Putra Gowa di Panggung Nasional, dari Ryaas Rasyid hingga Jufri Rahman

  • Whatsapp
Kiri ke kanan Ryass Rasyid, Zainuddin Sikaddo, Paturungi Parawansa dan Jufri Rahman (dok: Istimewa)

PELAKITA.ID – Wafatnya Drs. H. Mappaturung Parawansa Karaeng Kio pada hari Sabtu, 23 Agugstus 2025 menjadi entry ide bagi penulis untuk menyusuri sejumlah nama yang lekat dengan lanskap sosiokultural bernama Gowa.

Karaeng Kio disebut berasal dari Bontolangkasa di selatan Gowa, satu kawasan di timur Galesong Raya yang disebut subur dan melahirkan banyak tokoh nasional.

Penulis, saat kelas 2 di SMP Galesong tahun 1985 pernah naik sepeda menyusuri jalur Tama’la’lang, Mario, Romang Lompo lalu berbelok ke selatan menyusuri Barembeng, Sengka, Bontolangkasa. Bagaimanapun salah satu kakek penulis berasal dari Bontolangkasa. Ada juga yang menetap di Barembeng.

Begitulah pembaca sekalian.

Sebagai pengantar, perlu kita pahami bersama bahwa Kabupaten Gowa sejak lama dikenal sebagai pusat kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo, salah satu kerajaan besar di Nusantara. Namun, jejak kebesaran Gowa tidak berhenti pada masa lalu.

Hingga kini, Gowa terus melahirkan putra-putri terbaik bangsa, yang menorehkan kiprah penting di panggung nasional, khususnya di bidang pemerintahan, birokrasi, pendidikan, hingga politik.

Dalam tiga dekade terakhir, sederet tokoh asal Gowa tampil sebagai aktor penting dalam perjalanan bangsa.

Mereka menduduki posisi strategis di kementerian, lembaga negara, maupun perguruan tinggi, dan kiprah mereka menegaskan betapa kuatnya tradisi pengabdian Gowa dalam membangun Indonesia.

Kita mulai dari salah satu yang masih terus bersuara tentang spirit kebangsaan nasional. Siapa lagi kalau bukan Prof Ryaas Rasyid atau lengkapnya. Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A., Ph.D.

Beliau dijuluki sebagai Arsitek Otonomi Daerah. Lahir di Gowa pada 17 Desember 1949, Prof. Ryaas Rasyid adalah sosok yang namanya lekat dengan sejarah desentralisasi Indonesia.

Ia memulai kariernya dari bawah sebagai Lurah Melayu di awal 1970-an, lalu menapaki tangga birokrasi sebagai Wakil Camat.

Dari sana, kariernya menanjak ke pusat kekuasaan. Ia dipercaya menjadi Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, kemudian Sekretaris Jenderal Kemendagri. Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Ryaas mendapat amanah sebagai Menteri Negara Otonomi Daerah sekaligus Menteri PAN-RB.

Di dunia akademik, ia pernah menjabat sebagai Rektor Institut Ilmu Pemerintahan (1990–1998). Ia juga duduk sebagai Anggota DPR RI (2004–2009) dan kemudian Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010–2014).

Ryaas dikenang sebagai arsitek otonomi daerah, yang memformulasikan kebijakan desentralisasi sehingga daerah memperoleh ruang luas dalam mengelola pemerintahan sendiri. Pemikirannya menjadi tonggak penting bagi demokratisasi Indonesia pasca-reformasi.

Lalu ada sosok Prof. H. Paturungi Parawansa, Karaeng Tobo. Beliau adalah salah satu Penggerak Pendidikan Tinggi di Sulawesi Selatan.

Prof. H. Paturungi Parawansa, seorang bangsawan Karaeng Tobo yang dikenal luas sebagai akademisi. Ia menjabat sebagai Rektor IKIP Makassar (kini Universitas Negeri Makassar/UNM), dan berjasa besar mengembangkan pendidikan tinggi di Sulawesi Selatan.

Paturungi dikenal sebagai figur yang membangun tradisi akademik, melahirkan banyak intelektual, serta menjadikan kampus sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia di wilayah timur Indonesia. Ia menjadi salah satu tokoh pendidikan tinggi paling berpengaruh pada masanya.

