PELAKITA.ID – Sebagai kawan seperjuangan, seprofesi, sepenanggungan ‘sipanaikang dalle’ kata orang-orang Bugis-Makassar, mencandai getirnya hidup, pun getar keindahan adalah nikmat tersendiri. Apalagi dilakukan atas nama kesehatan jiwa dan raga. Tentu inilah jalan kehidupan yang sesungguhnya.
Itu pula yang dirasakan sekumpulan anak manusia yang menamakan kebersamaan mereka sebagai Klaners’ Gowes’.
Iya, Minggu ini, 23 Agustus 2020, kita semua masih meringkuk dalam selimut, saat warga lain masih menjerang air untuk dibuat kopi atau teh, mereka berjibaku di sudut kota, menggowes dalam suasana riang. Seperti tidak ada beban. Semua tertawa, semua padu meniti jalan-jalan kenangan, lalu mengayuh harapan atas nama solidaritas.
“Trip kali ini ke Bolangi, titik kumpul di Bundaran Samata pukul enam tiga puluh. Kita finish di Waduk Nipa-Nipa,” sapa Aksan, salah satu pentolan komunitas atau perkumpulan mereka.
“Rutenya, Bundaran Samata – Patallassang – Padi Valley – Bilayya – Poros Malino – Bukit Bolangi – Patallassang – Japing – Moncongloe – Finish Waduk Nipa-Nipa.,” tambah Aksan seakan ingin memancing sesiapa untuk joinan.
Mungkin bagi kalian yang masih meringkuk dalam selimut atau duduk santai menikmati kopi atau teh akan bergumam, “paling juga seperdua jalur sudah keok.”
Bagi yang tahu Makassar dan Gowa, daerah yang disebutkan ini adalah sisi kota yang masih lempang dan menghijau walau juga dalam tekanan konversi lahan atas nama pembangunan.
Gaes, mereka bersepeda di jalur itu.
Itu kawasan indah dan bisa disebut benteng terakhir kawasan hijau Gowa-Makassar. Inilah kawasan yang disebut masa depan kota hijau Makasaar dan Gowa, kenapa? Karena vegetasi dan jalur anak-anak sungai masih bertahan, meski tertatih di tengah derunya pembangunan kota-kota.
“Kuat gak ya mereka?” (anggaplah ini pertanyaan basa-basi sekalgus tanda jeles)
Duh! Menyaksikan mereka menyigi jalanan sisi timur Kota Makassar lalu melepas pandangan kayak artis ke hamparan sesawahan di tepian Gowa, lalu kita memandangi mereka mengayuh sepeda lalu saling menyemangati sungguh bikin jeles.
Cukup sampai di sini, jangan biarkan mereka pajang songkolo’, tape beras ketan atau cendol bertabur gula merah, Oh no! Sungguh ini kejelesan yang paripurna!
Hey, kamu, bangun, ambil sepedamu sanahhh!