Buku ini menegaskan bahwa prinsip good governance harus berjalan seiring dengan riset dan inovasi—mulai dari penerapan sistem biosekuriti, efisiensi pakan, hingga energi terbarukan—sebagai fondasi budi daya yang adaptif terhadap perubahan iklim dan tuntutan pasar global.
Mohamad Rahmat Mulianda
Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian
PPN/Bappenas
PELAKITA.ID – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, krisis pangan, dan tekanan perubahan iklim, Indonesia justru menyimpan peluang besar dari sektor yang selama ini kerap dipandang sebelah mata: budidaya udang.
Buku Tata Kelola Udang Nasional, Strategi Indonesia Menjadi Nomor 1 Dunia hadir sebagai bacaan komprehensif yang menempatkan udang bukan sekadar komoditas ekspor, melainkan poros strategis ekonomi biru, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Sejak halaman-halaman awal, buku ini menegaskan posisi udang sebagai tulang punggung ekspor perikanan Indonesia—berkontribusi lebih dari 40 persen terhadap nilai ekspor kelautan dan perikanan nasional, dengan pasar utama Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Namun, alih-alih berhenti pada angka dan optimisme pasar, buku ini memilih jalur yang lebih jujur: memotret realitas sosial, hukum, dan ekologis di balik pertumbuhan industri udang nasional.

Dari Produksi ke Tata Kelola
Kekuatan utama buku ini terletak pada penekanannya terhadap tata kelola terpadu.
Daya saing udang Indonesia, sebagaimana diuraikan penulis, tidak semata ditentukan oleh peningkatan produksi tambak, melainkan oleh kemampuan negara membangun sistem yang menghubungkan seluruh rantai nilai—mulai dari perihal perizinan, tata ruang, sistem perbenihan, pakan, budidaya, pengolahan, distribusi, hingga ekspor—dalam satu kerangka kebijakan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Fragmentasi pelaku usaha, khususnya petambak skala kecil, diidentifikasi sebagai kelemahan struktural industri udang nasional. Karena itu, buku ini mendorong penguatan kelembagaan melalui koperasi modern, klaster produksi, serta integrasi manajemen dan pemasaran.
Pendekatan tersebut dipandang krusial agar strategi menjadikan Indonesia sebagai produsen udang nomor satu dunia tidak hanya menguntungkan pelaku besar, tetapi juga meningkatkan posisi tawar petambak rakyat.
Antara Regulasi dan Realitas Sosial
Salah satu bagian paling reflektif dalam buku ini adalah pembahasan mengenai ketegangan antara status legal lahan dan realitas pemanfaatannya.
Di banyak wilayah pesisir, tambak udang telah lama menjadi sumber penghidupan ribuan keluarga, meski secara administratif tercatat sebagai kawasan hutan atau lahan negara. Ketidaksinkronan ini kerap memicu konflik sosial ketika program revitalisasi dijalankan tanpa dialog yang memadai.
Buku ini menegaskan bahwa pendekatan teknis semata—seperti pembangunan infrastruktur atau penyediaan modal—tidak akan efektif tanpa penyelesaian adil terkait status lahan dan hak kelola masyarakat.
Tanpa kepastian hukum, strategi besar menjadikan Indonesia pemimpin industri udang dunia justru berisiko menghadirkan persoalan sosial baru.
Reformasi Perizinan: Fondasi Daya Saing
Isu perizinan menjadi perhatian penting dalam buku ini. Penyederhanaan jumlah izin usaha pertambakan dari puluhan menjadi sekitar sepuluh izin utama dipotret sebagai capaian awal yang strategis. Reformasi ini diposisikan sebagai fondasi untuk menciptakan iklim usaha yang lebih efisien, transparan, dan menarik bagi investasi.
Namun demikian, buku ini juga bersikap realistis. Digitalisasi perizinan dan integrasi data lintas sektor masih menghadapi tantangan implementasi di lapangan.
