PELAKITA.ID – Rakornas Pokmaswas di Bogor pada bulan Juli 2024 memberikan banyak pembelajaran tentang peran, tantangan sekaligus sebagai momentum untuk penguatan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dalam mendukung pengawasan.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Dr. Pung Nugroho Saksono, A.Pi, MM saat itu dalam sambutannya menggarisbawahi pentingnya peran Pokmaswas sebagai instrumen penting dalam membantu pengawasan karena posisi strategisnya (sebagai nelayan) yang selalu berada di lokasi penangkapan ikan.
Hasilnya, banyak kasus seperti di Natuna dan Bitung, termasuk penangkapan kapal ikan asing dapat ditangani secara efektif berkat informasi dari Pokmaswas.
Ke depannya, arahan Dirjen PSDKP agar Pokmaswas menjadi lebih baik dan terus memberikan dampak, mengingat terbatasnya anggaran, jumlah SDM pengawasan dan luasnya cakupan area yang diawasi.
Dengan momentum tersebut, tahun ini, Direktorat Prasarana dan Sarana Pengawasan (PSP) Ditjen PSDKP bersama pemangku kepentingan menggelar Workshop Strategi dan Aksi Pokmaswas dalam mendukung pengawasan alat tangkap tidak ramah lingkungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715.
Kegiatan yang berlangsung pada 12–14 Agustus 2025 di The Hotel Sentral Manado dan terselenggara atas kerjasama Ditjen PSDKP dan Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT), serta dibuka oleh Tenaga Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Perlindungan ABK dan Nelayan.
Sambutan selamat datang disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara, Direktur PSP DJPSDKP, dan Direktur SDI DJPT.
Dalam sambutannya, Tenaga Ahli Menteri Muh Abdi Suhufan, menyampaikan peran strategis nelayan dan masyarakat dalam identifikasi pelaku penangkapan ikan yang merusak, sehingga perlu ditingkatkan kemampuannya dalam pemetaan kasus, bantuan operasional dan dukungan alternatif pembiayaan di lapangan.
Dalam laporannya, Direktur PSP DJPSDKP Dr. Ardiansyah memaparkan tujuan workshop ini, yakni menyusun strategi dan aksi konkret bagi Pokmaswas untuk pemantauan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut di WPP 715.
Sementara itu, Direktur SDI DJPT Dr. Syahrir Abdul Rauf memaparkan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota, pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan, termasuk ancaman alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Workshop ini didukung oleh Global Environmental Facility (GEF), menghadirkan fasilitator dari Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan Pokja Pembinaan Pokmaswas Ditjen PSDKP yang membimbing peserta dalam merumuskan langkah-langkah pemantauan partisipatif di lapangan.
Diharapkan, hasil kegiatan ini dapat memperkuat peran Pokmaswas sebagai garda terdepan dalam mencegah praktik penangkapan ikan yang merusak dan dalam pemantauan aktifitas IUU Fishing di lapangan.
Sebanyak 50 peserta hadir dan berasal dari perwakilan pemangku kepentingan seperti Dinas Provinsi Sulut, dan Kab/Kota, Pokmaswas, akademisi, Penyuluh Perikanan, Pangkalan PSDKP Bitung, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah) dan Kabupaten/Kota (Banggai Kepulauan dan Pohuwatu).

Alat Tangkap Tidak Ramah Lingkungan di WPP 715 dan Peran Pokmaswas
Dalam kurun waktu 2017 – 2022, kasus penangkapan ikan yang merusak didominasi oleh penggunaan bahan peledak (60%), setrum (24%), dan racun (16%).
Penggunaan bahan peledak, bahan beracun, dan setrum merupakan praktik penangkapan ikan merusak yang signifikan ditemukan di Indonesia. Di WPP 715 seperti Provinsi Gorontalo misalnya, adalah wilayah rawan penggunaan bahan peledak dan aktivitas penangkapan ikan merusak menggunakan racun, dan juga terjadi di beberapa provinsi lainnya.
Pada kurun waktu 2017-2024, penanganan kasus penangkapan ikan merusak sebanyak 124 kasus dikenai sanksi pidana, sementara untuk WPP 715 sebanyak 14 kasus, belum termasuk yang tidak terpantau.
“Di Kabupaten Banggai Kepulauan, setiap hari ada 100 bom ikan yang meledak, dan kami belum memiliki solusi atas hal ini. Sebelumnya, dengan bantuan NGO, kami mendapatkan bantuan 200 liter sehari untuk melakukan patroli laut,” tutur Kadis Banggai Kepulauan
Peran Pokmaswas diatur dalam Permen KP No KEP. 58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, dan saat ini Ditjen PSDKP sedang menyiapkan rancangan Permen KP yang baru untuk memperkuat tata kelolanya.
