PELAKITA.ID – Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menjadi narasumber pada dialog publik Peta Jalan Pertambangan di Tana Luwu yang digelar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Sabtu, 31/7/2021.
Indah berterima kasih kepada AMAN yang telah memintanya untuk jadi pembicara pada acara yang dihadiri tidak kurang 130 orang ini.
Bupati perempuan pertama di Sulsel itu menyampaikan paparan dari ruang kerjanya di Kota Masamba, Lutra.
Jebolan Fisip Unhas ini memulai dengan menjelaskan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK pada 27 Mei 2019 telah menerbtkan atau me-launching peta hutan adat dan wilayah indikator hutan adat fase pertama di Jakarta.
“Pemerintah Lutra ikut hadir,” sebutnya.
“Karena dalam peta kehutanan itu seluas 472 ribu hektar, Lutra yang terluas, ada 137 ribu hektar dan oleh kaena itu, kemudian kami menindak lanjuti dengan menerbitkan Perda Nomor 2 tahun 2020,” jelasnya.
Menurut Indah, Perda itu adalah bentuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, dimana saat ini ada sebanyak 46 masyarakat adat di Lutra.
“Semuanya belum ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat,” lanjut Indah.
“Perda lahir agar masyarakat hukum ada di Lutra mendapat pengakuan formal dan mengelola hutan adat yang dtetapkan KLHK,”ucapnya.
Dia juga mengakui bahwa muatan dan substansi Perda ini telah ditindaklanjuti untuk masuk ke dalam dokumen RPJMD.
“Dari empat puluh enam dapat kita tuntasi sebagai masyarakat hukum adat sebanyak enam belas,” imbuhnya.
Dalam paparannya, Indah menyebutkan dua perusahaan tambang yang telah mendapat izin sejak lama.
“Ada dua izin pertambangan emas yaitu PT Kalla Arebamma, dimana ada masyarakat umum ada di dalamnya, antara lain, bahwa ada masyarakat Singkalong, kemudian di Tendiboe, lalu izin tambang Citra Palu Mineral, di wilayah Onondua,” terangnya.
Menuutnya, izin PT Palu Mineral telah ada sejak tahun 1997, sebelum terbentuk Lutra, masih Luwu. untuk izin Kalla Arebamma, tahun 2009.
“Selanjutnya untuk statusnya, kedua status izinnya adalah izin usaha pertambangan operasi produksi, untuk PT Kalla Arebamma, SK oleh Kementerian ESDM tanggal 6 Mei 2017, dan berakhir pada 5 Mei 2037,” lanjutnya.
“Untuk Palu Citra Mineral tertanggal 17 Maret 1997 dan berakhir di 2020, meski pun statusnya peningkatan izin operasi produksi, saat ini belum ada kegiatan di lapangan,” terang Indah.
“Belum ada kegiatan eksplorasi,” tegasnya.
Dia menandaskan bahwa pihaknya berusaha menyegerakan memberikan status, masyarakat hutan adat oleh negara melalui Pemda terutama di daerah yang masuk dalam kawasan.
Dia menyebut bahwa belakangan ini ada pertentangan antara yang beroperasi tanpa izin yang masuk pada lokasi kedua perusahan tadi.
Indah melanjutkan bahwa Pemda berupaya agar masyarakat adat yang mengajukan izin pertambangan rakyat, terutama di Onodowa, Rampi, saat kewenangan itu masih di Lutra akan tetapi sampai hari ini belum mendapat persetujuan.
“Regulasinya adalah tidak boleh ada izin pertambangan yang diajukan masyarakat Onondawa,” tambah Indah.
Indah menyatakan bahwa memasuki izin usaha pertambangan untuk masuk di area PT Kalla Arebamma karena belum adanya kejelasan usaha.
“Maka terjadi tambang tanpa izin,” imbuhnya.
Di tengah itu, menurut Indah, ada pihak-pihak yang masuk dan tidak berkaitan kepentingan masyatakat setempat.
“Lebih memanfaatkan masyarakat adat setempat, mereka menjalin kerjasama dan lahan disiapkan oleh masyarakat adat,” katanya.
“Temuan kami, kami berterima kasih karena selama ini ada pendampingan fasilitasi AMAN di Onondowa, yang memang telah mengajukan izin pertambangan rakyat, kepada kementerian dan pemilik izin karena intinya ada di pemilik izin,” jelasnya lagi.
“Dan tetap kita harapkan sesuai regulasi yang ada,” harapnya.
Dia juga membeberkan beberapa ketentuan sesuai UU 3/2020. Indah mengakui bahwa memang ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi.
Untuk wilayah pengusahaan syarat pertama mempunyai cadangan mineral sekunder, lalu mempunyai kedalaman maksimal 100 meter, merupakan endapan teras dan endapan sungai purba, ada luasan 100 hektar dan menyebutkan komoditas hingga menyebutkan pengalaman tambang rakyat selama 15 tahun.
“Kelihatannya, agak sulit kalau masyatakat ada yang mengusulkan dan sesuai kriteria itu,” katanya.
Oleh sebab itu, Indah berharap memang perlu ada pendampingan.
“Tidak kalah pentingnya, mereka juga harus memiliki skill begitu, karena mengelola pertambangan emas ini tentu tidak seperti mengelola pertambangan golongan C,” jelasnya.
“Itu untuk memastikan bahwa lingkungan tidak rusak, atau tercemar dan yang diusulkan ini sangat berdekatan dengan sungai dan sumber kebutuhan air mereka,” pungkasnya.
Editor: K. Azis