atau rig umumnya merupakan hubungan kekerabatan per desa namun tidak mengikat dalam arti bahwa seorang nelayan anggota akan bebas untuk memilih pemilik, juragan (atau tekong).
Lama waktu beroperasi antar 5 hingga 10 hari sesuai dengan keadaan hasil tangkapan. Pada beberapa kasus, mereka bisa kembali lebih awal ketika telah memperoleh hasil tangkap maksimum.
Faktor berpengaruh terkait masa operasi ini juga terkait dengan cuaca, ketersediaan es dan logistik lainnya seperti makanan, air dan ketersediaan bahan bakar minyak.
Motivasi nelayan yang beroperasi di platform atau rig adalah potensi perikanan yang tetap tersedia dan tinggi seperti ikan kerapu (ikan Sunu), kakap (Anggoli atau Kerisi Bali) hingga tenggiri.
Khusus untuk tenggiri, ini merupakan ikan target utama dan ekonomi di bulan-bulan musim Utara menurut versi nelayan setempat yaitu pada bulan November, Desember hingga Februari.
Di platform atau rig, bukan hanya nelayan dari desa-desa pesisir Anambas tetapi juga nelayan serupa dari sekitar Tanjung Pinang seperti dari Pesisir Kijang. Mereka datang dengan armada yang lebih besar antara 10 hingga 15 GT dan dilengkapi dengan alat tangkap yang lebih besar, jumlah nelayan antara 6 hingga 8 orang.
Selain itu di sekitar area ini nelayan-nelayan pengguna jaring cincin atau mayang dari Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah juga menjadi pesaing mereka.
Keberadaan nelayan dari provinsi luar (nelayan andon) bagi sebagian nelayan pesisir dianggap pesaing yang dapat merugikan sementara bagi nelayan laut lepas dianggap bukan pesaing. Mereka juga kerap mendapat manfaat karena memperoleh umpan dari nelayan tersebut.
Dari 24 desa diperoleh gambaran informasi dan karakteristik nelayan yang terbagi menjadi nelayan tangkap pesisir yaitu mereka yang beroperasi di bawah 20-30 mil laut.
Sedangkan nelayan tangkap laut lepas beroperasi di atas 30 mil laut. Selain itu terdapat pula kelompok nelayan budidaya atau mereka yang menggunakan bibit dari pemijahan serta dari alam.
Dua jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan Napoleon dan ikan kerapu.
Yang terakhir adalah kelompok nelayan bagan yang fokus pada ikan tangkapan seperti teri dan cumi-cumi. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai karakteristik dan kapasitas yang beragam dan diuraikan dalam laporan ini. Pada ke-24 desa ini, setidaknya terdapat tipe desa dengan intensitas nelayan di wilayah operasi perairan sebanyak 3 tipe.
Yang pertama adalah tipe laut lepas penuh, yaitu desa yang nelayannya menjadikan perikanan laut lepas di sekitar wilayah platform atau area pengeboran minyak sebagai target utama seperti yang banyak dilakukan oleh nelayan di Desa Batu Ampar, Desa Tarempa Timur, Desa Tanjung, Desa Ladan, dan Desa Putik, Desa Air Asuk, Desa Kramut, Desa Tebang hingga Desa Letung.
Yang kedua adalah desa yang mengkombinasikan kegiatan perikanan laut lepas dan juga memungkinkan untuk beroperasi di laut pesisir seperti Desa Payaklaman, Desa Lidi, Desa Kuala Maras, Desa Nyamuk, Desa Air Biru.
Yang ketiga adalah yang sama sekali tidak ke lokasi pengeboran atau platform karena fokusnya di perikanan pesisir dan dengan target spesifik seperti teri atau tenggiri seperti Desa Air Bini dan Desa Munjan.
Jumlah armada
Trdapat sekurangnya 167 armada perikanan tangkap dimana wilayah jangkauannya termasuk kategori nelayan laut lepas (di atas 30 mil laut) dengan lokasi penangkapan secara umum ke arah barat laut dan utara (platfom dan perbatasan), serta arah timur laut (wilayah perairan Natuna dan Kalimantan).
Harapan dan solusi yang telah ditawarkan untuk menjawab tantangan atau isu terkait aktivitas perikanan perikanan tangkapan di 24 desa target terutama bagi yang intens menggunakan platform/rig sebagai lokasi eksploitasi melalui pengembangan media penyadaran KIE (knowledge, information and education).
Lalu, perlu pendampingan organisasi nelayan dengan basis wahana ekonomi produktif seperti koperasi serta dukungan modal usaha berbasis perikanan.
Penulis: K. Azis