PELAKITA.ID – Di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, seorang petani bernama Haji Usman memberi teladan bahwa lahan sempit bukanlah penghalang untuk berproduksi.
Dengan memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah, ia menanam kopi robusta asal Lampung pada ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut.
Kisahnya menginspirasi, terutama ketika Asisten Ekonomi Pembangunan Kabupaten Tolitoli yang gemar betani Haji Rustan Rewa bertandang ke kediamannya. Rustan bersilaturahmi ke rumahnya.
Dari perbincangan itu lahirlah sebuah kesadaran: petani harus kreatif. Keterbatasan lahan tidak seharusnya menjadi alasan untuk berhenti berusaha, sebab dengan disiplin dan perencanaan yang baik, pekarangan sekalipun dapat menjadi ladang produktif.
Kopi di Lahan Sempit: Strategi dan Kiat Praktis
Menurut Haji Usman, menanam kopi 140 pohon di lahan relatif terbatas memang memerlukan pendekatan berbeda dibandingkan dengan perkebunan luas. Beberapa hal yang menjadi perhatian utama antara lain:
Robusta dipilih Haji Usman karena lebih tahan terhadap penyakit dan cocok dengan kondisi agroklimat Tolitoli. Untuk lahan sempit, varietas yang tahan naungan juga menjadi pilihan tepat.
“Pada pekarangan, jarak tanam bisa disesuaikan dengan pola tumpangsari. Pohon kopi dapat dipadukan dengan tanaman lain seperti durian montong, pepaya, pisang, atau tanaman sayuran untuk menambah nilai ekonomi,” kata Haji Usman.
Lalu ada pemangkasan cabang yang tidak produktif membuat sinar matahari lebih merata masuk ke dalam tajuk pohon. Selain meningkatkan kualitas buah, cara ini juga memudahkan perawatan di lahan sempit.
Dia juga menyebut limbah rumah tangga dan kotoran ternak dapat diolah menjadi kompos, sehingga mengurangi biaya perawatan sekaligus meningkatkan kesuburan tanah.
“Buah kopi jarang matang serentak. Haji Usman biasanya memanen setiap dua pekan sekali, bahkan kadang setiap minggu, karena kematangan buah berlangsung bergantian. Dengan panen selektif sekitar 50 kilo sekali panen, kualitas biji kopi tetap terjaga,” sebuy Rustan Rewa.
Selain kopi, Haji Usman juga menanam tanaman ekonomis lain. Diversifikasi ini tidak hanya membantu pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, tetapi juga memberi tambahan pendapatan. Prinsipnya sederhana: setiap jengkal tanah dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Kopi Robusta Lampung yang dihasilkan di kebun Haji Usman mendapat pasar yang luas. Kopi bisa dikirim ke Kota Palu bahkan sampai ke Kota Makassar.
Inspirasi bagi Petani Lain
Kisah Haji Usman menurut Rustan Rewa menegaskan bahwa kunci keberhasilan petani di lahan sempit adalah kreativitas, kedisiplinan, dan ketekunan.
“Menanam kopi di pekarangan mungkin tidak menghasilkan volume sebesar perkebunan luas, tetapi dengan pengelolaan tepat, hasilnya tetap menjanjikan dan berkelanjutan,” ucap Rustan.
Seperti kata Haji Rustan Rewa, “Seorang petani harus kreatif. Lahan sempit bukan halangan, asal ada kemauan dan kedisiplinan.”
Menurut Rustan, potensi kopi di Kabupaten Tolitoli tidak bisa dilepaskan dari posisi Sulawesi Tengah sebagai salah satu penghasil kopi di Indonesia. Data menunjukkan bahwa provinsi ini memiliki luas kebun kopi sekitar 12.687 hektare dengan produksi mencapai 3.044 ton pada tahun 2023.
“Dari angka tersebut, Tolitoli tercatat sebagai salah satu kabupaten kontributor utama, menegaskan perannya dalam mendukung produksi kopi di tingkat provinsi. Dengan demikian, kopi telah menjadi bagian penting dari dinamika ekonomi lokal meskipun kontribusinya masih bervariasi antarwilayah,” ucapnya.
Secara geografis, Tolitoli memiliki potensi lahan yang sangat besar untuk ekspansi perkebunan, terutama di Kecamatan Galang dengan 45.390 hektare, Dakopemean sekitar 17.350 hektare, dan Tolitoli Utara sekitar 34.210 hektare.
Penelitian Universitas Tadulako menunjukkan bahwa kondisi agroklimat wilayah ini mendukung pengembangan kopi, selain komoditas unggulan lain seperti kelapa dan kakao.
“Artinya, jika lahan tersebut dapat dikelola secara lebih optimal, maka produksi kopi Tolitoli dapat meningkat tajam dan memberi dampak signifikan terhadap perekonomian daerah,” sebut Rustan yang pernah menjadi Kadis Tanaman Pangan Tolitoli ini.
Di sisi lain, studi di Desa Dadakitan, Kecamatan Baolan, memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan petani dari usaha tani kopi robusta mencapai Rp5,5 juta per hektare per tahun, dengan kontribusi sekitar 17,23% terhadap total pendapatan rumah tangga.
Angka ini menunjukkan bahwa meskipun kopi belum menjadi sumber utama, ia tetap penting secara ekonomi. Untuk memperbesar dampak, Tolitoli perlu meningkatkan produktivitas melalui penggunaan varietas unggul, penerapan teknologi pascapanen, serta membangun akses pasar yang lebih luas.
“Dengan strategi pengolahan dan branding yang tepat, kopi Tolitoli seperti yang diolah Haji Usman, bukan hanya bisa menjadi komoditas bahan mentah, tetapi juga produk bernilai tambah yang mampu bersaing di pasar domestik maupun ekspor,” pungkas Rustan.
Editor Denun