Yang ketiga adalah Drs. H. Mappaturung Parawansa yang wafat dalam pekan ini. Beliau pernah menjadi Sekda Sulsel hingga Dirjen Kemendagri. Keren bukan?

Mappaturung lahir di Bontolangkasa, Gowa, adalah birokrat ulung yang mengabdikan hidupnya untuk pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (1985–1990), pernah sebagai Plt. Wali Kota Makassar, Kepala Bappeda Sulsel, dan juga Bupati.

Kariernya mencapai puncak ketika dipercaya menjadi Direktur Jenderal Bina Administrasi Daerah (Bangda) Kemendagri (1990–1994). Dengan pengalaman panjangnya,

Mappaturung dikenal sebagai figur yang mampu menjembatani kepentingan daerah dan pusat, serta menjaga marwah birokrasi dengan integritas.

Nama-Nama Lain yang terus bersinar

Syamsu Salewangang Daeng Gajang, di WAG We Love Gowa menambahkan beberapa yang penulis sudah tulis di atas.

Dikatakan, selain tiga nama besar tersebut, Gowa juga melahirkan tokoh-tokoh lain yang menorehkan kiprah nasional: Maka disebutlah sosok seperti Dr. Rahmanjaya – putra Gowa yang menjadi salah satu kepercayaan BJ Habibie di BPPT, mendorong pengembangan teknologi dan inovasi nasional.

Lalu ada nama Marsda (Purn.) Zainuddin Sikaddo Dg Mattawang – pernah menjabat Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, dengan peran penting dalam pengembangan transportasi udara Indonesia. Sungguh, penulis baru tahu kalau beliau Putra Gowa – terkira asal Sumatera Barat atau Padang. Duh!

Menyebut Putra Gowa tak lengkap tanpa menyebut Hakamuddin Djamal Dg Rewa – birokrat senior yang dipercaya menjadi Direktur Jenderal di Kemendagri sekaligus Penjabat Gubernur Banten.

Lalu ada Prof. Dahyar Daraba Dg Tobo – dari Sekda Takalar melanjutkan kiprahnya di dunia akademik hingga menjadi Guru Besar IPDN, mencetak generasi pamong praja baru.

Jangan lupa pula, masih ada nama Prof. Awaluddin Tjalla Dg Liwang – Guru Besar UNJ, pernah menjabat Kepala Pusat Kurikulum Kemendiknas, kini Dekan Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Jakarta.

Prof. Dr. Jufri Rahman Dg Palili – birokrat akademisi dengan rekam jejak sebagai Kepala Bappeda Sulsel, Staf Ahli Menpan RB (Eselon I), serta Sekda Sulsel. Penulis bersua Datok Palili tiga hari lalu di acara KONEKSI – Yayasan BaKTI.  Beliau sosok yang concern di jalur birokrasi.

Bagi masyarakat Gowa, jangan lupa masih ada nama sosok Lutfi Latief – Direktur di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa), dikenal sebagai motor penggerak program Dana Desa yang berdampak luas bagi pembangunan pedesaan.

Terakhir yang disampaikan Daeng Gajang adalah Ahmad Lallo asal Bontonompo– generasi baru putra Gowa, saat ini menjabat Kepala BPN Gowa, dan segera menempati posisi strategis sebagai Kakanwil BPN DKI Jakarta.

Jejak Emas Putra Gowa

Pembaca sekalian, nama-nama tersebut menunjukkan bahwa Gowa bukan hanya gudang sejarah masa lalu, tetapi juga rahim yang terus melahirkan tokoh besar bangsa.

Dari Ryaas Rasyid dengan gagasan otonomi daerahnya, Paturungi Parawansa dengan dedikasi akademiknya, Mappaturung Parawansa dengan pengabdian birokrasi, hingga generasi baru seperti Ahmad Lallo—semuanya adalah bukti bahwa putra Gowa hadir sebagai pelaku penting dalam pembangunan Indonesia.

Gowa tidak hanya melahirkan pejuang di masa lalu, tetapi juga pemimpin, birokrat, dan intelektual yang menjadi penggerak bangsa dari masa ke masa.

Kalau ada nama lain atau ada yang belum dimasukkan ke postingan ini bisaki kontak pelakitamedia@gmail.com

___

Penulis, Nuntung, di Tamarunang,  SompanOpu, Gowa.