PELAKITA.ID – Di tengah ambisi besar Indonesia menuju Indonesia Emas 2045, sektor kelautan dan perikanan diposisikan sebagai garda terdepan melalui program ambisius yang dikenal sebagai Ekonomi Biru.
Paparan lugas dari Dr. Ady Candra, Direktur Kepelabuhanan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam Diskusi Akhir Tahun ISLA UNHAS bertema “Arah Pembangunan Kelautan di tangan kabinet Prabowo-Gibran,” bukan sekadar rencana kerja biasa.
Ini adalah cetak biru revolusioner yang dirancang untuk menjadikan Indonesia pemain perikanan kelas dunia, sembari menjamin kesejahteraan nelayan lokal.
Dr. Ady Candra mengawali paparannya dengan menegaskan landasan filosofis pengelolaan perikanan, yaitu amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3: kekayaan alam harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari filosofi ini, strategi DJPT bertumpu pada Trisula Pengelolaan yang seimbang: Sosial, Ekonomi, dan Ekologi. Secara sosial, tujuannya adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan memperluas lapangan kerja.
“Secara ekonomi, fokusnya adalah mendongkrak penerimaan negara dan daya saing industri. Sementara secara ekologi, prioritas utamanya adalah menjamin kelestarian sumber daya ikan,” ujar Sekjen ISKINDO itu.
Menurut Adu, visi KKP, “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045,” diterjemahkan secara konkret melalui dukungan terhadap Misi Asta Cita pemerintahan mendatang.

“Program-program strategis DJPT secara spesifik mengawal Asta Cita ke-2 (mendorong kemandirian bangsa melalui Ekonomi Biru), Asta Cita ke-5 (melanjutkan hilirisasi dan pengembangan industri berbasis sumber daya alam), dan Asta Cita ke-6 (membangun dari desa untuk pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan). Inti dari kebijakan ini adalah prinsip Triple Win Ekonomi Biru: Ocean Health, Ocean Wealth, dan Ocean Prosperity,” terangnya.
Penangkapan Ikan Terukur: Keseimbangan Antara Harta dan Kelestarian
Jantung dari pelaksanaan Ekonomi Biru adalah kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota. Ini adalah terobosan kunci yang tidak hanya mengatur penangkapan, tetapi juga menciptakan fondasi keberlanjutan jangka panjang.
PIT diterapkan melalui penetapan 6 Zona Penangkapan Ikan Terukur yang bertujuan ganda: mewujudkan keberlanjutan sumber daya ikan sekaligus membangun industri perikanan nasional yang maju.
Dia juga menjelaskan bahwa dampak yang ditargetkan dari implementasi PIT sangatlah menghentak dan berpotensi mengubah peta ekonomi perikanan nasional, revolusi Kesejahteraan Nelayan Setempat: Nelayan lokal menjadi pelaku utama, dengan hasil tangkapan yang terjamin kualitas dan daya saingnya.
“Pemerataan Ekonomi Wilayah: Ikan diwajibkan didaratkan di zona tempat ikan ditangkap. Ini akan secara otomatis menggerakkan perekonomian lokal dan mengurangi sentralisasi ekonomi yang selama ini Jawa-sentris,” sebutnya.
Lalu, pembentukan Lumbung Ikan setiap zona akan bertransformasi menjadi lumbung sumber daya hayati perikanan yang terjamin keberlanjutannya dan lahirnya Playmaker Perikanan Dunia: Kapasitas pelaku usaha lokal akan meningkat drastis, memungkinkan mereka bersaing di pasar global.
Untuk memastikan kesuksesan PIT, peran infrastruktur pelabuhan perikanan menjadi sangat krusial. DJPT merancang program modernisasi 12 Pelabuhan Perikanan berstandar internasional.
Rencana ambisius ini mencakup integrasi proses bisnis hulu-hilir yang efisien, higienis, dan didukung oleh lembaga-lembaga internasional seperti AFD, IsDB, ADB, dan JICA, termasuk di lokasi kunci seperti PPN Pengambengan dan PPN Kejawanan.
Kampung Nelayan Merah Putih: Investasi Rp 2,2 Triliun yang Membawa Berkah
Namun, strategi keberlanjutan dan industri tak akan lengkap tanpa sentuhan langsung pada kemakmuran nelayan. Di sinilah program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) hadir sebagai masterpiece intervensi kesejahteraan.
Dr. Ady Candra memaparkan bahwa pembangunan 100 lokasi KNMP pada tahun 2025 merupakan prioritas utama Presiden dengan total alokasi investasi mencapai Rp 2,2 Triliun, atau sekitar Rp 22 Miliar per lokasi.
Investasi masif ini difokuskan pada dua komponen krusial. Sarana Produksi (55%): Termasuk pembangunan Cold Storage, Pabrik Es, Sentra Kuliner, dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN), senilai sekitar Rp 12 Miliar per lokasi.
Prasarana Dasar (45%): Meliputi tambatan kapal yang layak, akses jalan yang memadai, dan penyediaan air bersih.
Dampak ekonomi yang diproyeksikan dari program KNMP sangat menjanjikan, diperkirakan menghasilkan Multiplier Effect rata-rata sebesar Rp 29,2 Miliar per tahun per lokasi.
Lebih dari itu, program 100 lokasi KNMP ditargetkan mampu menciptakan 7.000 Lapangan Kerja Permanen (5.000 di lini bisnis dan 2.000 untuk konstruksi) serta 20.000 Lapangan Kerja Non Permanen, memberikan dorongan signifikan pada pemberantasan kemiskinan di pesisir.
Dikatakan Ady, keberhasilan strategi ini telah diuji coba melalui pembangunan modeling KNMP di Desa Samber-Binyeri, Biak Numfor, Papua, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada November 2023.
Berkat intervensi infrastruktur sebesar Rp 22,1 Miliar, program ini terbukti mampu melipatgandakan pendapatan masyarakat nelayan lokal secara signifikan, dari rata-rata Rp 3 juta menjadi Rp 6 juta per bulan.
“Melalui sinergi antara kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT), modernisasi pelabuhan, dan pembangunan masif Kampung Nelayan Merah Putih, DJPT dan KKP menegaskan bahwa mereka tidak hanya mengawal Asta Cita, tetapi sedang melancarkan revolusi kesejahteraan di sektor kelautan,” jelasnya.
“Langkah-langkah taktis dan berbasis investasi ini adalah penanda era baru, di mana laut Indonesia benar-benar menjadi lokomotif utama bagi tercapainya Indonesia Emas 2045—sebuah era kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat, khususnya bagi para nelayan,” pungkas alumni Kelautan Universitas Riau ini.
Editor Denun
