PELAKITA.ID – Di balik hamparan sawah dan perkebunan Desa Mukti Jaya, Kecamatan Baebunta Selatan, kini tersimpan sebuah langkah kecil yang berarti besar: lahirnya peta administrasi desa pertama yang dibuat secara digital dan resmi diserahkan ke pemerintah desa.
Program ini merupakan bagian dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Hasanuddin, yang berlangsung dari Juli hingga Agustus 2025.
Titin Mangalik, bersama tim KKN di Luwu Utara, yang dibimbing oleh Ilham Alimuddin, S.T., M.Gis., Ph.D, turun langsung ke lapangan, mengamati batas dusun, mencatat jalan setapak hingga jalan utama, mewawancarai aparat desa, dan kemudian mengolahnya dengan perangkat lunak pemetaan.
Hasilnya adalah sebuah peta yang tidak hanya menunjukkan batas wilayah dan pembagian dusun, tetapi juga menggambarkan lahan pertanian, kebun, pemukiman, hingga jaringan jalan yang menghubungkan satu dusun dengan dusun lainnya.
”Peta ini dipasang di kantor desa dalam bentuk cetak dan juga tersedia dalam format digital yang bisa diakses secara daring,” kata Titin.
“Selama ini informasi tentang wilayah Mukti Jaya masih terbatas, sehingga perencanaan sering kali terhambat,” sambut Kepala Desa Mukti Jaya, Muh. Yusuf A. Wani dengan antusias.
“Dengan adanya peta ini, pemerintah desa punya pedoman yang lebih jelas dalam mengelola pembangunan, pertanian, dan bahkan langkah-langkah penanggulangan bencana,” tambahnya.
Dari Ketahanan Pangan hingga Mitigasi Bencana
Desa Mukti Jaya dikenal memiliki potensi besar di bidang pertanian dan perkebunan. Namun, di balik potensi itu, terdapat pula kerentanan: banjir musiman dan risiko longsor. Kedua tantangan ini membuat ketahanan pangan warga menjadi persoalan yang tak bisa diabaikan.
Menurut Dr Ilham Alimuddin, peta administrasi hadir sebagai alat penting. Ia bukan sekadar gambar di atas kertas, melainkan dasar visual untuk mengambil keputusan: di mana lahan pertanian harus dijaga, jalur evakuasi mana yang perlu disiapkan, hingga bagaimana dusun-dusun bisa terhubung lebih baik.
“Sejarah pembangunan desa selalu dimulai dari data yang akurat. Tanpa peta, kita seperti berjalan tanpa kompas,” tegas Ilham Alimuddin, dosen pembimbing lapangan.
Partisipasi dan Harapan
Selama proses penyusunan, tim KKN tidak bekerja sendiri. Warga desa dilibatkan untuk memberi masukan tentang batas wilayah, letak dusun, hingga jalur-jalur yang selama ini mereka gunakan. Hasilnya, peta ini bukan hanya produk akademik, tetapi juga cerminan pengetahuan lokal yang dipadukan dengan teknologi modern.
Peta administrasi ini diharapkan dapat diperbarui secara berkala agar selalu sesuai dengan dinamika perkembangan desa. “Peta ini baru awal. Yang penting adalah bagaimana kita, sebagai warga desa, bisa merawat dan memanfaatkannya untuk masa depan bersama,” tutur seorang tokoh masyarakat yang hadir dalam penyerahan peta.
Bagi Ilham Alimuddin, pembuatan peta administrasi Mukti Jaya membuktikan bahwa langkah kecil di tingkat desa dapat membawa dampak besar. Ia menjadi fondasi bagi ketahanan pangan, perencanaan pembangunan, dan mitigasi bencana.
Lebih dari itu, para pria yang disapa Illy ini, ia juga menjadi simbol kerja sama antara perguruan tinggi, pemerintah desa, dan masyarakat.
“Manusia bisa lupa arah, tapi peta akan selalu menunjukkan jalan,” kata dia usai memfasilitasi proses musyawarah dengan warga desa.
Kini, Desa Mukti Jaya punya peta baru—dan bersamanya, harapan baru untuk masa depan.