Sementara untuk spesifik pembinaan Pokmaswas mengacu kepada Perdirjen PSDKP No 18 tahun 2025 Tentang Kelompok Kerja Pembinaan dan Penilaian Kelompok Masyarakat Pengawas Di Bidang Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
Jumlah Pokmaswas saat ini mencapai 3.461 kelompok dan 1.345 diantaranya aktif dan mengikuti proses pembinaan dan koordinasi.
Ke depannya, beberapa agenda penguatan yang akan dilakukan adalah revisi Permen KP sistem pengawasan masyarakat, mengintensifkan pembinaan termasuk pelatihan, dukungan perlengkapan pemantauan lapangan dan operasional.
Penguatan Kapasitas Pokmaswas
Workshop menghasilkan rumusan strategi dan aksi yang mencakup antara lain :
Pertama, strategi pembiayaan pokmaswas untuk menjamin keberlanjutan operasional Pokmaswas tanpa bergantung penuh pada dana pemerintah pusat.
Strategi ini mencakup menyusun Perda penyelenggaraan perikanan daerah, Peraturan Desa pengelolaan sumber daya perairan, mendorong MoU antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah Kab/Kota terkait pengalokasian anggaran untuk Pokmaswas, mengembangkan skema pendanaan mandiri, mengajukan proposal hibah, dan melakukan kerja sama dengan NGO, Koperasi Merah Putih untuk pendanaan operasional.

Kedua, strategi pemantauan dan pelaporan untuk operasional lapangan yang efektif melalui penyusunan basis data PITRAL, penggunaan teknologi berbasis AI, menyusun SOP pengumpulan bukti kegiatan PITRAL, melakukan pendampingan penyusunan pelaporan, membuat teknologi pemantauan dan pengembangan pelaporan berbasis aplikasi.
Ketiga, strategi dukungan pengawasan dan tindak lanjut antara lain melakukan pelatihan forensik barang bukti PITRAL, kerjasama dan koordinasi dengan APH terdekat terkait operasi pengawasan dan tindak lanjut, pembangunan pos PSDKP di lokasi rawan pelanggaran, kerjasama antara DKP dan PSDKP dalam pelatihan dan pengadaan drone maritim untuk memantau area yang sulit dijangkau, menyusun jadwal patroli terfokus di titik rawan berdasarkan basis data dan peta resiko.
Keempat, strategi peningkatan kapasitas kelembagaan pokmaswas seperti melakukan pelatihan identifikasi alat tangkap ilegal dan teknik pengumpulan bukti, pelatihan terkait ekosistem pesisir dan laut, dan biota laut yang dilindungi, pelatihan strategi pemantauan PITRAL, sosialisasi peraturan kelautan dan perikanan terkini, kampanye secara langsung, dan media fisik dan digital.
Kelima, strategi kolaborasi dan kemitraan mencakup kerjasama dan menjalin kemitraan dengan pemerintah desa dan pemerintah daerah dalam mendukung kebijakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Memperkuat peran Pokmaswas dengan dukungan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti: TNI AL, Polairud, BAKAMLA dan BASARNAS (guna meningkatkan peran Pokmaswas dalam hal tanggap darurat), perguruan tinggi dan swasta untuk peningkatan kapasitas.
Kegiatan ini mencakup pelatihan penggunaan alat modern (alat Navigasi GPS), menyelam (guna memantau pertumbuhan terumbu karang dan kegiatan transplantasi karang) dan pelatihan penggunaan kamera bawah laut, melakukan kolaborasi dengan organisasi radio antara penduduk (Rapi/Orari) untuk peningkatan alat komunikasi sarana telekomunikasi dari Radio Handy Talky (HT) ke radio yang jarak jangkauan lebih seperti radio SSB.
Kemudian, menjalin kemitraan sekolah dan komunitas untuk melakukan edukasi, melakukan pertemuan tahunan pokmaswas di WPP 715 dengan pelibatan ragam pemangku kepentingan.
Sebagai rencana tindak lanjut, diperlukan sosialisasi menyeluruh kepada para pemangku kepentingan di WPP 715 disertai komitmen menjalankan strategi dan aksi dari pemangku kepentingan.
Selain itu, potensi replikasi strategi dan aksi di WPP lainnya, dalam waktu dekat di WPP 717 dan 718, terkait peran pokmaswas dan sosialisasi rumpon sebagai alat tangkap ramah lingkungan
Redaksi