Konsisten Perjuangkan Aspirasi Perempuan, Yayasan Sekolah Politik Perempuan Mandiri Maros Kembali Gelar ‘Sekolah Partisipasi Politik’

  • Whatsapp

“Kesetaraan politik berarti suara perempuan bukan sekadar simbol, tetapi benar-benar menentukan.”

PELAKITA.ID – Maksud dari kutipan PBB (UN) Women tersebut adalah bahwa keterlibatan perempuan dalam politik tidak boleh berhenti pada keterwakilan formal semata—misalnya hanya untuk memenuhi kuota atau tampil sebagai pelengkap.

Suara, pandangan, dan kepentingan perempuan harus berpengaruh nyata dalam pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan arah pembangunan.

Dengan kata lain, perempuan tidak hanya hadir, tetapi juga didengar, diperhitungkan, dan ikut menentukan hasil dalam proses politik dan demokrasi.

Yayasan Sekolah Politik Perempuan Mandiri (SPPM) Maros kembali menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas perempuan melalui program Sekolah Partisipasi Perempuan sejak 7 Desember 2025.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kerja panjang SPPM—yang sebelumnya bernama Sekolah Politik Perempuan Maupe—dalam mendorong keterlibatan perempuan dalam ruang sosial, politik, dan pembangunan desa.

Program ini terlaksana atas kerja sama dengan Pemerintah Desa Ma’rumpa, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros.

Sebanyak 25 peserta terlibat aktif, berasal dari latar belakang beragam, mulai dari ibu rumah tangga, kader Posyandu, pengurus PKK, hingga Majelis Ta’lim.

Kegiatan telah dimulai pada 31 Oktober 2025 dan dibuka secara resmi oleh Kepala Desa Ma’rumpa, Anshar Hasan.

Proses pembelajaran berlangsung hingga 29 November 2025, dilanjutkan dengan kegiatan outbond, pelantikan, dan yudisium alumni pada 6–7 Desember 2025 di Tanjung Bayang.

Para peserta dan perwakilan yayasan pada pembukaan kelas Sekolah Politik Perempuan YSPM Maros (dok: istimewa)

Selama pelaksanaan, pelatihan diselenggarakan dalam 14 sesi yang tersebar di beberapa lokasi, menyesuaikan dengan kebutuhan materi dan metode pembelajaran.

Lokasi kegiatan antara lain Kantor Desa Ma’rumpa, Kantor PLUT Kabupaten Maros, Kantor Dinas PMD Maros, serta praktik lapangan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Maros.

 Kepala Sekolah Politik Perempuan Mandiri (SPPM) Maros., Yunita, menjelaskan bahwa sejak didirikan pada 2012 dengan dukungan TIFA Foundation, SPPM telah melahirkan sekitar 500 alumni SPPM Dasar.

“Program ini dirancang untuk mewujudkan visi SPPM, yakni melahirkan perempuan Maros yang maju, mandiri, dan berdaulat. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan kapasitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan perempuan, terutama dalam isu gender, public speaking, politik dan demokrasi, advokasi berbasis fakta, serta peraturan desa,” terangnya.

Dikatakan Yunita, materi disampaikan oleh fasilitator dan narasumber yang telah lama mengawal perjalanan SPPM.

“Di antaranya Agusnawati (gender), Lory Hendrajaya (public speaking), Meilany Radjaloa (politik dan demokrasi), Andi Irdan AB (Perdes), serta Jumardi Lanta (advokasi berbasis fakta). SPPM juga mengenang kontribusi fasilitator awal, Rusman Anno dan Andi Nur Imran, yang telah berpulang lebih dahulu,” ungkap Yunita.

Pembelajaran gender menjadi fondasi penting, terutama dalam memahami perbedaan antara jenis kelamin biologis dan konstruksi sosial. Peserta diajak melihat bahwa peran sosial—baik di ranah domestik maupun publik—pada dasarnya setara dan dapat dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, kecuali peran kodrati seperti hamil, melahirkan, dan menyusui.

Pemahaman ini diperkuat dengan contoh nyata, termasuk alumni SPPM yang kini menjabat sebagai kepala desa, ketua BPD, dan ketua RT.

Selain itu, peserta dibekali keterampilan komunikasi publik agar lebih percaya diri menyampaikan pendapat dalam forum musyawarah desa maupun di tingkat kabupaten melalui DPRD.

“Praktik lapangan RDP menjadi bagian penting dari proses belajar, bersamaan dengan materi advokasi berbasis fakta yang menumbuhkan kepekaan terhadap isu-isu sosial, seperti perempuan dan anak, ketersediaan air bersih, serta persoalan banjir,” kata  Agusnawati, salah satu founder yayasan.

Menurutnya, pemahaman regulasi desa juga menjadi fokus, terutama terkait penyusunan dan urgensi Perdes sebagai instrumen penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan.

“Di sisi lain, materi politik dan demokrasi membekali peserta dengan pengetahuan tentang pemilu, partai politik, dan praktik demokrasi di berbagai level. Sejumlah alumni SPPM tercatat telah berperan aktif sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu, baik di KPU, Bawaslu, maupun struktur ad hoc lainnya,” tambahnya.

Penulis mencatat, pada sesi akhir, para peserta menyampaikan kesan dan refleksi. Farina mengungkapkan peningkatan keberanian berbicara di depan umum serta pemahaman tentang kesetaraan gender dan mekanisme advokasi.

Kasmawati misalnya, merasakan peningkatan kepercayaan diri dalam mendampingi anak dan berpartisipasi di lingkungan sekitar.

Sementara Nunu, istri anggota TNI, menyampaikan kesan mendalam atas proses belajar yang inspiratif dan bahkan menyatakan kesiapan untuk maju sebagai calon kepala desa atau anggota DPRD agar kebijakan lebih berpihak kepada perempuan, anak, dan masyarakat luas.

Melalui Sekolah Partisipasi Perempuan ini, SPPM Maros kembali menegaskan komitmennya dalam membangun kepemimpinan perempuan akar rumput—kritis, berdaya, dan berperan aktif dalam pembangunan yang adil dan inklusif.

___

Penulis

Jumardi Lanta, Program Manager The COMMIT Foundation

Sorowako, 24 Desember 2025