Karena itu, penguatan tata kelola berbasis data, sinkronisasi tata ruang, serta pengawasan lingkungan yang konsisten ditekankan agar kemudahan izin tidak mengorbankan keberlanjutan ekosistem pesisir.
M. Firman Hidayat, Anggota Dewan Ekonomi Nasional berharap buku ini dapat memberi gambaran mengenai realitas tata kelola udang nasional.
Di halaman testimnoni, beliau menulis, “Saya berharap buku ini dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi dan tata kelola industri udang nasional, serta menjadi rujukan yang bermanfaat bagi berbagai pemangku kepentingan dalam upaya bersama
memperkuat sektor ini di masa mendatang.”
Udang, Ketahanan Pangan, dan Ekonomi Biru
Keunggulan lain buku ini adalah kemampuannya menempatkan industri udang dalam konteks global. Ketika stok ikan tangkap dunia mengalami tekanan serius dan lahan pertanian darat semakin terbatas, budidaya perikanan—termasuk udang—menjadi sumber protein masa depan yang semakin penting.
Dalam kerangka ini, strategi Indonesia untuk menjadi nomor satu dunia tidak hanya soal pasar dan produksi, tetapi juga kontribusi terhadap ketahanan pangan global.
Buku yang dieditorui Asisten Deputi Pengembangan Perikanan Budidaya Kemenko Pangan, Cahyadi Rasyid dibantu Wahyu Dwi Putranto, Kamaruddin Azis dan Andi Nurjaya Nurdin ini menegaskan bahwa udang bukan sekadar komoditas ekspor bernilai tinggi, tetapi juga penggerak ekonomi daerah, pencipta lapangan kerja, dan instrumen pemerataan pembangunan pesisir.
Dengan tata kelola yang tepat, industri udang dapat menjadi simbol transformasi ekonomi biru Indonesia yang produktif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Teknologi, SDM, dan Keberlanjutan
Penulis juga menekankan pentingnya inovasi teknologi—mulai dari biosekuriti berbasis data, efisiensi pakan, hingga pemanfaatan energi terbarukan. Namun teknologi saja tidak cukup.
Kesiapan sumber daya manusia, penguatan kapasitas petambak, serta kolaborasi dengan lembaga pendidikan dan riset dipandang sebagai prasyarat agar target ambisius produksi dapat dicapai tanpa mengorbankan lingkungan.
Aspek keberlanjutan menjadi benang merah buku ini. Sertifikasi, ketelusuran produk, dan pengelolaan limbah bukan hanya tuntutan pasar global, tetapi juga jaminan bahwa strategi menjadikan Indonesia nomor satu dunia dibangun di atas fondasi yang bertanggung jawab.
Penutup
Sebagai resensi untuk publik luas, Tata Kelola Udang Nasional, Strategi Indonesia Menjadi Nomor 1 Dunia menawarkan perspektif yang utuh dan relevan.
Buku ini tidak sekadar menyajikan data dan kebijakan, tetapi mengajak pembaca memahami bahwa ambisi besar industri udang nasional hanya akan bermakna jika dijalankan dengan tata kelola yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Buku ini layak dibaca oleh pembuat kebijakan, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat umum yang ingin melihat bagaimana sektor perikanan budidaya dapat menjadi jalan strategis Indonesia menuju kepemimpinan global—tanpa meninggalkan masyarakat pesisir dan lingkungan sebagai fondasi utamanya.
Sebagai penguat ketua Shrimp Club Indonesia, Prof Andi Tamsil menilai buku ini sangat penting karena berhasil merumuskan persoalan budidaya udang secara komprehensif, mengurai tantangan yang ada, dan menghadirkan sejumlah rumusan solusi yang realistis sebagai jalan keluar.
“Analisis yang disajikan tajam, berbasis data, dan menawarkan strategi praktis yang dapat langsung diterapkan oleh para pelaku industri,” kuncinya.
