PELAKITA.ID – Pertemanan dengan Mas Kun Praseno bermula saat dia diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) tahun 1990. P
embawaannya yang supel, murah senyum, membuatnya mudah diterima di kalangan anak-anak Kelautan saat itu.
Penulis, setingkat setahun di atasnya, termasuk yang merasakan kebaikannya saat kuliah, saat bersama meriset untuk skripsi hingga usai meraih gelar sarjana.
Rumahnya di sudut antara Jalan Abdullah Daeng Sirua dan mulut jalan Racing Center – sekarang Jalan Basalamah Kota Makassar adalah rumah transit kami di tahun 95-an.
Dengan dia, saya juga beberapa kali menjajal lapangan tenis di sekitar kantor Fajar, sekarang Universitas Bosowa.
Di rumah, di pertigaan Abdesir dan Basalamah, itu kami menyelesaikan skripsi tentang translokasi kima di Taka Boneate Selayar, satu proyek kerjasama antara ITK Unhas dengan World Wide Fund – Indonesia Program. Saat itu diurus oleh almarahum Ramli Malik.
Itulah masa-masa istimewa dengan Mas Kun, saat kami satu tim untuk riset translokasi kima dari Pulau Barrang Lompo Makassar ke Pulau Rajuni Taman Nasional Taka Bonerate antara bulan April – Juni 1995.
Riset yang menyenangkan sebagai pengantar kami meraih gelar sarjana Kelautan kala itu.
Mas Kun, begitu panggilan kami yang terpaut dengan kultur Makassar bermakna respek dan kedekataan kami.
Senyumnya yang khas, matanya yang menyipit saat senyum, plus lesung pipitnya sangat familiar bagi anak-anak Kelautan Unhas angkatan 1988 hingga 1995 dan beberapa tahun sesudahnya.
Saya banyak berbagi gagasan tentang pengelolaan terumbu karang di Sulawesi Selatan saat sama-sama menjadi bagian dari tim Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) fase I.
Dia aktif menyelam saat kuliah dan terampil kegiatan survei bawah laut.
Penulis bekerja sebagai fasilitator di Pulau Rajuni Taka Bonerate sementara dia getol mengurusi komponen Coral Reef and Information and Training Center.
Beberapa kali bersua di atol itu bersama kawan-kawan penyelam dan peneliti terumbu karang dari P3O LIPI.
Kabar kepergian Mas Kun ini tentu jadi kabar sedih untuk koleganya seperti Dr Dirhamsyah atau Dr Suharsono di LIPI. Juga Bang Ben, Baharuddin Nur yang merupakan tandemnya di Bappeda Sulsel nun lampau.
Karena ipengalaman tu pula dia dapat jalan lempang studi di Australia. Posisinya sebagai konsultan di salah satu proyek USAID, IMACS adalah jalan manis untuk dia. Dia juga aktif mengurus proyek COREMAP fase 2.
“Senior yang baik dan sangat ramah, juga energik. Terakhir bertemu kurang lebih setahun lalu sebelum Corona. Ngobrol dari pagi sampai sore hari dikantor bareng pak Ben. Rasanya terlalu cepat beliau berpulang. Meski itu sudah kehendak Yang Maha Kuasa,” tulis Faisal Raoef, alumni Kelautan Unhas angkatan 95 di grup WA Kelautan Unhas.
“Beliau salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan HIMITEKINDO,” tulis Baso Syafiuddin, kelautan 88, mantan ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himagastika) Unhas.
“Dalam dunia selam, Mas Kun Praseno, satu dari sedikit yang postur, kemampuan teknik, bakat, dan aura-nya sangat menonjol. Sertifikatnya kalau tidak salah ‘hanya’ Dive Master, tapi kalau melihat cara dia menyelam, pasti kagum,” puji M. Zulficar Mochtar, ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO).
Namanya juga harum di pulau jauh di Selayar seperti Rajuni, Tarupa, Jinato dan Tarupa di Taka Bonerate. Dia memang cepat akrab dengan warga pulau, terutama kaum muda.
Di grup WA ‘Makassar Spirit’ beberapa anak-anak Taka Bonerate menyampaikan rasa sedih dan turut berdukacita.
Pertemuan terakhir saya dengannya di Rawajati Jakarta Selatan. Kuncev, sapaan dari beberapa anak Kelautan untuknya, datang ke kantor DFW Indonesia di Jalan Rawajati Timur tempat di mana saya banyak menghabiskan waktu jika berada di Jakarta dalam bulan Desember 2019.
Saya menulis di laman FB terkait pertemuan itu: Sulit menemui atau mengatur waktu untuk bersua pria metropolis, penyelam dan trendsetter ini.Saya beruntung, di tengah lamunan di atas KRL, pesan WA alumni Kelautan Unhas angkatan 90 ini masuk.
“Mar, shareloc dong…,” pesannya. Ya gitulah, mari perbanyak silaturahmi. Biar aman nyaman jiwa dan raga.
Saat itu dia mengaku banyak membangun komunikasi dengan anggota DPR-RI yang mengurusi sektor pendidikan. Hingga kami mendiskusikan strategi peningkatan kapasitas dalam pengelolaan kepustakaan nasional termasuk rencana menyusun beberapa buku tematik.
Tadi pagi kabar sedih itu masuk di grup alumni Ilmu Kelautan Unhas, Mas Kun yang dikenal lihai Kempo ini meninggal dunia di Jogjakarta setelah mengalami kegagalan pernapasan. Kami, keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan kehilangan sosok ramah dan menyenangkan ini.
Ada kuotnya yang asik dikenang, tentang kedekatan dengan entitas dan karakter Makassar. Pada beberapa kesempatan kami berdiskusi dan tentang bagaimana dia membaca dinamika kampus Unhas yang ‘keras’, relasi sosial dan solidaritas kaum muda saat itu, di tahun 90-an.
Saya kira, dia punya banyak ikatan kuat dengan sejarah atau tradisi Luwu, Bugis dan Makassar yang membuatnya sangat bangga sebagai sosok Jawa yang berkarakter Bugis-Makassar.
“Saya ini Jawa tetapi ditempa di Makassar,” katanya pada banyak kesempatan.
Selamat jalan mas Kun, pejuang Kelautan kami!
Tamarunang, 24 Mei 2021
Penulis: K. Azis