Ario Permadi Asal Ale Sewo Berjuang hingga Sidang Pengujian UU Cipta Kerja di MK

  • Whatsapp
Ilustrasi

PELAKITA.ID – Ario Permadi menceritakan bagaimana lahan warisan keluarganya justru membawanya dikenai sanksi pidana.

Petani asal Kampung Ale’ Sewo, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan itu dituduh melakukan perambahan hutan di kebun seluas 20 are yang telah dikelola turun-temurun dan rutin dibayarkan pajaknya.

Menurut Ario, adanya perubahan status lahan menjadi kawasan hutan lindung membuatnya, ayah, dan kakak iparnya ditangkap dan dipenjara pada tahun 2021.

Padahal, lahan tersebut dimanfaatkan untuk menanam jati, cokelat, kemiri, dan tanaman dapur bagi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kesaksian tersebut disampaikan oleh Ario sebagai Saksi Pemohon dalam sidang pengujian UU Cipta Kerja, yang menyoroti ketentuan perizinan berusaha karena dinilai menyulitkan masyarakat tradisional dan berpotensi menimbulkan diskriminasi.

Sumber: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

___

Tentang UU Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, atau yang sering disebut Omnibus Law, merupakan inisiatif besar Pemerintah Indonesia untuk melakukan reformasi struktural ekonomi secara masif.

Tujuan utama regulasi ini adalah menyederhanakan birokrasi, menarik investasi, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan memangkas puluhan undang-undang sektoral yang tumpang tindih menjadi satu payung hukum tunggal.

UU ini menyasar 11 klaster reformasi, mulai dari perizinan usaha berbasis risiko, investasi, hingga ketentuan ketenagakerjaan, sebagai upaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) di Indonesia.

Dengan adanya penyederhanaan ini, pemerintah berharap dapat mengatasi kompleksitas regulasi yang selama ini dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan menghalangi masuknya modal, baik dari dalam maupun luar negeri.

Namun, sejak awal pengesahannya, UU Cipta Kerja telah menjadi subjek perdebatan dan kritik yang sengit, terutama pada klaster ketenagakerjaan.

Kekhawatiran utama yang disuarakan oleh serikat pekerja dan aktivis adalah potensi penurunan perlindungan hak-hak buruh, termasuk perubahan aturan pesangon, fleksibilitas dalam kontrak kerja (PKWT), dan pelonggaran praktik alih daya (outsourcing) yang dikhawatirkan mengancam kepastian kerja.

Kontroversi ini kemudian diperkuat ketika Mahkamah Konstitusi pada tahun 2021 menyatakan UU tersebut inkonstitusional bersyarat dan mewajibkan revisi dalam dua tahun. Untuk mengatasi kekosongan hukum dan memenuhi putusan MK, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023.

Meskipun menuai pro dan kontra, inti dari UU Cipta Kerja tetap pada komitmen pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional di pasar global. Secara praktis, UU ini menyediakan fasilitas dan kemudahan khusus bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta menyederhanakan perizinan yang berkaitan dengan lingkungan dan tata ruang.

Oleh karena itu, Undang-Undang Cipta Kerja adalah sebuah dokumen hukum yang merepresentasikan upaya ambisius untuk mendefinisikan ulang hubungan antara pemerintah, pelaku usaha, dan tenaga kerja, dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi dan iklim usaha yang lebih kondusif.