PELAKITA.ID – Saat ini terdapat kecenderungan permintaan produk perikanan global seperti Eropa dan Amerika yang menyaratkan ketertelusuran produk perikanan yang mereka impor. Selain ketertelusuran tentang sistim jaminan mutu, pasar global juga menelisik aspek dan norma ketenegakerjaan dalam menghasilkan produk perikanan.
Relevan dengan itu, pada awal 2019, importir dari Amerika Serikat dan Inggris telah melakukan pengecekan ketertelusuran norma ketenagakerjaan pada kapal penangkap ikan di Indonesia. Rantai dan proses bisnis perikanan tangkap meliputi aspek perizinan, spesifikasi kapal dan alat tangkap dan pengawakan.
Aspek regulasi
Regulasi kegiatan perikanan tangkap di Indonesia selama ini diatur oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara itu, aspek ketenagakerjaan sesuai UU menjadi tanggungjawab Kementerian Tenaga Kerja.
Selain UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Indonesia juga telah memiliki. UU N0 21/2003 tentang Pengesahan ILO Convention No 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan.
Dalam dunia kerja, pengawasan ketenagakerjaan adalah instrumen yang paling penting dari kehadiran negara dan intervensi untuk merancang, merangsang, dan berkontribusi kepada pembangunan budaya pencegahan yang mencakup semua aspek yang secara potensial berada di bawah pengawasannya.
Hal tersebut meliputi aspek hubungan industrial, upah terkait dengan kondisi kerja secara umum, keselamatan dan kesehatan kerja, dan isu-isu yang terkait dengan ketenagakerjaan dan jaminan sosial.
Kondisi awak kapal perikanan di dalam dan luar negeri saat ini masih cukup memprihatinkan. Hal ini terjadinya karena kurangnya perlindungan terhadap pekerja pada industri perikanan di Indonesia (kapal perikanan dan pabrik pengolahan ikan).
Beberapa fakta yang ditemukan oleh DFW Indonesia sejauh ini ini adalah perekrutan yang sarat tipu daya, human trafficking, force labour, eksploitasi pekerja, gaji rendah, overtime, dan kondisi atau lingkungan kerja tidak layak
Saat ini, pengawasan atau Inspeksi tenaga kerja bagi awak kapal perikanan di Indonesia baik di dalam maupun luar negeri belum pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Terbatas
Hal tersebut disebabkan karena Kementerian Tenaga Kerja sebagai instansi yang memiliki mandat untuk melakukan pengawasan tenaga kerja memiliki keterbatasan sumberdaya manusia. Hal lainnya adalah karena belum adanya aturan teknis pelaksanan pengawasan awak kapal perikanan, dan belum adanya tools untuk melakukan inspeksi di kapal perikanan.
Selama ini, Kementerian Tenaga Kerja masih fokus untuk melakukan pengawasan pada industri yang berbasis di darat. Padahal, terdapat 10 landasan hukum yang bisa menjadi dasar pengawasan ketenagakerjan pada sektor kelautan dan perikanan.
Regulasi tersebut adalah Undang-Undang N0. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan;
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan, Peraturan Presiden No 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.9/MEN/V/2005 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.
Peraturan lainnya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan; Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan serta Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.HK.103/2/7/DJPL-2016 tentang Pengawasan Dokumen Kepelautan.
Perlu antisipasi
Berdasarkan hal tersebut di atas, mengingat isu, kebutuhan, regulasi dan mandat yang tersebar pada berbagai institusi pemerintah maka untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja yang bekerja diatas kapal perikanan perlu inisiatif pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama.
Secara teknis, upaya pengawasan ini bisa berpeluang dan bisa dilakukan dalam bentuk inspeksi bersama.
Inspeksi bersama yang dimaksud adalah untuk memastikan tingkat kepatuhan dan ketersediaan sarana K3, kesejahteraan, logistik dan lain-lain telah terpenuhi di atas kapal perikanan dan bisa diakses oleh awak kapal perikanan selama melakukan operasi penangkapan ikan.
Hal tersebut tentu tidak mudah dan menjadi tantangan dan peluang bagi pelaku usaha perikanan tangkap di Indonesia mengingat kondisi dan profil usaha perikanan tangkap yang masih dalam tahap perkembangan.
Permintaan pasar global yang diwakili Amerika dan Inggris seperti disebutkan sebelumnya jangan sampai berdampak luas atau mengganggu rantai bisnis perikanan Indonesia jka tidak ada upaya antisipasi, mimimal melakukan salah satu permintaan mereka untuk memastikan adanya protokol inspeksi bersama di atas kapal perikanan.
Penulis: Tim Redaksi